Suaramuslim.net – Memang harus diakui, pengaruh media sangat kuat. Dari media inilah orang tergugah empati dan simpatinya. Pengaruh media sering kali lebih kuat daripada aspek hukum seperti dalil agama, undang-undang, atau kewajiban. Melalui media massa, masyarakat disentuh hati nuraninya sehingga melahirkan rasa simpati dan empati kepada pihak yang membutuhkan pertolongan.
Demikian penjelasan Dr. Abdusalam Nawawi, MAg, Ketua BAZNAS Jawa Timur ketika ditanya tentang maraknya penggalangan dana secara sukarela di media sosial. Dari pantauan Suaramuslim.net, belakangan ini sangat masif gerakan untuk menggalang donasi –baik zakat atau lainnya- demi membantu masyarakat dhuafa. Tidak hanya itu, akhir-akhir ini ada gerakan di media sosial untuk menggalang dana untuk pembangunan masjid di negeri non-muslim yang terkendala biaya hingga penggalangan dana untuk pengembangan pesawat terbang produksi anak bangsa. Ini semua ini telah dan sedang berjalan hingga mencapai donasi miliaran rupiah. Pendonor tidak hanya dari dalam negeri, namun warga Indonesia di luar negeri pun ikut berdonasi.
Media, masih kata Abdus Salam, membuat hambatan komunikasi jadi lebih minim. “Problematika yang menggugah empati orang bisa disebarkan dan menyentuh sisi humanisme. Kemudian publik merespon isi media dengan uluran tangan,” terangnya. Saat ini memang banyak problem sosial di masyarakat dapat tertangani karena cepatnya arus media sosial dan media massa.
Namun, lanjutnya, tingkat kesadaran seperti harus meningkat pada level selanjutnya. Langkah selanjutnya semestinya orang tidak tergantung pada media saja. Masyarakat harus menyadari bahwa rezeki yang ia terima dari Allah harus diratakan kepada pihak-pihak yang membutuhkan. Hingga seseorang itu menyadari ia harus berzakat dan bersedekah tanpa melihat adanya mustahik melalui media sosial dan media massa. “Jadi level berzakat tertinggi itu kesadaran diri. Inilah tingkat kesadaran berderma yang paling tinggi,” jelas pengajar di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya ini.
Namun aspek hukum harus tetap penting. Semua amal perbuatan kaum beriman karena dasar perintah dan anjurannya, baik dari Allah Swt lewat Al Quran dan juga dari Rasulullah melalui hadits-haditsnya. Hanya saja kadang kala aspek hukum itu tidak langsung menyentuh pada kesadaran seseorang. “Nah di sinilah peran media itu. Media bisa meneruskan banyak aspek kepada pengguna dan khalayak luas. Sehingga muncullah empati dan simpati dari publik,” bebernya.
Kemudian peran lembaga amil zakat yang harus mengambil peran dalam aspek dakwah ini. “Bahwa zakat, infaq dan shadaqoh ini kan piranti sosial untuk memeratakan harta. Agar harta tidak hanya beredar di kalangan orang kaya saja. Peran lembaga amil zakat sangat sentral di sini. Melalui media dan sistem yang dipunyai, mereka harus melakukan dakwah dan sosialisasi. Agar empati dan simpati masyarakat terus tergugah. Karena masih banyak pihak yang membutuhkan dukungan, baik dana maupun fasilitas melalui zakat, infaq dan shadaqoh,” tuturnya.
Selain dakwah, lembaga dan badan amil zakat harus membuat gerakan keteladanan. Harus ada figur public yang harus memberi teladan dalam menyalurkan zakat, infaq dan shadaqah. “Kita sama-sama pernah saksikan Bapak Presiden mengundang kabinet dan pejabat eselon untuk membayar zakat bersama-sama. Keteladanan itu penting. Masyakarat harus punya panutan untuk membayarkan zakat dan shodaqoh,” tegasnya.
Karena itu lembaga dan badan amil zakat harus punya prioritas kerja. “Masyarakat harus mendapat mediasi tentang kesadaran zakat. Karena zakat, infaq dan shadaqoh itu piranti sosial untuk memeratakan kekayaan. Karena Allah telah mengingatkan dalam Al Quran agar harta itu tidak beredar di antara orang kaya saja,” pungkasnya.