SURABAYA (Suaramuslim.net) – Sejarah wakaf tercatat sejak masa hijrah Rasulullah ke Madinah. Dari situ wakaf dikenal dengan peribadahan seperti membangun masjid, madrasah dan berinovasi dengan berbagai aspek kehidupan umat manusia.
Potensi wakaf tanah di Indonesia bisa mencapai dua ribu triliun rupiah dan wakaf uang bisa mencapai 188 triliun rupiah.
Wakaf produktif sejauh ini masih belum populer di masyarakat. Secara terminologi, masyarakat mungkin hanya sekadar pernah mendengar apa itu wakaf tetapi pengetahuan mengenai wakaf itu sendiri masih kurang.
Susi Susiatin, Founder Gerakan Wakaf Indonesia (GWI), dalam talkshow Ranah Publik Suara Muslim, Jumat (5/11/21) juga menjelaskan wakaf produktif itu identik dengan wakaf uang.
“Saat ini GWI sedang melakukan kampanye kepada seluruh masyarakat untuk berwakaf uang. Sekecil apapun jumlah wakafnya itu sudah sangat luar biasa,” jelasnya.
GWI melakukan kolaborasi untuk memajukan perwakafan di Indonesia dengan membuat skema wakaf agar menjadi mudah dan ringan. GWI juga menjadi nazir (pengelola wakaf) untuk mengelola para wakif agar produktif dimanfaatkan untuk pemberdayaan umat.
“Selama ini wakaf dipahami secara umum hanya sebagai 3M yaitu masjid, madrasah dan makam. Padahal sejatinya jika ditarik dari tonggak sejarah Islam, ada beberapa peristiwa wakaf yang dicontohkan sahabat Rasulullah,” ujar Bobi Manullang Ketua Forum Wakaf Produktif Indonesia.
Rasulullah menginginkan wakaf disalurkan kepada tiga pihak, mereka yang membutuhkan, para pengelola dan nashab wakif yang masih membutuhkan dalam arti keluarga yaitu anak dan cucunya.
“Tugas kita saat ini meningkatkan literasi dan edukasi masyarakat soal wakaf karena tidak mungkin pangsa pasar wakaf itu semakin tumbuh jika kesadaran masyarakat tentang wakaf masih rendah,” kata Bobi.
Gerakan yang telah digagas oleh beberapa nazir seperti Dompet Dhuafa adalah hospital network yang berbasis wakaf seperti rumah sakit dengan membangun fasilitas kesehatan mulai dari rumah sakit umum, klinik dan lain sebagainya untuk mempermudah dhuafa mendapatkan layanan kesehatan.
“Salah satu mata rantai kemiskinan adalah kesehatan. Orang jadi miskin karena ada masalah kesehatan sehingga kita ingin menyelesaikan akar masalahnya,” jelas Bobi.
Oleh karena itu GWI memberikan layanan kesehatan dengan membangun rumah sakit dengan konsep berbasis wakaf tetapi layanan kesehatannya menggunakan intervensi dana zakat, infaq dan sedekah.
Islamic social finance berperan di dalam pengembangan fasilitas kesehatan untuk para dhuafa.
Pendidikan juga menjadi salah satu mata rantai kemiskinan masyarakat. GWI juga membangun sekolah-sekolah wakaf yang memang ditujukan kepada masyarakat dhuafa agar mendapatkan pendidikan terbaik.
“Jangan sampai tidak berwakaf karena wakaf akan menyelamatkan kita. Orang yang paling beruntung adalah mereka yang berwakaf, mereka yang sudah berhenti nafasnya tetapi mengalir terus pahalanya,” tutupnya.