Wasiat tegar beridentitas muslim

Wasiat tegar beridentitas muslim

Ilustrasi mendidik anak. Ils: suaramuslim.net

Suaramuslim.net – Tantangan yang dihadapi orang yang beridentitas muslim sangat berat. Hal ini tidak lepas dari godaan dan buaian yang sangat indah dan berpotensi besar untuk memudarkan atau meruntuhkan keyakinannya.

Allah mewasiatkan kepada orang beriman untuk berpegang teguh pada identitas muslim hingga akhir hayat.

Pergeseran identitas itu dipengaruhi oleh pertemanan yang berkarakter lain yang berupaya memudarkan dan meruntuhkan iman sehingga berganti identitas lain.

Islam melarang kepada orang yang beriman untuk memilih teman yang lahiriyahnya baik, padahal hatinya selalu menginginkan kehancuran orang yang beridentitas muslim.

Orang muslim seringkali bersandar pada orang yang berupaya mengubah identitas dirinya, sementara Allah sebaik-baik sandaran, dan akan menolong hamba-hamba-Nya teguh di atas identitas muslim.

Wasiat istiqamah

Allah mewasiatkan kepada orang-orang beriman untuk berpegang teguh dan memegang prinsip beragama hingga akhir hayat. Wasiat agung ini terus digaungkan oleh para utusan Allah yang menginginkan umatnya bisa meraih kebahagiaan tertinggi di surga.

Tantangan berat yang dihadapi orang-orang ingin memegang teguh keyakinannya, tidaklah ringan.

Berbagai upaya untuk menggoyang dan mengganti pribadi orang muslim dengan identitas yang lain sangat beragam. Banyak pihak menggunakan segala daya dan upaya untuk meruntuhkan keyakinan seorang muslim yang sudah tertanam kuat.

Oleh karenanya Allah mengingatkan kepada orang-orang yang beriman untuk kokoh dalam memegang tali iman hingga ajal tiba. Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya:

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَ نْـتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” (Q.S. Ali Imran: 102).

Tantangan untuk menjadi muslim secara totalitas sangatlah besar. Muslim yang memegang teguh agamanya memiliki karakter yang melekat dan senantiasa dijalankan dalam kehidupan setiap hari.

Karakter yang melekat itu di antaranya, menyeru manusia untuk berbuat baik dan mencegah kemungkaran yang dilihatnya. Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya:

  وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِا لْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُ ولٰٓئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali Imran: 104).

Namun godaan untuk memegang teguh identitas yang baik itu mengalami goncangan yang amat dahsyat. Di antaranya, sulit untuk bersikap jujur ketika di tengah masyarakat. Kedustaan merupakan hal lumrah. Orang yang khianat justru berada di kekuasaan. Sifat amanah sangat jarang karena kebohongan bukan hanya merebak tetapi menjadi budaya. Keadilan pun sebagai barang yang langka karena kekuasaan dikuasai oleh orang-orang yang zalim.

Menjadi orang yang beridentitas muslim harus tetap istiqamah dengan karakter dan sifat yang melekat pada dirinya di tengah masyarakat. Karena berbagai upaya untuk menghancurkan karakter itu sangat kencang. Allah lah sebagai sandaran yang kokoh dan akan menolong untuk mempertahankan identitas itu.

Tantangan berat beridentitas Muslim

Pertemanan yang salah merupakan awal hancurnya identitas seorang muslim. Orang muslim pada dasarnya bisa bergaul dan berprasangka baik kepada siapapun. Namu mereka terkadang tidak menyadari bahwa ada orang yang memiliki watak dan karakter buruk yang menginginkan orang muslim menjadi seperti dirinya.

Allah memberi sinyal sekaligus peringatan agar orang muslim berhati-hati dalam menaruh kepercayaan kepada orang yang menginginkan mereka hidup susah dan hancur kehidupannya. Hati mereka tertutupi dengan sikap mereka yang lemah lembut guna menutupi hatinya yang terbakar untuk menghancurkan kaum muslimin.

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّخِذُوْا بِطَا نَةً مِّنْ دُوْنِكُمْ لَا يَأْلُوْنَكُمْ خَبَا لًا ۗ وَدُّوْا مَا عَنِتُّمْ ۚ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَآءُ مِنْ اَفْوَاهِهِمْ ۖ وَمَا تُخْفِيْ صُدُوْرُهُمْ اَكْبَرُ ۗ قَدْ بَيَّنَّا لَـكُمُ الْاٰ يٰتِ اِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang-orang yang di luar kalanganmu (seagama) sebagai teman kepercayaanmu, (karena) mereka tidak henti-hentinya menyusahkan kamu. Mereka mengharapkan kehancuranmu. Sungguh, telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang tersembunyi di hati mereka lebih jahat. Sungguh, telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu mengerti.” (Q.S. Ali Imran: 118).

Orang yang beridentitas Islam berprasangka baik dalam menjalin hubungan dengan orang yang berniat buruk padanya. Ketidakmampuan untuk mengenal musuh secara tersembunyi itulah yang membuat sebagian kaum muslimin bersinergi dengan orang hatinya kafir.

Allah mengabadikan sebagian orang muslim yang bergandeng tangan dan larut bersama orang yang beridentitas kafir. Allah menarasikan dengan baik fenomena itu sebagaimana firman-Nya:

هٰۤاَ نْتُمْ اُولَآ ءِ تُحِبُّوْنَهُمْ وَلَا يُحِبُّوْنَكُمْ وَتُؤْمِنُوْنَ بِا لْكِتٰبِ كُلِّهٖ ۚ وَاِ ذَا لَقُوْكُمْ قَا لُوْۤا اٰمَنَّا ۖ وَاِ ذَا خَلَوْا عَضُّوْا عَلَيْكُمُ الْاَ نَا مِلَ مِنَ الْغَيْظِ ۗ قُلْ مُوْتُوْا بِغَيْظِكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ بِۢذَا تِ الصُّدُوْرِ

“Beginilah kamu! Kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukaimu, dan kamu beriman kepada semua kitab. Apabila mereka berjumpa kamu, mereka berkata, “Kami beriman,” dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari karena marah dan benci kepadamu. Katakanlah, “Matilah kamu karena kemarahanmu itu!” Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala isi hati.” (Q.S. Ali Imran: 119).

Seorang yang beridentitas muslim selayaknya mengenal dengan baik karakter orang yang dijadikan teman akrabnya. Salah mengidentifikasi karakter teman bukan hanya berakibat buruk bagi dirinya, tetapi akan menghancurkan agamanya.

Surabaya, 4 Nopember 2022

Dr. Slamet Muliono R.
Dosen Prodi Pemikiran Politik Islam
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
UIN Sunan Ampel Surabaya
Opini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan, dapat memberikan hak jawabnya. Redaksi Suara Muslim akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment