PANDEGLANG (Suaramuslim.net) – Dampak dari tsunami yang menerjang pantai di sekitar Selat Sunda, khususnya di Kabupaten Pandeglang, Lampung Selatan dan Serang terus bertambah. Tsunami terjadi pada 22 Desember 2018 sekitar pukul 21.27 WIB. Menurut keterangan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sampai pagi ini, Ahad (23/12/18) pukul 07.00 WIB ditemukan 43 orang meninggal dunia dan 584 korban luka-luka dan 9 hotel rusak 10 kapal rusak berat dan 430 rumah rusak berat.
“Jumlah pengungsi masih dalam pendataan. Pandeglang adalah daerah yang paling parah terdampak tsunami,” ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho.
Di Kabupaten Pandeglang, menurut catatan BNPB, ada 33 orang meninggal dunia, 491 orang luka-luka, 400 unit rumah rusak berat, 9 hotel rusak berat, dan 10 kapal rusak berat. Daerah yang terdampak adalah permukiman dan kawasan wisata di sepanjang Pantai seperti Pantai Tanjung Lesung, Sumur, Teluk Lada, Penimbang dan Carita. Saat kejadian banyak wisatawan berkunjung di pantai sepanjang Pandeglang.
Di Lampung Selatan, 7 orang meninggal dunia, 89 orang luka-luka dan 30 unit rumah rusak berat. Sedangkan di Serang tercatat 3 orang meninggal dunia, 4 orang luka-luka dan 2 orang hilang.
“Pendataan masih dilakukan. Kemungkinan data korban dan kerusakan akan bertambah,” tambah Sutopo.
Sutopo melanjutkan, penanganan darurat terus dilalukan. Status tanggap darurat dan struktur organisasi tanggap darurat, pendirian posko, dapur umum dan lainnya masih disiapkan. Alat berat juga dikerahkan untuk membantu evakuasi dan perbaikan darurat.
Pihaknya mengimbau masyarakat tidak melakukan aktivitas di sekitar pantai saat ini. BMKG dan Badan Geologi masih melakukan kajian untuk memastikan penyebab tsunami dan kemungkinan susulannya.
Alif warga Pandeglang Banten dalam wawancara dengan stasiun tvOne menyebut ketinggian tsunami sampai 3 meter dan berlangsung sekitar 20 menit. Ketika kejadian berlangsung, warga berlarian menuju tempat yang lebih tinggi. Sampai berita ini dinaikkan belum ada bantuan yang sampai ke daerah Alif.
Peristiwa Tsunami di Pantai Barat Banten Tidak Dipicu oleh Gempa Bumi
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyampaikan tanggapan terkait tsunami yang sampai saat ini masih belum ditemukan penyebab utama. Ada beberapa perkiraan yang disampaikan BMKG dalam rilis yang dikeluarkan pada 22 Desember 2018.
Kepala BMKG Prof. Dwikorita Karnawati mengatakan kemungkinan penyebab tsunami adalah erupsi Gunung Anak Krakatau dan gelombang tinggi karena cuaca.
Menurut laporan tim lapangan BMKG (22/12/18), ujar Dwikorita, pada pukul 09.00 –11.00 WIB terjadi hujan lebat dan angin kencang di perairan Anyer.
“BMKG sebelumnya mendeteksi dan memberikan peringatan dini gelombang tinggi yang berlaku tanggal 22 Desember pukul 07.00 hingga tanggal 25 Desember pukul 07.00 di wilayah perairan Selat Sunda,” lanjut Dwikorita.
Dwikorita juga menyebut, pada malam itu (22/12/18) ada erupsi Gunung Anak Krakatau yang diperkirakan menjadi penyebab tsunami.
“Badan Geologi melaporkan bahwa pada pukul 21.03 WIB Gunung Anak Krakatau erupsi kembali sehingga peralatan seismometer setempat rusak, tetapi seismic Stasiun Sertung merekam adanya getaran tremor terus menerus, namun tidak ada frekuensi tinggi yang mencurigakan,” ucapnya.
“Berdasarkan rekaman seismik dan laporan masyarakat, peristiwa ini tidak disebabkan oleh aktifitas gempa bumi tektonik namun sensor Cigeulis (CGJI) mencatat adanya aktivitas seismic dengan durasi ± 24 detik dengan frekwensi 8-16 Hz pada pukul 21.03.24 WIB,” pungkasnya.
Dwikorita meminta masyarakat tetap menjauh dari pantai perairan selat sunda, hingga ada perkembangan informasi dari BMKG dan Badan Geologi.
Sumber: Rilis BMKG dan BNPB
Editor: Muhammad Nashir