Suaramuslim.net – Pada pidato pertamanya selaku Ketua MPR terpilih, Bambang Soesatyo, mengatakan bahwa banyak pemuda yang kini lebih menyukai ideologi lain selain Pancasila. Untuk pidatonya ini, saya akan memberi catatan.
Pertama, dalam prinsip pendidikan, tidak ada yang salah pada anak didik. Yang salah, jika bukan orang tuanya, pastilah gurunya. Anak itu hanya meniru sikap dan tingkah laku orang tua dan gurunya. Dalam konteks ini, guru adalah orang yang memberi contoh. Setiap pemimpin yang efektif adalah guru. Makin tinggi jabatan pemimpin, makin besar dampak teladan sikap dan perilakunya. Jadi, siapa yang seharusnya disalahkan jika banyak pemuda lebih suka ideologi liberal?
Kedua, semoga ini dipahami oleh Ketua MPR, sejak proklamasi kemerdekaan, praktis Pancasila gagal diwujudkan oleh pemimpin-pemimpin negeri ini. Sejak Perang Dunia II selesai yang melahirkan Pax Americana, lingkungan internasional semakin nekolimik yang tidak pernah menghendaki Pancasila diwujudkan melalui penerapan pembukaan dan batang tubuh UUD45 dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik ini.
Ekonomi kita segera dibajak oleh IMF sehingga praktis kita hidup dalam sistem ekonomi liberal ribawi. Jadi, kehidupan liberal inilah yang mendidik anak muda Indonesia hingga hari ini. Bahkan melalui amandemen UUD45 menjadi UUD2002, model kehidupan liberal itu sekarang konstitusional.
Ketiga, dalam kehidupan politik, kita jauh lebih liberal dari kampiun demokrasi sekalipun, yaitu AS. Pasar politik kita dimonopoli oleh partai politik, persis seperti pasar pendidikan kita dimonopoli oleh persekolahan sebagai instrumen budaya liberalisasi.
Warga negara tidak bisa berpolitik tanpa partai politik seperti warga yang tidak pernah sekolah dianggap tidak kompeten. Tidak sekolah langsung dianggap kampungan. Bahkan akhir-akhir ini banyak anggota Parlemen mengejar gelas doktor honoris causa, serta profesor padahal hanya sesekali datang ke kampus.
Saat Presiden BEM UI tidak lama ini di dalam Gedung DPR/MPR Senayan mengatakan bahwa mahasiswa sudah tidak percaya lagi dengan parlemen, ini hanya menegaskan gejala bahwa parlemen berjalan sendiri semakin jauh dari aspirasi rakyat, serupa dengan gejala persekolahan yang makin asing dari kebutuhan murid dan dunia nyata di sekitar sekolah. Sama persis dengan gejala Perguruan Tinggi makin menjadi menara gading yang terobsesi oleh world class ranking.
Keempat, sistem MPR yang diamanahkan oleh UUD45 sudah dikebiri sejak diamandemen menjadi UUD2002. Kini, melalui pemilihan langsung, MPR bukan lembaga tertinggi negara. Presiden bukan mandataris MPR, tapi petugas partai. MPR hanya sebuah sesi sidang saat DPR bersama DPD menentukan legislasi. Melalui pilkada dan Pilpres langsung ini, siapa pun bisa terpilih menjadi presiden, gubernur, bupati atau walikota.
Rata-rata pemilih tidak mengerti bagaimana menentukan pilihan, bahkan peneliti Oxford baru-baru ini menegaskan bahwa banyak pemerintah dan partai politik memanipulasi opini pemilih melalui berbagai teknik semburan kebohongan untuk mendiskreditkan lawan politik.
Di tengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara yang makin liberal ini, maka pernyataan Bambang Soesatyo dan glamourous body languages para anggota DPR dan DPD bahwa pemuda kita makin menyukai ideologi lain selain Pancasila adalah gema yang kembali ke seluruh ruangan Gedung Parlemen di Senayan. Di luar gedung itu, pernyataan itu hanya hoax saja.”*
Gunung Anyar, 4 Oktober 2019
Daniel Mohammad Rosyid
Guru besar ITS Surabaya
Direktur Rosyid College of Arts & Maritime Studies
*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net