Suaramuslim.net – Sebagai agama yang ajarannya penuh rahmat bagi penghuni dunia ini (rahmatan lil al-‘alamin). Islam telah memberikan tuntunan bagi pemeluknya. Ajaran Islam sarat dengan tuntunan untuk merawat dan memperlakukan orang yang sakit dengan baik. ‘Iyadah al-maridh yang sangat digalakkan oleh Islam sebenarnya tidak hanya berarti menengok orang sakit, sebagaimana yang dipahami selama ini, melainkan juga berarti merawat dan mengobati orang yang sakit.
Orang yang sakit, apa pun sebabnya harus tetap mendapatkan perlakuan khusus dalam masyarakat muslim. Dalam sebuah hadis Qudsi Allah berfirman: “Wahai hamba-Ku, Aku ini ‘sakit’ tetapi kamu tidak mau menjenguk dan merawat-Ku. Hamba menjawab, “Bagaimana aku dapat menjenguk dan merawat-Mu sedangkan Engkau adalah Rabbul ’Alamin. Allah menjawab: ‘Seorang hamba-Ku sakit, apabila kamu menjenguk dan merawatnya tentu kamu akan menjumpai-Ku di sana.”
Dalam hadis ini Allah SWT telah menempatkan kedudukan orang-orang yang sakit seolah-olah Allah sendiri yang sakit. Ini artinya manusia dituntut agar selalu memperhatikan orang-orang yang sakit dengan memberikan bantuan baik moral maupun materiel, sehingga mereka tidak terkucil, khususnya secara moral dari masyarakat.
Sementara itu, ajaran Islam juga sarat dengan tuntunan untuk menghindari hal-hal yang membahayakan, apalagi penyakit yang berpotensi untuk menular. Nabi Muhammad SAW menegaskan: “Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan orang lain.”
Dari hadis ini, kemudian timbul kaidah fiqih: “Menghindari kerusakan-kerusakan itu harus didahulukan dari mencari keuntungan-keuntungan.” Karenanya, tanpa harus mengurangi perlakuan yang baik kepada orang yang sakit, Islam mengajarkan agar kita waspada dan menghindari kemungkinan penularan penyakit dari orang yang sakit tersebut.
Penyakit HIV/AIDS di mana sekitar 80%-90% dari penyebabnya adalah berzina, merupakan penyakit yang sangat berbahaya, khususnya bagi orang-orang yang tidak memiliki akhlak terpuji. Penyakit ini merupakan musibah yang dapat menimpa siapa saja termasuk orang-orang yang berakhlakul karimah. Orang yang terkena musibah ini belum tentu akibat dosa yang diperbuatnya, tetapi boleh jadi merupakan korban perbuatan orang lain.
Apabila sekitar 80%-90% dari penyebab HIV/AIDS adalah perbuatan zina, maka upaya untuk menanggulangi HIV/AIDS yang paling efektif adalah menghilangkan penyebabnya itu sendiri yaitu perbuatan zina. Seperti tersebut di atas. Nabi Muhammad SAW mengatakan bahwa: “Apabila zina dan riba sudah menjadi perbuatan umum dalam suatu negeri, maka hal itu berarti penduduk negeri itu telah menghalalkan (mengundang) azab Allah.” Karenanya prinsip “menjaga lebih baik daripada mengobati penyakit yang diakibatkan oleh sebab tersebut.
Anjuran Islam untuk memperhatikan dan memperlakukan dengan baik kepada orang-orang yang sakit itu juga termasuk orang-orang yang sakit terkena HIV/AIDS. Namun tentunya, jangan sampai perlakuan yang baik itu justru akan mengorbankan orang lain yang tidak terkena HIV/AIDS menjadi terkena HIV/AIDS. Hal ini tidak dibenarkan dalam Islam.
Kaidah fiqih menyebutkan: “Bahaya itu tidak boleh dihilangkan dengan mendatangkan bahaya yang lain.” Karenanya, diperlukan upaya-upaya yang sangat bijaksana agar para penderita HIV/AIDS itu dapat dirawat, diobati dan diperlakukan secara manusiawi tetapi tidak mengorbankan pihak lain sehingga menjadi HIV/AIDS yang baru.
Kebijaksanaan ini akan lebih diperlukan karena sebagai manusia, penderita HIV/AIDS akan selalu berhubungan dengan orang lain misalnya, ketika menginjak dewasa ia perlu menikah, ketika ia meninggal dunia perlu mendapat perawatan jenazahnya dan lain sebagainya.