Hegemoni Kapitalisme terhadap Pekerja Anak

Hegemoni Kapitalisme terhadap Pekerja Anak

Hegemoni Kapitalisme terhadap Pekerja Anak
Pekerja anak (child labour). (Foto: Nusantaranews)

Suaramuslim.net – Dalam dunia industrialisasi yang semakin menekankan keuntungan, perusahaan mulai memanfaatkan para pekerja yang sebenarnya masih belum siap dan cukup umur untuk bekerja. Seringkali pengusaha mengunakan cara “hegemoni” untuk bisa menguasai pekerja anak bekerja lebih keras dengan upah yang sangat kecil. Hegemoni di sini dimaksudkan sebagai penguasaan atau menundukkan para pekerja anak agar terikat oleh sistem yang dibuat pabrik dan biasanya sangat berat sebelah hanya menguntungkan pihak pemilik modal atau kapitalis.

Mungkin bila dicermati secara lebih kritis dan detail permasalahan pekerja anak ini sudah sangat lama terjadi dalam masyarakat negara-negara berkembang atau bisa disebut salah satu pilar negara dunia ketiga. Dalam berbagai kasus, pekerja anak sering mendapatkan perlakuan yang kurang adil dan kurang manusiawi. Seperti yang terjadi di area pertambangan Freeport yang ketika itu diungkapkan dalam sebuah film dokumenter menampilkan dengan sangat jelas bagaimana pekerja yang masih anak-anak harus berjuang menantang maut untuk membantu kehidupan ekonomi keluarga.

Bila dianalisa dengan mengunakan perspektif ilmu sosial (sosiologi) secara kritis, maka dapat dilihat bahwa masyarakat masih sangat pasif dalam memperjuangkan hak dan keadilan bagi anak-anak dan pabrik-pabrik sudah menjadi alat untuk memperbudak anak-anak dengan mempekerjakan mereka di sektor yang berat dan berbahaya dengan upah yang amat kecil.

Bila dirujuk dengan teori hegemoni yang dicetuskan oleh Antonio Gramsci bisa dijelaskan bahwa anak-anak yang dipekerjakan ini sangat dieksploitasi oleh para pengusaha dengan memberikan mereka kerja berat setara pekerja dewasa dengan upah yang lebih kecil.

Kondisi seperti ini seperti terjadi pada era presiden Soeharto saat pabrik PN TIMAH mempekerjakan anak-anak ke sektor pertambangan yang dapat mengancam kesehatan mereka yang seharusnya belum waktunya bekerja. Jelas ini merupakan pelanggaran pada hak asasi anak dan sangat tidak manusiawi.

Dari sini saya berargumen bahwa kita sebagai masyarakat sudah kehilangan rasa kemanusiaan dan empati sosial. Lihat saja banyak anak di kota besar seperti Jakarta dan Surabaya yang menjadi pekerja di sektor formal maupun informal tridak mendapatkan perlindungan dari masyarakat dan pemerintah setempat.

Mungkin sudah ada lembaga yang menaungi kepentingan anak-anak ini. Namun, lembaga-lembaga sosial ini belum bekerja secara sepenuhnya dan masih sangat minim pengaruhnya dan masih ada yang luput dari pengawasan.

Perlu perubahan sosial untuk mengatasi masalah yang sudah sangat pelik ini serta diperlukan penanganan yang tepat dan akurat.

Bisa saya pastikan di sini perlu adanya kerja sama yang erat antara seluruh komponen sistem yaitu masyarakat, pemerintah dan lembaga sosial yang melindungi anak-anak khususnya pekerja anak untuk menjamin kesejahteraan anak serta memberikan perlindungan yang kuat dan pengawasan yang ketat bagi keberlangsungan hak asasi para pekerja anak yang masih membutuhkan perlindungan dan pengawasan.

Sebagai mahasiswa yang mempelajari ilmu sosial saya sangat menganjurkan agar perlindungan pada anak-anak yang dipekerjakan ini dilakukan secara sungguh-sungguh dan bukan main-main. Hal ini dimaksudkan agar hukum dan hak pekerja anak ini tidak mudah disepelekan oleh orang-orang yang ingin mendayagunakan diri mereka dengan tidak manusiawi dan sewenang-wenang.*

Gratia Wing Artha

*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment