-
2) Cinta dan Peduli pada Orang-Orang Beriman
Ini adalah karakter kedua. Rasulallah bersabda:
“Orang-orang beriman seperti satu kesatuan bangunan yang saling menguatkan” (Al-Bukhari and Muslim,222)
Ini artinya sikap kerjasama Anda dengan saudara-seiman merupakan indikasi keimanan Anda, jika Anda mencintai saudara-seiman dan membantu mereka dari kesulitan mereka, ini akan menjadi indikasi keimanan Anda; saling membantu merupakan salah satu karakteristik orang mukmin. Dikatakan:
Seorang mukmin memiliki empat musuh. Orang beriman yang iri hati, orang munafik yang pembenci, Setan yang menyimpang, orang kafir yang memusuhi. Jika orang beriman iri satu sama lain, maka tingkat iman mereka dikatakan rendah.
Jadi karakter kedua orang beriman adalah mencintai dan membantu sesama saudara Muslim, merasakan rasa sakit dan suka cita mereka, bahagia atas kebahagiaan saudara yang lain. Jika saudara Muslim Anda mendapatkan sesuatu yang baik, berhasil dalam pekerjaannya atau pernikahan, atau mendapat penghargaan atau lulus sarjana, dan Anda merasa bahagia untuknya, maka Anda adalah mukmin sejati. Adapun orang munafik, Allah berfirman:
“Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi Jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.” (3:120)
-
3) Orang mukmin sejati adalah Orang yang Berakhlak Baik
Abu Darda ‘meriwayatkan bahwa Nabi saw, mengatakan:
“Tidak ada sesuatu yang diletakkan pada timbangan hari kiamat yang lebih berat daripada akhlak yang mulia, dan sesungguhnya orang yang berakhlak mulia bisa mencapai derajat orang yang berpuasa dan shalat.” (At-Tirmidzi, 2002)
Iman berarti: moralitas, keberanian, kemurahan hati, kesabaran, pengampunan, toleransi, dan kerendahan hati.
Bila Anda menggambarkan seseorang sebagai “mukmin”, ini berarti bahwa ia adalah orang yang berakhlak baik, karena jika ia tidak sopan, orang akan membenci agama ini karena dia, dan tidak akan mendapatkan ridha Allah sebagai imbalan. Selain itu, perilakunya dengan keluarganya di rumah menunjukkan tingkat moralitasnya, seperti Nabi, saw, mengatakan:
“Sebaik-baik kamu adalah yang terbaik di antara kamu ke keluarganya” (At-Tirmidzi, 2612)
Tidak ada pengawasan pada manusia di rumahnya; ia tidak takut apa-apa. Jika dia berakhlak baik dan memperlakukan keluarganya dengan baik, maka pasti ia berperilaku baik dengan orang lain. Dan sebaliknya, jika dia baik dan sopan dengan orang-orang di luar rumahnya, tapi pemarah di rumah, ini berarti bahwa kebaikan dan kesopanan tersebut bukanlah moral yang akan memuaskan Allah, karena itu adalah kepentingan diri sendiri yang bergantung pada kecerdasan seseorang dan manfaatnya. Nabi saw bersabda:
“Seorang mukmin yang berperilaku baik mencapai pahala yang sama dengan orang yang sering berpuasa dan shalat qiyamul lail.” (At-Tirmidzi, 108)