4 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK: Kasus Intimidasi dan Persekusi

4 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK: Kasus Intimidasi dan Persekusi

4 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK: Kasus Intimidasi dan Persekusi
(Foto: suaramerdeka.com)

SURABAYA (Suaramuslim.net) – Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) menyelesaikan tahun ke-4 dan memasuki tahun ke-5 pemerintahannya pada 20 Oktober 2018. Banyak hal yang patut dievaluasi selama empat tahun terakhir pemerintahan Jokowi-JK, satu di antaranya persoalan intimidasi dan persekusi.

Pengamat sosial Agus Maksum mencontohkan beberapa kasus persekusi pada tahun 2018, antara lain kasus persekusi terhadap Ustadz Abdul Somad, pada akhir 2017.

Pada kasus ini, lanjut Agus, Ustadz Abdul Somad merupakan korban dari aksi teriakan, makian, dan cacian sejumah orang di Bali, sehingga harus membatalkan jadwal ceramahnya di sejumlah daerah.

“Hal serupa terjadi pada aktivis Neno Warisman, sekelompok massa menghalangi dan mengusir di gerbang Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, Riau, Sabtu (25/8/2018). Kedatangan Neno Warisman untuk menghadiri acara deklarasi #2019GantiPresiden yang rencananya dilakukan Ahad di Surabaya pun batal,” ungkap Agus dalam talkshow Ranah Publik di radio Suara Muslim Surabaya 93.8 FM (26/10).

Agus menyebut, peristiwa persekusi juga terjadi di Surabaya (27/8/2018), sekelompok massa mengepung hotel tempat Ahmad Dhani menginap.

Sekelompok massa itu menghalangi Ahmad Dhani agar tidak bisa keluar hotel menuju lokasi deklarasi gerakan #2019GantiPresiden.

Menanggapi hal itu, Dr. Hufron, dosen Hukum dari Universitas 17 Agustus Surabaya mengatakan, persekusi merupakan pemburuan karena alasan permusuhan, perbedaan paham politik, ras, jenis kelamin, agama, dan budaya. Seseorang yang mendapat persekusi mendapat pengejaran, penganiayaan, pelecehan dan intimidasi.

“Istilah persekusi disebutkan di dalam hukum HAM internasional, yaitu Konvensi tentang Genosida, Statuta Roma tentang Pengadilan Kejahatan Internasional, dan beberapa pengadilan kriminal internasional,” tuturnya.

Hufron menyebut, di Indonesia sendiri, tindakan persekusi sudah diatur dalam Undang-undang No 26/2000 tentang Pengadilan HAM di Pasal 9 huruf (h), berbunyi “Persekusi merupakan penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional.”

“Ketentuan pidana mengenai pengancaman Pasal 368 ayat (1) KUHP, barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun,” jelas dosen hukum Untag Surabaya ini.

Reporter: Dani Rohmati
Editor: Muhammad Nashir

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment