Suara Milenialis

Suara Milenialis

Suara Milenialis
Ilustrasi aktivis. (Foto: kampusked.com)

Suaramuslim.net – Sekumpulan aktivis partai yang digadang-gadang memadai bagi kalangan milenial, mereka yang lahir pada kurun 1990-an, menyulut kontroversi. Kali ini soal peraturan daerah bernuansa keagamaan ditentang habis partai tersebut. Bila soal agama putusan partai milenial sudah benderang, naiknya mereka sering menampakkan diri di publikasi-publikasi dengan identitas keagamaan. Ucapan keislaman, aktivis bukan-Islam saja mendadak berkerudung.

Soal yang diwacanakan partai itu jauh dari kedalaman berpikir. Bahkan sekadar menghitung suara dukungan umat pun mereka tidak bijak membuat kalkulasi bijak. Musim politik bukannya memasang tantangan, malah mestinya merangkul. Tapi beginilah nasib partai yang hanya bermodalkan klaim dan citra. Dalam hal ini dakwaan diri: milenial. Soal isu lingkungan hidup saja pandir mereka menyedihkan. Soal sawit dan ponsel dikaitkan untuk kemudian dikaitkan sebagai agenda politik partai.

Milenial, sebutannya. Kalangan yang sering dinisbatkan begitu istimewa. Tak peduli itu lebih mewakili pengalaman negara maju ketimbang di sini. Apa pasal? Mereka lebih sering diposisikan sebagai identitas melekat bahwa mereka arus besar dan baru agensi perubahan. Seolah-olah di bahu hingga lisan serta pikiran mereka niscaya membawa terobosan penting dalam konteks kebangsaan. Dan soal intelektualisme seakan sudah khatam adanya, dengan pengusung simbol milenialis pastilah mengerti situasi zaman.

Padahal, yang ada hanya begundal karbitan yang kosong wacana dan kontemplasi. Mereka dibiasakan dalam mode berpikir cepat dengan gawai sebagai samurai kebenaran di tangan. Padahal, semuanya dangkal dan kosong dari teks-teks yang diproduksi di ruang publik.

Inilah milenialis yang coba dihadirkan narasinya oleh pendukung kekuasaan. Padahal, orang beradab paham mana benda suci dan mana benda najis mughladhah dalam berpikir sekalipun. Kaum yang hanya jadi corong kekuasaan dengan menjadi agensi lapisan yang ingin direbut suaranya dalam proses politik. Seakan independen tapi senyatanya hanya meneruskan agenda politik aktor kapitalis dan jejaring broker politik.

Isu-isu yang digodok jauh dari misi sakral demi kemanusiaan. Bagaimana bicara kemanusiaan kalaulah kemanusiaan yang melekat dalam identitas mereka tidak begitu dihargai? Ya, ini karena mereka jadi manusia simbolis yang hanya jadi komoditas aktor demokrasi di pihak bobrok. Isu-isu yang semestinya mencerahkan anak muda seolah-olah menjadi bijak dan elegan di pandangan mereka. Nyatanya, hanya omong kosong tanpa renungan matang.

Di sinilah lajur aktivis muda Islam mengisi rentang umur sepadan. Kawan sebaya yang menyesatkan di logika dan misi politik saja berani bergiat di ruang publik, aktivis Islam mestinya bisa memainkan peran profetik. Peran-peran yang menyelarasi identitas kenabian: berintegritas, amanah, jujur, penyampai dan cerdas. Mengolah narasi yang diperjuangkan dengan kesungguhan demi kemaslahatan kemanusiaan. Kemanusiaan yang tanpa pandang bulu.

Inilah yang menjadi ruang penting diisi aktivis Islam. Milenialis yang sebenarnya menjaga keindonesiaan dengan beradab. Bukan karena imingan dan janji kekuasaan

*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment