UU Ormas, Obat atau Racun? – Bagian 1

UU Ormas, Obat atau Racun? – Bagian 1

Demo Menolak PERPPU Ormas (Foto: Merdeka)

Tepat pada tanggal 24 Oktober 2017 peraturan pemerintah no. 2 tahun 2017 telah ditetapkan oleh DPR sebagai undang-undang. Adanya undang-undang ini merupakan langkah nyata pemerintah untuk menjamin hak asasi tiap individu masyarakat agar tetap terjaga dan sesuai dengan dasar negara yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Walaupun dalam proses penetapannya disambut dengan ragam ekspresi oleh masyarakat, ada yang mendukung penetapan tersebut, ada pula yang menerima dengan catatan harus adanya revisi dan ada pula yang menolak undang-undang tersebut.

Secara garis besarnya, Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan tidaklah jauh berbeda dibandingkan dengan undang-undang yang digantikannya yaitu Undang-undang no. 17 tahun 2013, terdiri dari 19 BAB dan 87 pasal, kemudian dalam masa berlakunya undang-undang tersebut terdapat kekosongan sehingga mengharuskan pemerintah untuk menerbitkan PERPPU yang kemudian ditetapkan oleh DPR sebagai undang-undang.

Undang-undang yang baru ditetapkan ini masih mempunyai kesamaan isi kandungan dengan UU sebelumnya disertai perubahan pada beberapa BAB dan pasal. Dimana dalam undang-undang baru yang ditetapkan oleh DPR ini, perubahan bisa dilihat pada BAB I, BAB XVI pasal 59, BAB XVII pasal 60, 61 dan 62. Adanya penghapusan pasal dari pasal 63 hingga pasal 80 dan penambahan pasal 80A sebagai penjelas pencabutan status badan hukum Ormas. Dan perubahan terakhir terdapat pada BAB XVIIA berkaitan ketentuan pidana dengan pasal 82A dan pasal 83A terkait peralihan.

Bisa dilihat pada tabel berikut ini terkait kandungan UU yang baru ditetapkan:

BAB ISI PASAL
BAB I KETENTUAN UMUM PASAL 1
BAB II ASAS, CIRI DAN SIFAT PASAL 2-4
BAB III TUJUAN, FUNGSI, DAN RUANG LINGKUP PASAL 5-8
BAB IV PENDIRIAN PASAL 9-14
BAB V PENDAFTARAN PASAL 15-19
BAB VI HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 20-21
BAB VII ORGANISASI, KEDUDUKAN DAN KEPENGURUSAN PASAL 22-32
BAB VIII KEANGGOTAAN PASAL 33-34
BAB IX AD DAN ART ORMAS PASAL 35-36
BAB X KEUANGAN PASAL 37-38
BAB XI BADAN USAHA ORMAS PASAL 39
BAB XII PEMBERDAYAAN ORMAS PASAL 40-42
BAB XIII ORMAS YG DIDIRIKAN WARGA NEGARA ASING PASAL 43-52
BAB XIV PENGAWASAN PASAL 53-56
BAB XV PENYELESAIAN SENGKETA ORGANISASI PASAL 57-58
BAB XVI LARANGAN PASAL 59
BAB XVII SANKSI PASAL 60-62 (80A)*
BAB XVIIA KETENTUAN PIDANA PASAL 82-82A
BAB XVIII KETENTUAN PERALIHAN PASAL 83-83A
BAB XIX KETENTUAN PENUTUP PASAL 84-87

*PASAL 63 HINGGA PASAL 80 DIHAPUSKAN. PASAL 80A dan 82A, 83A DITAMBAHKAN DISAMPING PENGHAPUSAN PASAL 81.

Ada beberapa poin penting yang harus kita telaah sebagai bahan renungan akan UU Ormas ini, dengan hasrat untuk membangun kesadaran kritis masyarakat terhadap kebijakan pemerintah sehingga terbangun dan tercipta masyarakat Indonesia yang demokratis.

Pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea IV telah dinyatakan secara jelas bahwasanya Negara Indonesia berdasarkan kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusian yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan serta mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pancasila adalah ideologi dasar negara Indonesia yang merupakan landasan keputusan bangsa Indonesia dalam mencerminkan kepribadian bangsa dan dasarnya dalam mengatur pemerintahan negara. Hal ini juga dikuatkan dengan ketetapan MPR No XVIII/MPR/1998, pada Pasal 1 yang menyatakan bahwa Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara ( philosophischegrondslaag) ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan dianggap sebagai penjelmaan kehendak seluruh rakyat Indonesia. Dilihat dari proses sejarah pembentukannya, dapat disimpulkan bahwasanya Pancasila merupakan kompromi dan konsensus nasional dari semua golongan masyarakat Indonesia, yang bersepakat untuk membentuk sebuah bangsa dengan dasar Pancasila.

Sejak ditetapkannya Pancasila sebagai dasar Negara sampai sekarang ini, pastilah ada peristiwa yang terjadi untuk mengubah ideologi bangsa ini. Salah satu peristiwa yang masih tergambar jelas pada ingatan masyarakat Indonesia ialah pemberontakan PKI pada tahun 1965, dampak dari peristiwa tersebut ialah adanya ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966 yang isinya bahwa faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme pada hakikatnya bertentangan dengan Pancasila, maka keluarlah ketetapan yang melarang penyebaran faham-faham tersebut diseluruh wilayah Indonesia.

Dengan semangat menjaga Pancasila dan UUD 1945 dari unsur-unsur yang merusak, pemerintah berusaha untuk membuat kebijakan-kebijakan yang menjaga dasar negara serta melarang segala bentuk hal yang kiranya memberi dampak buruk bagi keutuhan berbangsa dan bernegara. Salah satu usaha pemerintah ialah mengatur Organisasi Kemasyarakatan yang merupakan hak tiap individu sesuai dengan apa yang tertuang pada pasal 28 dan 28E (3) UUD 1945. Maka lahirlah perpu no. 2 tahun 2017 yang kemudian disahkan sebagai Undang-Undang.

Secara lebih jelasnya kenapa UU ini harus ada ialah untuk memberhentikan kegiatan Ormas tertentu yang telah melakukan tindakan permusuhan antara lain, ucapan, pernyataan, sikap atau inspirasi baik secara lisan mapun tertulis, melalui media elektronik ataupun tidak memakai media elektronik, yang menimbulkan kebencian baik terhadap kelompok tertentu maupun terhadap mereka yang termasuk ke dalam penyelenggaraan negara. Lebih jauh UU ini akan mengambil tindakan tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan  terhadap asas-asas ormas yang telah menegaskan tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia 1945. (lihat Penjelasan atas UU no. 2 tahun 2017, hal 4 alenea 3 dan 4).

Lanjut ke UU Ormas, Obat atau Racun? – Bagian 2

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment