12 Butir Adab Seorang Guru

12 Butir Adab Seorang Guru

12 adab guru

Suaramuslim.net – Guru sing digugu lan ditiru. Guru adalah orang yang dipercaya dan ditaati. Itulah pepatah Jawa tentang guru. Pepatah ini sejalan dengan tradisi keilmuwan Islam. Para ulama senantiasa mengingatkan agar seyogyanya para ilmuwan, guru, berhias diri dengan adab dan akhlak mulia agar dapat ditiru. Tanpa adab, ilmunya tidak akan membawa banyak manfaat, bahkan bisa menimbulkan kerusakan.

Ibarat roti, adab adalah tepung sebagai bahan utama. Gula, garam, pengembang, dan bahan-bahan lain adalah ilmu yang membentuk cita rasa roti. Dengan adab yang baik, walaupun sedikit ilmu, seseorang akan mulia. Sebaliknya, walaupun ilmu tinggi selangit, tetapi adab buruk, seseorang akan hina di mata manusia apalagi di mata Allah.

Dr. Adian Husaini, salah satu pakar peradaban dan pendidikan Islam yang dimiliki negeri ini, menaruh perhatian penting terhadap adab guru. Dalam bukunya Pendidikan Islam Mewujudkan Generasi Gemilang Menuju Negara Adidaya 2045, Dr. Adian menulis satu bab khusus tentang guru berjudul, “Menjadi Guru Beradab”.

Adab Guru

Menukil Imam Ibnu Jama’ah dalam kitabnya Tadzkirah al-Sami’ wa al-Mutakallim fii Adab al-’Ilm wa al-Muta’allim, secara umum ada tiga adab yang harus diamalkan oleh guru, yaitu adab terhadap diri sendiri, adab mengajar, dan adab terhadap murid.

Berikut ini 12 butir adab guru terhadap dirinya sendiri dari Imam Ibnul Jama’ah sebagaimana diuraikan oleh Dr. Adian Husaini dalam Pendidikan Islam.

  1. Senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dan merasa diawasi oleh-Nya (muraqabatullah), baik ketika sendirian, maupun di keramaian. Dengan demikian, akhlaknya akan tetap terjaga, baik lisannya, perbuatannya, pemikirannya, dan pemahamannya, serta amanah keilmuannya.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan juga janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui” (QS. Al-Anfal:27)

Ayat ini ditafsirkan oleh Ibn Jama’ah, bahwa dengan muraqabatullah seorang ilmuwan tidak akan berperilaku khianat atas ilmu yang diamanahkan kepadanya, karena khianat ilmu berarti sama dengan mengkhianati Allah dan Rasul-Nya.

Ibn Jama’ah berdalil bahwa ilmuwan (ulama) adalah pewaris para Nabi dan Rasul, “Para ulama adalah pewaris Nabi, dan para nabi tidak mewariskan dinar ataupun dirham, mereka hanya mewariskan ilmu, maka barangsiapa mengambilnya maka ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. Tirmidzi)

  1. Hendaknya setiap ilmuwan memelihara ilmunya, sebagaimana para ulama salaf memeliharanya. Artinya, ia senantiasa menjaga ilmunya agar tidak jatuh ke dalam hal yang rendah dan hina. Seperti menukar ilmu dengan segala hal yang sifatnya materi duniawi, sehingga dirinya terhalang dalam menyampaikan kebenaran, karena kebenaran yang ada pada ilmunya telah tergadaikan dengan dunia.
  2. Hendaknya setiap ilmuwan berperilaku zuhud dalam urusan duniawi. Artinya, dirinya tidak menggantungkan ilmunya pada kepentingan duniawi. Dunia hanya sebagai sarana penunjang keilmuwannya, bukan tujuan akhir dalam kehidupannya.
  3. Hendaknya setiap ilmuwan tidak menjadikan ilmunya sebagai alat untuk mencapai kepentingan-kepentingan duniawi, berupa jabatan, kekayaan, popularitas, atau untuk bersaing dengan orang lain. Dengan demikian, dirinya akan terhindar dari sifat tamak terhadap dunia, yang semua itu akan menjatuhkannya dalam kehinaan.
  4. Hendaknya setiap ilmuwan menghindari segala profesi, atau tempat-tempat yang secara syari’at dan adat dipandang kurang bermartabat. Hal itu, untuk menghindari praduga-praduga negatif yang menjatuhkan martabat (muruah)
  5. Hendaknya setiap ilmuwan menjaga syi’ar-syi’ar keislaman. Seperti melazimkan shalat secara berjama’ah di masjid, menyebarkan salam, beramar ma’ruf nahi munkar, sabar dan santun dalam bersikap. Demikian juga termasuk bagian syi’ar adalah berpegang teguh terhadap sunnah dalam bersikap, dan menjauhi segala macam bid’ah. Semua itu, akan melahirkan citra positif terhadap diri ilmuwan dan ilmu yang diembannya.
  6. Hendaknya setiap ilmuwan menjaga amalan-amalan sunnah, baik yang berupa ucapan maupun perbuatan. Seperti, rutinitas membaca Al-Qur’an beserta renungan maknanya, menjaga shalat-shalat sunnah, puasa-puasa sunnah, qiyamul lail, berdzikir, bershalawat, bertasbih. Demikian itu akan menambah kekuatan ruhani pada diri ilmuwan, sehingga teguh pendiriannya dalam mengemban amanah ilmunya.
  7. Hendaknya setiap ilmuwan memiliki loyalitas yang tinggi terhadap masyarakat, memerlukan mereka dengan akhlak yang mulia. Seperti, berwajah ceria saat berjumpa orang lain, menyebarkan salam, peduli sosial, membantu orang yang sedang kesusahan, pandai berterima kasih, membela yang tertindas, lemah-lembut terhadap fakir miskin, dan bekerjasama dalam kebaikan.
  8. Hendaknya setiap ilmuwan mensucikan dirinya dari segala bentuk akhlak tercela, dan menghiasi dirinya dengan akhlak terpuji, baik lahir maupun batin. Oleh karenanya seorang ilmuwan harus mengosongkan dirinya dari sifat iri hati, pemarah, menipu, takabur, pamer, mencari popularitas (sum’ah), persaingan duniawi, dusta, kikir. Kemudian mengisi dirinya dengan sifat qana’ah, pemaf, jujur, tawadhu’, ikhlas sidiq, amanah, dermawan.
  9. Hendaknya setiap ilmuwan rajin menambah wawasan keilmuwannya, dengan cara memperbanyak membaca, menghafal, menganalisa, mengkaji masalah, meneliti, dan menuangkannya dalam bentuk karya ilmiyah. Hal ini sebagaimana yang dicontohkan oleh Imam Syafi’i, dimana menurut salah satu muridnya yang bernama Ar-Rabi’, bahwa Imam Syafi’i jarang makan pada siang harinya, dan jarang tidur pada malam harinya, karena disibukkan dengan mengkaji banyak masalah-masalah keilmuwan dan membukukannya.
  10. Hendaknya setiap ilmuwan tidak segan untuk belajar kepada orang yang berada di bawahnya, baik secara usia, kedudukan, maupun nasab. Hal itu dikarenakan, ilmu dan hikmah adalah barang yang hilang dari tangan orang mu’min, yang harus diraih kembali kepangkuannya.
  11. Hendaknya setiap ilmuwan memiliki keahlian dalam dunia tulis-menulis, khususnya dalam bidang yang ditekuninya. Hal itu dimaksudhkan sebagai wahana untuk menyalurkan ilmunya di tengah-tengah masyarakat luas, dan pengembangan dunia akademik.

Demikianlah 12 butir adab ilmuwan, adab guru. Semoga Allah ta’ala menjadikan kita ilmuwan, guru, pendidik yang beradab. Allahumma amiin.

Kontributor: Wahyudi Husain*
Editor: Oki Aryono

*Staf Pengajar Pesantren At-Taqwa Depok

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment