Suaramuslim.net – Kafir (Bahasa Arab), berasal dari kata “kafara” artinya menolak, ingkar.
(Lihat QS. Al Baqarah; 6-7, 28, 34, 39, 41). Juga QS. Qaf: 24, At Taghabun; 2 dan 7.
Istilah kafir banyak sekali disebut di dalam Al Quran. Secara umum kafir adalah orang yang ingkar, menolak ilmu/ajaran Allah sebagai pandangan dan sikap hidupnya. Bentuk jamak dari kafir adalah kafirin atau kafirun (baca QS. Al Kafirun).
Akan dijelaskan secara rinci karakteristik dan ciri-ciri orang kafir dan golongan kafir berdasarkan beberapa ayat Al Quran dan hadis. Apakah Anda termasuk orang atau golongan kafir? Silahkan simak uraian di bawah ini.
Allah SWT berfirman:
وَاِذْ قُلْنَا لِلْمَلٰٓئِكَةِ اسْجُدُوْا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوْۤا اِلَّاۤ اِبْلِيْسَ ۗ اَبٰى وَاسْتَكْبَرَ ۖ وَكَانَ مِنَ الْكٰفِرِيْنَ
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, sujudlah kamu kepada Adam! Maka mereka pun sujud kecuali iblis. Ia menolak dan menyombongkan diri dan ia termasuk golongan yang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 34).
Kafir disini yaitu menolak perintah (ajaran/ilmu Allah) dan bersikap sombong terhadap ilmu/ajaran Allah.
Allah SWT berfirman:
وَاٰمِنُوْا بِمَاۤ اَنْزَلْتُ مُصَدِّقًا لِّمَا مَعَكُمْ وَلَا تَكُوْنُوْاۤ اَوَّلَ كَافِرٍۢ بِهٖ ۖ وَلَا تَشْتَرُوْا بِاٰيٰتِيْ ثَمَنًا قَلِيْلًا ۖ وَّاِيَّايَ فَاتَّقُوْنِ
“Dan berimanlah kamu kepada apa (Al-Qur’an) yang telah Aku turunkan yang membenarkan apa (Taurat) yang ada pada kamu dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya. Janganlah kamu jual ayat-ayat-Ku dengan harga murah dan bertakwalah hanya kepada-Ku.” (QS. Al-Baqarah: 41).
Kafir disini berarti menjual (mengganti) ayat/ilmu/ajaran Allah dengan ajaran lain demi transaksi duniawi.
Allah SWT berfirman:
مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِّـلّٰهِ وَمَلٰٓئِکَتِهٖ وَ رُسُلِهٖ وَجِبْرِيْلَ وَمِيْكٰٮلَ فَاِنَّ اللّٰهَ عَدُوٌّ لِّلْكٰفِرِيْنَ
“Barang siapa menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril, dan Mikail maka sesungguhnya Allah musuh bagi orang-orang kafir” (QS. Al-Baqarah: 98).
Kafir disini memusuhi ajaran/ilmu/agama Allah (Islam) termasuk. Analoginya, yang memusuhi ulama juga termasuk kafir.
Allah SWT berfirman:
مَا يَوَدُّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ وَلَا الْمُشْرِكِيْنَ اَنْ يُّنَزَّلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ خَيْرٍ مِّنْ رَّبِّکُمْ ۗ وَاللّٰهُ يَخْتَصُّ بِرَحْمَتِهٖ مَنْ يَّشَآءُ ۗ وَاللّٰهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيْمِ
“Orang-orang yang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tidak menginginkan diturunkannya kepadamu suatu kebaikan dari Tuhanmu. Tetapi secara khusus Allah memberikan rahmat-Nya kepada orang yang Dia kehendaki. Dan Allah pemilik karunia yang besar.” (Q.S. Al-Baqarah: 105).
Kafir, termasuk kafir Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani), musyrikin (orang-orang yang menduakan Allah dengan makhluk. Contoh Hindu, Budha, Majusi, Konghucu dll).
Allah SWT berfirman:
وَاَمَّا الَّذِيْنَ كَفَرُوْا وَكَذَّبُوْا بِاٰيٰتِنَا وَلِقَآئِ الْاٰخِرَةِ فَاُولٰٓئِكَ فِى الْعَذَابِ مُحْضَرُوْنَ
“Dan adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami serta (mendustakan) pertemuan hari Akhirat, maka mereka tetap berada di dalam azab (Neraka).” (Q.S. Ar-Rum ayat 16).
Kafir yaitu orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan mendustakan hari kiamat.
Penting Dibaca
Teman-teman dan saudara-saudara kita non muslim tidak perlu tersinggung dan antipati dengan julukan kafir. Karena memang itu adanya dalam Al Quran. Sebutan kafir itu tidak hina, tidak seram dan tidak keji, karena orang itu kafir (ingkar) bisa karena kebodohan, belum sempat baca kebenaran ilmu/ajaran Allah dan Rasul. Khalifah Umar pernah kafir sebelum beliau beriman masuk Islam.
Ada ulama, kiai, ustadz, mubalig yang mengatakan jangan gampang mengatakan kafir terhadap seseorang atau golongan. Pendapat ini dibela mati-matian oleh sekelompok dari kita tanpa membaca Al Quran dan hadis.
Rasul bersabda yang artinya “batas antara hamba Allah dan kafir itu meninggalkan shalat”. Meninggalkan shalat juga kafir. Konteksnya luas, ikuti dan baca edisi selanjutnya.
Sebaiknya kita memahami arti kafir kembali ke Al Quran atau hadits biar tidak terjadi khilafiyah (beda pendapat) dan lebih obyektif serta lebih ilmiah. Jangan kita mati-matian mempertahankan pendapat seseorang.
Penulis: Dr. H. Miftahul Huda*
Editor: Muhammad Nashir
*Pengasuh Kajian Iman Menurut Alquran Surabaya
*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net