Suaramuslim.net – Pembeda anak dan dewasa, ya bermain. Bermainnya orang dewasa kadang masih minim senyum. Kalau tidak dikatakan menertawakan lawan atau teman. Jika anak-anak lain. Ada tawa lepas, itulah yang membuat anak berkembang dengan baik.
Bermain dengan dan untuk anak menjadi tantangan tersendiri. Sederhana, menyatu ke dunia anak-anak. Masuk ke alam berpikir anak-anak. Dan menyadari dunia anak adalah bermain. Belajar pun disertai bermain.
Dunia anak adalah bermain, bukan isapan jempol belaka. Kadar permainannya berbeda-beda tergantung umur dan lingkungan dimana mereka tumbuh. Anak umur 5 tahun akan berbeda dengan anak umur 10 tahun. Anak kota beda cara dan media bermainnya dengan anak desa. Semua jenis permainan tersebut sama saja dan tidak ada yang lebih antara satu dengan yang lainnya.
Ayah dalam rangka mendekatkan diri dengan anak, ikut serta dalam permainan anak. Jika anak main gobak sodor maka ayah ikut. Jika anak main bola maka ayah ikut. Termasuk jika sekarang booming media sosial, ayah juga terlibat. Dimana anak ada kegiatan yang mengandung permainan maka ayah terlibat. Jangan terlalu lama karena kadang anak jadi terasa diawasi. Tapi hanya menjaga kedekatan tetap terjalin.
Vygotsky dalam Naughton (2003:46) percaya bahwa bermain membantu perkembanagan kognitif anak secara langsung, tidak sekadar sebagai hasil dari perkembangan kognitif seperti yang dikemukakan oleh Piaget. Ia menegaskan bahwa bermain simbolik memainkan peran yang sangat penting dalam perkembangan berpikir abstrak. Sejak anak memulai bermain make believe, anak menjadi mampu berpikir tentang makna-makna objek yang mereka representasikan secara independen.
Yang menjadi pertanyaan, bagaimana kegiatan yang semula serius menjadi seakan bermain. Seperti menghapal Al Quran atau mengerjakan matematika menjadi sebuah permainan yang seru.
Salah satu caranya dengan membuat perlombaan. Mengingat lomba juga sebagai bentuk permainan berhadiah. Permainan ini bisa membuat adrenalin anak bisa terpacu. Sifat dasar tetap permainan sehingga anak tetap merasa bahwa itu tetap permainan dan bisa tertawa-tawa.
Hadiah juga tidak perlu yang mewah tetapi jangan terlalu murah. Agar ayah dan anak sama-sama sepakat, maka berikan hadiah yang sedang dibutuhkan anak. Dengan hadiah tersebut perlombaan dimulai oleh ayah.
Bermain adalah kesenangan karena anak butuh senang. Ayah berperan memasukkan pendidikan dalam permainan tersebut. Jika ayah tidak mampu maka carilah referensi atau bantuan guru yang ada di sekolahnya.
Anak yang sedang bermain, alam bawah sadarnya sedang terbuka. Dan mengajarkan sesuatu dalam permainan ini akan membekas dalam kepada anak. Selain itu anak tidak merasa selalu seperti di sekolah yang serba serius.
Bermain juga bisa menajamkan otak anak yang masih balita. Analisa anak semakin matang. Daya kritisnya juga meningkat. Dalam bermain ini anak sedang berpikir dari sebuah gerakan. Gerakan-gerakan yang instens ini yang membuat anak semakin lincah dan tentunya sehat juga.
Ayah juga mempunyai wewenang untuk memilihkan anak permainan yang baik dan membangun anak. Mengingat, tidak sedikit permainan yang bisa merusak anak. Misal dengan bermain kartu, ini sama saja dengan menggiring anak bermain judi. Contoh yang lain, permainan petarungan seperti mortal kombat juga menggiring anak suka dengan kekerasan.
Ayah tidak cukup hanya memberikan fasilitas anak bermain. Pengetahuan tentang permainan dan dampaknya, ayah juga harus tahu. Sehingga keamanan tetap terjaga namun tetap terlibat dengan aktivitas si kecil.
Kontributor: Muslih marju
Editor: Oki Aryono