Walimatul Ursy dalam Islam

Walimatul Ursy dalam Islam

Resepsi pernikahan. Foto: vncojewellery.com

Suaramuslim.netWalimatul Ursy atau disingkat Walimah adalah sebuah jamuan makan sebagai ucapan rasa syukur setelah diadakannya akad nikah. Dalam walimah, kedua mempelai beserta keluarga menyiapkan jamuan makan bagi para tamu undangan, kerabat, dan sanak saudara.

Nikah dianggap sah apabila telah dilaksanakan akad nikah. Dengan ketentuan harus ada kedua calon pengantin yang secara syariat diperbolehkan untuk menikah (bukan mahram), wali nikah dari pihak perempuan, dua saksi muslim laki-laki, dan ijab qobul. Setelah selesai akad nikah, diadakanlah walimah sebagai ungkapan syukur kepada Allah.

Walimah hukumnya sunnah. Ketika Rasulullah SAW mengetahui bahwa Abdurrahman bin Auf telah menikah, beliau bersabda kepadanya;

أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ

“Buatlah walimah walaupun (sekadar) dengan seekor kambing.” (HR. Al-Bukhari).

Banyak hikmah yang dapat diambil. Rasulullah sangat menganjurkan walimah walau hanya menyembelih seekor kambing.

Walimah hendaknya tidak dilaksanakan dengan bermewah-mewahan. Rasulullah mengucapkan: “Buatlah walimah walaupun walimah (sekadar) dengan seekor kambing,” kepada Abdurrahman bin Auf. Padahal Abdurrahman bin Auf sahabat yang terkenal dengan hartanya yang melimpah.

Rasulullah memerintahkan Abdurrahman bin Auf untuk mengadakan walimah, dari sini kita tahu bahwa walimah merupakan tanggungjawab laki-laki (suami), bukan tanggung jawab perempuan. Bahkan setelah akad yang sah langsung muncul kewajiban seorang suami untuk memberi nafkah berupa makan, pakaian, tempat tinggal, dan perasaan kepada istrinya.

Hari ini sudah sering kita jumpai umat muslim mengadakan walimah. Dalam praktiknya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar walimah dapat bernilai ibadah dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam.

1. Tidak memaksakan diri

Walimah sebagai rasa syukur atas nikmat Allah berupa prosesi akad nikah. Dibuktikan dengan memberikan makanan kepada tamu, kerabat, dan sanak saudara. Dengan demikian makanan walimah dihukumi sebagai sedekah atau hadiah.

Sesuaikanlah walimah dengan kemampuan. Jangan memaksakan diri. Tidak berlebih-lebihan, bermewah-mewahan, dan berlaku mubadzir. Jangan memaksakan diri berutang guna menggelar resepsi yang wah agar meninggalkan kesan meriah. Untuk membayar utangnya, biasanya berharap dari sumbangan tamu. Ini tentu tidak benar.

Walimahan juga jangan merepotkan orang banyak lantaran harus menyumbang. Meskipun menyumbang atau memberi hadiah itu boleh.

Umumnya dalam walimah terdapat kotak infaq. Seakan-akan tamu diwajibkan memberi infaq. Secara tersirat hal ini dapat dikatakan sebagai transaksi antara tuam rumah dengan para tamu. Tamu yang hadir juga belum tentu ikhlas ketika memberikan infaq. Buktinya infaq mereka diberi nama. Hal ini menunjukkan bahwa mereka mengharapkan timbal balik dari pihak. Mestinya makanan walimah diberikan dengan gratis agar bernilai sedekah.

2. Mempelai wanita di hadapan tamu laki-laki

Biasanya saat walimah kedua mempelai menempati panggung pernikahan. Tidak hanya dipajang, kedua mempelai juga didandani layaknya raja dan ratu. Padahal menurut Islam ketika seorang wanita berdandan yang paling berhak melihat hanya suaminya.

Salah satu hikmah walimah adalah sebagai syiar bahwa yang bersangkutan telah menikah. Agar tidak timpul fitnah. Suami istri yang sah berduaan tidak dianggap sebagai zina. Tetapi syiar ini juga harus dilaksanakan sesuai syariat. Walimah tetap sah tanpa harus memajang kedua mempelai.

3. Tidak mencampur tamu laki-laki dan perempuan

Walimah adalah acara makan-makan. Kebanyakan prasmanan. Hendaknya tamu laki-laki dan perempuan tidak dicampur. Khawatir terjadi campur baur (ikhtilat). Misalnya saat antre mengambil makan, biasanya akan berdesak-desakan antara laki-laki dan perempuan.

Dipisahnya tamu laki-laki dan tamu perempuan juga dapat menjaga pandangan dan tidak memberi kesempatan tamu ngobrol dengan yang bukan mahram.

Alangkah baiknya juga menyediakan tempat duduk yang memadai. Agar tamu undangan dapat makan minum dengan duduk, tidak berdiri. Walimah yang dilaksanakan di gedung biasanya tidak menyedikan kursi yang sepadan dengan jumlah tamu.

4. Tidak memakai musik yang jauh dari ajaran Islam

Sebagai umat muslim hendaknya kita lebih selektif dalam mengisi acara walimah agar tidak menimbulkan kemungkaran.

Hendaknya tidak memperdengarkan musik ataupun tontonan yang jauh dari budaya Islam. Akan tetapi diperbolehkan menabuh rebana (duff) dan melantunkan nyanyian-nyanyian yang tidak bertentangan dengan syariat. Hal ini pernah dilakukan di masa Rasulullah.

Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw bersabda, “Pemisah antara apa yang halal (yakni pernikahan) dan yang haram (yakni perzinaan) adalah duff dan shaut (suara) dalam pernikahan.” (HR. An-Nasa`i No. 3369, Ibnu Majah No. 1896. Dihasankan Al-Albani rahimahullahu dalam Al-Irwa` No. 1994). Makna shaut adalah pengumuman pernikahan, lantangnya suara dan penyebutan/pembicaraan tentang pernikahan tersebut di tengah manusia. (Syarhus Sunnah 9/47, 48).

Hikmah dari diperbolehkannya menabuh rebana dan memperdengarkan nyanyian adalah untuk mengumumkan (memeriahkan) pernikahan dan untuk menghibur kedua mempelai.

Bagaimana jika musik? Kembali pada hukum alat musik itu sendiri, yang masih menjadi khilaf di antara para ulama. Wallahu a’lam.

Artikel ini pernah tayang di Majalah Al-Falah YDSF edisi Januari 2019.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment