10 Fakta Menarik Trenggiling yang Dianggap Penyebar Virus Corona

10 Fakta Menarik Trenggiling yang Dianggap Penyebar Virus Corona

Hewan trenggiling. Foto: equator.co.id

Suaramuslim.net – Selama beberapa pekan belakangan, ular dan kelelawar dianggap sebagai penyebar wabah virus corona di Wuhan, Cina ke manusia. Namun, melalui investigasi lebih lanjut, peneliti dari Cina mengatakan bahwa ada kemungkinan trenggiling juga turut andil dalam penyebaran virus berbahaya tersebut.

Beberapa makanan di Cina cenderung menggunakan hewan liar sebagai bahan utamanya. Mulai dari pemanfaatan cula badak, otak monyet, hingga tulang dan penis macan. Meski begitu, hewan liar yang kerap digunakan adalah trenggiling. Hewan tersebut terkenal akan sisiknya yang kerap dijadikan sebagai bahan makanan oleh masyarakat Cina karena dipercaya memiliki beberapa manfaat.

Trenggiling adalah mamalia dari ordo Pholidota. Spesies ini hidup di Afrika dan Smutsia yang terdiri dari dua spesies juga tinggal di Afrika. Spesies ini memiliki berbagai ukuran dari 30 sampai 100 cm.

Nama pangolin berasal dari bahasa Melayu “pengguling.” Trenggiling ditemukan secara alami di daerah tropis di seluruh Afrika dan Asia.

Hewan dengan nama ilmiah manis ini telah diburu sejak lama. Kulit mereka diambil untuk dijadikan obat-obatan. Bahkan di sebagian wilayah Afrika, mereka disajikan sebagai hidangan mewah.

Yuk simak beberapa fakta menarik yang wajib kamu tahu tentang trenggiling.

1. Terdiri dari 8 spesies, dua di antaranya kritis terancam punah

Trenggiling terdiri dari empat spesies yang hidup di Afrika dan empat spesies lagi di Asia. Seluruh 8 spesies yang masih hidup tengah menghadapi ancaman kepunahan akibat perdagangan liar.

Trenggiling Sunda atau trenggiling Jawa yang hidup di hutan-hutan Indonesia juga tak luput dari ancaman kepunahan. Bahkan, trenggiling Sunda merupakan satu dari dua spesies trenggiling yang kritis terancam punah menurut daftar merah IUCN. Spesies kritis terancam punah lainnya adalah trenggiling Cina yang hampir punah pada pertengahan tahun 1990.

2. Sisik keras trenggiling efektif melindungi dari serangan predator besar

Sisik trenggiling yang khas sangat efektif melindungi mereka dari serangan predator. Ketika terancam, trenggiling akan menggulung diri membentuk bola. Sisik ini cukup keras sampai predator besar seperti singa, harimau, dan macan tutul menyerah memangsanya.

Ironisnya, pertahanan diri ini tidak melindungi mereka dari manusia. Posisi defensif trenggiling justru membuat mereka lebih mudah ditangkap dan diambil manusia di alam liar.

3. Menjadi salah satu bahan baku obat-obatan tradisional Cina

Cina telah menyetop dana asuransi untuk obat yang mengandung sisik trenggiling pada April 2019. Kebijakan itu menyusul maraknya penggunaan sisik trenggiling untuk bahan campuran obat-obatan yang dipercaya berkhasiat mengatasi laktasi pada ibu menyusui, penyakit kulit, hingga asma.

Yayasan Keanekaragaman Hayati dan Pembangunan Hijau Cina menyebut, ada lebih dari 60 obat-obatan komersil dari lebih 200 perusahaan farmasi yang menggunakan bahan baku sisik trenggiling.

4. Melahirkan paling banyak satu anak dalam setahun

Trenggiling berkembang biak dengan sangat lambat, ia melahirkan paling banyak satu anak selama satu tahun. Dengan kata lain, butuh waktu lama untuk mengembalikan populasi yang kian lama kian surut karena praktik perdagangan di pasar gelap.

Selain itu, trenggiling juga mudah stress dan cenderung mati dalam kurungan. Sejauh ini, sebagian besar upaya ilmuwan untuk membiakkan trenggiling berujung gagal. Ahli biologi pun hanya punya sedikit informasi terkait pergerakan hewan ini dan ukuran populasinya. Padahal, kedua hal tersebut menjadi acuan penting untuk meramu upaya perlindungan terhadap trenggiling.

5. Satu-satunya mamalia yang seluruh tubuhnya ditutupi sisik

Dilansir dari situs resmi WWF dan National Geographic, trenggiling merupakan satu-satunya mamalia yang seluruh tubuhnya ditutupi sisik. Karakteristik ini membuat trenggiling yang memakan semut, rayap dan larva sering juga disebut sebagai “pemakan semut bersisik.”

6. Harapan hidup trenggiling

Ada asumsi kalau trenggiling bisa hidup sekitar 20 tahunan di alam liar. Trenggiling tertua yang pernah hidup di penangkaran berusia 19 tahun. Namun, trenggiling sangat langka ditemukan di kebun binatang. Sebab trenggiling yang hidup di penangkaran cenderung kekurangan gizi, mudah stress, rentan depresi, dan terancam kematian dini. Oleh karena itu, tidak ada yang benar-benar tahu, berapa rata-rata usia seekor trenggiling.

7. Jutaan trenggiling dibunuh dan diperdagangkan

Dalam dekade terakhir, perdagangan dan pembunuhan trenggiling naik pesat. Diperkirakan ada 100 ribuan trenggiling dari seluruh Asia dan Afrika yang ditangkap setiap tahunnya.

Mayoritas dikirimkan ke Vietnam dan Tiongkok. Sebab di sanalah pasar sisik dan daging trenggiling paling ramai. Kini International Union Conservation of Nature (IUCN) sudah memasukkan trenggiling ke dalam daftar merah binatang yang terancam punah.

8. Lidah trenggiling bisa lebih panjang dari tubuhnya

Trenggiling secara alami memiliki lidah panjang karena sumber makanan mereka yang ada di bawah tanah. Lidah panjang dan air liur lengket mereka digunakan untuk mencapai isi sarang semut atau serangga. Biasanya, lidah mereka bisa mencapai lebih dari 40 cm, melebihi panjang tubuh mereka.

9. Sisik trenggiling terbuat dari keratin

Trenggiling merupakan satu-satunya mamalia yang seluruh tubuhnya tertutup keratin. Sekitar 20% dari jumlah bobot tubuh mereka datang dari sisik. Sisik ini terbuat dari keratin, material serupa yang membentuk kuku kita. Meskipun demikian, masih banyak orang yang percaya bahwa sisik trenggiling bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit.

10. Penglihatan trenggiling buruk

Tujuh spesies trenggiling lebih aktif pada malam hari. Sedangkan trenggiling ekor panjang asal Afrika Tengah dan Barat rutin beraktivitas pada siang hari. Trenggiling yang nocturnal memiliki mata mungil. Indera penglihatan mereka sangat buruk. Namun mereka mampu menemukan bukit semut dan gundukan rayap dengan memanfaatkan indera pendengaran dan penciuman.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment