Suaramuslim.net – Shalat dhuhur berjamaah baru saja berlangsung di sebuah masjid. Tiba-tiba pada rakaat kedua, terdengar suara anak kecil yang menangis. Tak ada seorang pun yang berupaya menenangkannya. Kian lama tangisan itu terdengar semakin kencang. Hingga salam terakhir tangisan anak itu masih terdengar. Seorang wanita yang duduk di sampingnya buru-buru mencubitnya dengan keras, ketika selesai melaksanakan shalat. Namun bukannya meredakan suara tangis justru membuatnya semakin bertambah kencang. Wanita yang kemungkinan besar adalah ibu sang anak itu pun menggendongnya dengan kasar dan buru-buru membawa keluar dari masjid. Tampak sesekali ibu itu mengancam hendak memukul bila masih terus menangis. Kata-kata penuh kekesalan tak henti-hentinya ia berikan kepada sang anak.
Di tempat yang lain, seorang ibu dengan ketiga anaknya yang berpakaian kumal berjalan menuju sebuah masjid. Melihat area masjid yang luas lagi ber-Ac sang anak pun langsung berlari kegirangan. Adzan sholat asar masih cukup lama berkumandang, sehingga belum terlalu banyak jamaah yang datang. Ketiga anak itu pun bermain sepuas-puasnya di area masjid. Mereka berlarian sambil tertawa girang. Ibu yang membawa mereka tadi, mungkin karena kelelahan rupanya tertidur di teras masjid. Namun baru beberapa saat ia terlelap tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara satpam masjid. Rupanya ketiga anaknya itu bermain dengan mukena masjid, mereka pura-pura melakukan sholat. Sang satpam kuatir jika mukena itu akan kotor atau robek sehingga meminta mereka untuk segera mengembalikan. Sang ibu yang mengetahui hal itu langsung memanggil ketiga anaknya, segera mengajaknya keluar masjid, memarahi habis-habisan hingga terdengar suara isak tangis dari mereka. Lagi-lagi bukan cara kehalusan yang diberikan untuk menenangkan anak, namun ancaman bahwa ia akan segera memukul bila tidak segera diam. Sesekali terdengar ucapan istighfar dari lisannya, namun istighfar yang disertai dengan amarah yang memuncak.
Sudah bukan rahasia lagi betapa kadang anak-anak kehadirannya tidak begitu diharapkan di dalam masjid. Anak-anak dianggap pengganggu kekhusyukan dalam beribadah sehingga bahkan ada masjid yang terang-terangan menulis larangan anak masuk masjid. Bahkan ada orang dewasa yang tak segan-segan menghardik dan mengancam mereka jika bermain dan bercanda di dalam masjid.
Bermain adalah dunia anak-anak. Mereka tak dapat disalahkan, karena itu adalah fitrah mereka. Yang perlu disayangkan adalah sikap kita, sebagai orang dewasa dalam menyikapi hal itu. Memarahi sehingga membuat mereka takut hingga menangis tentu bukanlah cara bijak yang akan menjadi solusi. Apalagi dengan cara menjauhkan mereka dari masjid. Bagaimana akan tumbuh generasi cinta masjid jika sejak kecil saja mereka menganggap masjid sebagai tempat yang menyeramkan dan tidak memberi keleluasaan bagi mereka untuk bermain? Sementara di luar sana banyak goda yang ditawarkan untuk merusak generasi islam. Anak-anak membutuhkan masjid nan ramah yang membuat mereka nyaman. Lalu bagaimana agar kenyamanan itu tidak hanya tercipta pada diri anak tapi juga para jamaah?
Pertama, sebagai orang dewasa kita harus tetap mengapresiasi kedatangan anak di masjid. Berikan senyuman terhangat dan kuatkan hati mereka dengan memberi pujian seperti, Anak sholeh, rajin sholat ya!, anak pintar dan lain sebagainya. Dan kita kuatkan pujian itu dengan ketulusan doa dalam hati. Semoga Allah menjaga dan menjadikan mereka ahli masjid di kemudian hari.
Kedua, sebelum berangkat ke masjid ada baiknya jika orang tua memberi pengertian tentang apa fungsi masjid yang sebenarnya dan bagaimana kita harus menjaga ketenangan saat ada orang beribadah. Beri mereka hadiah bila memang mereka tertib selama di masjid. Motivasi berupa hadiah bagi anak-anak tentu lebih berdampak positif dari pada ancaman.
Ketiga, ketika kita mendapati anak yang berbuat gaduh di masjid tenangkan mereka dengan kelembutan sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah. Manusia pilihan yang memanjangkan sujudnya dengan alasan memuaskan kedua cucunya yang tengan bermain di atas punggungnya. Rangkullah mereka, minta dengan lembut agar memelankan suara dan kembali mengingatkan akan fungsi masjid yang sebenarnya.
Keempat, bila tiba-tiba anak menangis pada saat kita tengah melaksanakan sholat, lebih baik kita segera bertindak untuk menenangkannya. Karena di samping anak butuh perhatian kita tentu juga membuat jamaah lain tidak berkonsentrasi dalam ibadah. Rasulullah pernah sholat dengan menggendong balita, beliau juga pernah turun dari mimbar untuk menolong cucunya yang terjatuh saat bermain.
Kelima, sediakan arena khusus untuk anak-anak. Bila memungkinkan kita sediakan alat permainan edukatif dengan tema ibadah yang akan membuat mereka lebih mengenal dan mencintai masjid. Tentu alat permainan seperti ini tidak sulit lagi untuk kita dapatkan.
Masjid ramah anak adalah upaya menjaga tumbuhnya generasi ahli ibadah. Generasi yang lebih memilih untuk pergi ke masjid dari pada pergi ke warnet, konser musik atau pun diam di rumah menunggu tayangan televisi. Dalam sebuah hadist Rasulullah Saw bersabda, ”Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah akhlak mereka.” (HR Ibnu Majah). Semoga apa yang kita tanamkan pada mereka sejak kecil akan menjadi kebiasaan hingga kelak mereka dewasa. Wallahu ’alam bishawab.
Oleh: Santy Nur
Editor: Muhammad Nashir