Banyak beredar tulisan tentang Ustadz Abdul Somad, Lc., M.A., baik yang menunjukkan sikap pro maupun kontra dengan beliau. Pandangan pro-kontra terhadap seorang tokoh merupakan hal biasa, selama penilaiannya tersebut cukup adil, tidak tendensius
Di tulisan ini, saya juga akan mencoba menulis tentang tema ini. Semoga tulisan ini bermanfaat dan tidak teranggap sia-sia, karena sudah cukup banyak tulisan tentang beliau. Saya akan tulis poin demi poin.
-
Ustadz Abdul Somad Orang Berilmu dan Kita Harus Pro Padanya
Beliau adalah orang yang berilmu, bisa dilihat dari riwayat belajar beliau, tulisan serta ceramah-ceramah beliau. Pandangan alam (worldview) beliau pun Islami, sekaligus beliau dikenal pembelaannya terhadap Islam dan umat Islam. Semua ini seharusnya sudah cukup untuk menunjukkan, beliau adalah tokoh umat Islam Indonesia, dan kita harus bersikap pro padanya.
2. Ustadz Abdul Somad juga punya kelemahan
Namun, sebagaimana ungkapan “Tak ada gading yang tak retak”, tentu kita harus akui bahwa beliau juga punya kelemahan dan kekurangan, bahkan di bidang yang beliau dianggap (oleh orang) ‘expert’ di sana. Jadi, kita tentu tak akan bersikap ghuluw dalam memposisikan dan memuji beliau.
Sebagian orang mengagumi beliau karena tema ceramah beliau yang dianggap bisa memposisikan persoalan khilafiyyah dengan baik, tidak mudah menyesatkan, dll. Alhamdulillah, itu bagus. Meskipun, saat ini, itu sebenarnya sudah tak terlalu istimewa, karena cukup banyak da’i yang mengangkat hal yang sama.
Di bagian ini juga, harus kita akui, beliau tetap ‘tak sempurna’. Ada sisi, yang harus diakui, kadang penyampaian beliau ‘agak berat sebelah’. Ini tak masalah, toh beliau manusia yang tak ma’shum. Kita tak mencela beliau karena hal ini. Sebagaimana kita juga tak memuji beliau berlebihan.
3. Ustadz Abdul Somad Berpotensi Menggantikan KH Zainuddin MZ
Salah satu permisalan yang cukup tepat untuk beliau adalah, beliau semisal KH. Zainuddin, MZ, di masa lalu. Sama-sama punya kemampuan retorika dan ceramah yang khas, menarik bagi banyak orang, dan sama-sama layak disebut da’i sejuta umat.
Bedanya, KH. Zainuddin MZ, sudah wafat, dan selama bertahun-tahun bahkan puluhan tahun, sebutan da’i sejuta umat tetap melekat kepada beliau. Artinya, beliau tidak hanya tren sesaat. Sedangkan Ust. Abdul Somad, meskipun ‘isi materi’ sepertinya lebih berisi, namun popularitas beliau belum terlalu lama didapatkan, dan kita belum tahu, sampai kapan hal ini akan berlanjut.
Perlu kita ketahui, hal-hal unik di era sebelum media sosial menggurita, biasanya lebih tahan lama. Berbanding terbalik dengan era setelah sosial media, di mana kita sudah dibiasakan untuk beralih dari satu tren ke tren berikutnya, bahkan ‘tanpa diberi kesempatan untuk menghela nafas’.
5. Mendukung Perjuangan Islam di Ranah Politik
Antara KH Zainuddin MZ dan Ustadz Abdul Somad, sama-sama dikenal pro “Islam Politik”. Bedanya, Ust. Abdul Somad lebih terbuka. Dan hal ini wajar, karena eranya memang berbeda. Kita tentu tahu, sekadar menyindir penguasa secara halus saja di era Orde Baru, resiko penjara bahkan kematian, harus siap diterima.
6. Teruji Secara Tabligh tapi Belum Dalam Memimpin Gerakan
Namun, harus diakui, Ust Abdul Somad baru teruji dalam ranah tabligh, berbicara agama di hadapan banyak orang. Beliau, paling tidak dalam kacamata orang umum, belum teruji memimpin sebuah pergerakan besar umat Islam. Hal ini berbeda dengan sosok Habib Rizieq Syihab dan Ustadz Bachtiar Nasir, yang telah mampu memimpin aksi 212 yang fenomenal itu.
7. Belum Teruji di Ranah Politik
Sebagian orang mengusulkan Ust Abdul Somad menjadi pemimpin politik negeri ini di tahun 2019. Usulan yang tentu tidak akan diterima oleh rekan-rekan harakah yang tidak mau ikut pemilu demokrasi. Tapi, kita tidak berbicara hal itu saat ini.
Kita bicara tentang, kemampuan dan keterujian beliau dalam ranah politik. Apalagi jika yang kita harapkan, beliau bisa membawa warna politik Islam yang lebih kental. Dunia politik praktis itu kejam, dan kita belum tahu kapasitas ustadz kita ini dalam menghadapi kejamnya dunia tersebut.
Jika salah langkah, maka bukan maslahat yang didapatkan, melainkan dharar. Dharar bagi sang ustadz sendiri, juga dharar bagi perjuangan Islam itu sendiri.
Ada yang berargumen, bahwa tukang mebel bermodal turun got saja bisa menjadi presiden, apalagi seorang ustadz. Maka kita katakan, itu benar. Bisa jadi, secara popularitas dan elektabilitas, sang ustadz bisa menjadi ‘kuda hitam’, bahkan kandidat kuat presiden negeri ini. Namun, jika kita menyesal pernah punya pemimpin karbitan, memimpin negara dengan kualitas pemimpin kabupaten, tentu kita tak akan mengulangi hal yang sama.
8. Ustadz Abdul Somad Harus Kita Doakan
Kita doakan ustadz Abdul Somad, dan seluruh du’at ilallah, yang menginginkan ishlah untuk umat ini, selalu dilindungi dan dijaga oleh Allah ta’ala, dijauhkan dari berbagai fitnah dunia, termasuk fitnah harta dan kekuasaan yang menipu.
Wallahu a’lam.