Penulis: Dr. Slamet Muliono
Suaramuslim.net – Dalam sejarah konflik peradaban, Yahudi memiliki peran signifikan dalam menyulut api gejolak dan peperangan di suatu negara. Konflik yang di era Nabi ketika di Madinah, Yahudilah yang melakukan provokasi terhadap Bani Quraidhah untuk mengkhianati perjanjian yang sudah disepakati dengan Nabi. Demikian pula ketika terjadi perjanjian Hudaibiyah, dimana kaum muslimin dan kafir Quraisy tidak lagi bermusuhan. Namun orang Yahudi bekerjasama dengan kaum munafik Madinah untuk memusuhi Nabi. Demikian pula ketika terjadi perang Jamal, dimana Aisyah-Thalhah, dan Zubair disulut untuk berperang melawan kelompok Ali, tidak lepas dari taktik dan strategi jahat kelompok Yahudi.
Berikut ini dipaparkan bagaimana Nabi dan para sahabatnya memerangi Bani Nadhir yang tinggal di Khaibar. Sebelumnya Bani Nadhir sudah terusir dari kota Madinah dan menetap di Khaibar. Hal ini karena telah melecehkan seorang wanita muslimah yang berujung pada pembunuhan terhadap salah seorang sahabat yang membela kehormatannya. Untuk memerangi Bani Nadhir yang ada di Khaibar, Nabi memimpin langsung dan mendatanginya. Motif penyerangan ke Khaibar, disebabkan perilaku Huyay bin Akhthaf, pemimpin Bani Nadhir yang telah memprovokasi Bani Quraidhah sehingga membuka pintu bagi masuknya kafir Quraisy sehingga menyerang Nabi.
Peperangan Khaibar dan Hancurnya Kekuatan Yahudi
Dalam perjalanan menuju Khaibar, Nabi menyuruh 2 orang sebagai penunjuk jalan. Nabi ditunjukkan jalan ke arah tujuan melewati Murhab, sebuah jalan menuju Khaibar. Amir bin Al-Aqwa diminta untuk membuat syair untuk menyemangati para sahabat sehingga bersemangat dalam perjalanan memerangi Yahudi di Khaibar. Mendengar syairnya yang penuh semangat, Nabi mendoakan kebaikan padanya.
Sebagaimana biasanya, Nabi ketika hendak menyerang musuh saat setelah shalat subuh. Pada saat itu Nabi mengabari bahwa pasukan akan dipimpin oleh seseorang yang dicintai Allah dan rasul-Nya. Para sahabat bersiap-siap dan berkeinginan untuk ditunjuk sebagai pemimpin pasukan. Pada saat itu, Ali bin abi Thalib dipanggil Nabi untuk ditunjuk sebagai panglima. Pada saat itu Ali sakit mata dan oleh Nabi langsung diobati dan langsung sembuh.
Setelah shalat subuh, Nabi menggerakkan pasukannya untuk mendekati benteng Khaibar. Masyarakat umum Yahudi tidak mengetahui adanya serangan ini. Sahabat Nabi yang bernama Hubaib bin Mundhir menyampaikan usul agar Nabi berpindah dan menjauh dari benteng karena musuh akan mudah mencelakakan kaum muslimin. Orang Yahudi akan mudah memanahnya jika mendekati benteng.
Dalam peperangan itu, Marhab, jagoan dan ahli berkelahi Yahudi, menantang duel kaum muslimin. Saat itu majulah Amir bin Al-Aqwa, dan dengan mudah Marhab berhasil membunuhnya. Setelah itu maju Ali bin Abi Thalib, dan dengan cepat Marhab berhasil dibunuhnya. Dengan matinya Marhab maka penyerangan terhadap benteng Yahudi terus dilakukan, hingga takluklah orang Yahudi di Khaibar ini.
Dalam perang itu, Kinanah bin Huqaiq, menantu Huyay bin Akhthaf berhasil dibunuh karena berkhianat. Dia mati dan meninggalkan seorang istri, Shofiyah, yang nantinya diperistri oleh nabi. Kinanah dibunuh karena berkhianat dan mengaku tidak mengetahui harta simpanan mertuanya. Padahal dia mengetahui harta kekayaan itu disimpan. Saat selesai perang, datanglah sahabat Dihyah Al-Kalbi kepada Nabi untuk memilih budak untuk dipersuntingnya. Maka terpilihlah Shofiyah binti Huyay bin Akhthaf. Begitu selesai memilih maka Dihyah datang ke Nabi, dan para sahabat memberi masukan kepada Nabi untuk mengambilnya. Maka Nabi meminta Dihyah untuk mengambil yang lain dan pilihannya diambil Nabi.
Setelah itu, Nabi memerdekakan Shofiyah dan menikahinya. Nabi mendapati wajah Shofiyah membiru dan memar. Shofiyah bercerita bahwa hal ini karena ditempeleng oleh mantan suaminya. Shofiyah menceritakan bahwa suatu malam dia bermimpi bahwa rembulan tidak berada di tempatnya dan jatuh di pangkuannya. Mendengar hal itu, suaminya (Kinanah bin Abi Huqaiq) langsung menamparnya. Ternyata benar bahwa rembulan yang jatuh di pangkuannya itu adalah Rasulullah dan sekarang menjadi suaminya.
Kekalahan orang Yahudi di Khaibar itu membuat Islam semakin kuat. Orang Yahudi meminta hak untuk tetap menggarap pertanian dan menyerahkan hasilnya kepada kaum muslimin. Mendengar kekalahan di Khaibar itu, orang Yahudi yang ada di Fadak langsung meminta damai dan menyerahkan separuh tanah mereka kepada Nabi. Proses penyerahan tanah ini tidak melalui peperangan. Tanah Fadak inilah yang nantinya akan menjadi sengketa antara Abu Bakar dan Fatimah, dan orang-orang Syiah inilah yang membesar-besarkan masalah ini, hingga menjelek-jelekkan khalifah Abu Bakar.
Telah menjadi watak dasar bagi Yahudi untuk selalu membuat konflik dalam masyarakat. Hal ini bisa dilihat dari sejarah kejahatan Yahudi yang pernah membunuh kaum Nasrani. Dalam sejarah Yaman, Yahudi pernah tinggal disana dan berhasil menguasai wilayah itu. Saat berkuasa, Yahudi membunuh masyarakat Yaman, yang mayoritas penduduknya memeluk agama Nasrani. Mendengar adanya pembunuhan terhadap orang Nasrani, maka raja Romawi mengirim surat kepada Raja Habasyah. Raja Habasyah menjadi sekutu Romawi dan berdekatan dengan Yaman karena kesamaan agama. Berangkatlah Raja Habasyah, yang dipimpin oleh Abrahah untuk menyerang Yaman. Penyerangan itu sebagai balasan atas kejahatan kaum Yahudi terhadap penduduk Yaman. Abrahah itulah yang nantinya mengirim pasukan ke Makkah untuk menyerang Ka’bah. *
*Ditulis di Surabaya, 12 September 2018
*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net