Suaramuslim.net – Ayah, Bunda, kalau kita mendambakan anak-anak kita tumbuh menjadi generasi kuat, pemberani serta tangguh dalam menghadapi tantangan kehidupan, tentu bukan kemanjaan yang jadi solusinya. Dan apabila kita mengharapkan anak-anak kita kelak dapat tumbuh sebagai generasi yang penuh kasih sayang serta memiliki keringanan hati untuk menolong sesama tentu bukan dengan kekerasan caranya.
Generasi yang hebat serta memiliki karakter kuat seperti Imam Syafi’i, Muhammad Husein Taba’tabai, Buya Hamka, tentu bukan hasil dari pendidikan yang sembarangan. Keiklasan hati, ketulusan doa, serta luasnya kesabaran dalam mendidik adalah amunisi tangguh yang akan menguatkan jiwa mereka. Terutama dari sang ibunda yang menjadi madrasah pertama serta paling utama untuk buah hati.
Mendidik anak tidak cukup hanya berbekal dengan ilmu warisan. Tidak pula dengan ilmu perkiraan. Orang tua juga dituntut untuk terus belajar guna mengenal lebih dekat sang buah hati dan memberikan pendidikan terbaik untuk mereka. Ya, orang tua memang orang pertama yang dikenali anak. Namun tidak semua orang tua yang mengerti akan kebutuhan serta kemauan anak yang sesungguhnya.
Orang tua bermaksud memperingatkan namun terkadang anak menangkapnya sebagai ancaman. Orang tua mencoba memberikan arahan namun banyak anak yang menangkapnya sebagai bentuk omelan. Maka tak heran banyak anak seiring dengan bertambahnya umur kedekatan mereka dengan orang tua semakin luntur. Kasih sayang terasa kabur dan akhirnya mereka mencari dunia luar untuk menghibur.
Ayah, Bunda, ada 3 kata kunci yang dapat menjadi jembatan komunikasi positif antara kita dengan anak kita yaitu kata ’Terima kasih, Tolong dan Maaf’. Dengan ketiga kata itu anak akan lebih merasa dihargai. Mungkin untuk kata tolong dan terima kasih orang tua tidak merasa kesulitan. Kata itu sering kita gunakan setiap kali kita membutuhkan bantuan anak atau ketika mereka berkenan menolong kita. Namun tak sedikit orang tua yang merasa alergi dengan kata ’Maaf’. Anggapan bahwa orang tua tentu lebih benar dari pada anak masih begitu mendominasi. Dan keengganan kita untuk belajar dari sang anak membuat kata tersebut semakin sulit terucapkan. Padahal sebagai manusia biasa kita pasti pernah berbuat salah yang melukai hati orang lain, tak terkecuali pada anak-anak.
Kata maaf menunjukkan kerendahan hati kita untuk mau belajar dari sang anak serta kesungguhan kita untuk mendidik anak dengan penuh keikhlasan. Coba bandingkan bila kita mengawali nasihat dengan kata maaf, misalnya, ”Dek maaf ya bila harus Bunda ingatkan lagi. Kemarin kan sudah kita sepakati, TV harus segera dimatikan ketika adzan magrib berkumandang. Masih ingatkan apa konsekuensinya?”.
Tentu nasihat seperti ini akan lebih efektif dari pada kita langsung marah-marah kepada anak. Pada hakikatnya anak-anak masih memiliki kejernihan hati, ia akan lebih mudah tersentuh dengan kelembutan. Sesekali kita juga perlu meminta anak mengoreksi diri kita. Karena tidak hanya anak yang dituntut untuk lebih baik, namun orang tua pun juga perlu untuk terus memperbaiki diri.
Kontributor: Santy Nur
Editor: Muhammad Nashir