Suaramuslim.net – “Jodoh dunia akhirat, namamu rahasia, tapi kau ada di masa depan ku, ku sebut dalam doa, ku ikhlaskan rinduku, kita bersama melangkah ke syurga abadi.”
Mungkin penggalan lagu dari kang Abay ini saya rasa cocok sebagai pengantar dari kisah ini. Kisah yang akan membawamu melihat lebih luas tentang rahmat Allah SWT, dengan segala kasih sayang-Nya.
Dalam kisah ini, sosok yang bernama Sri mendapatkan hidayah dari proses yang cukup panjang. Kisah ini berawal semenjak Sri menjadi pelayan klub karaoke di salah satu kota besar di Indonesia, yang sudah berjalan selama lima tahun lamanya. Pekerjaan ini mengharuskan dirinya mengenakan pakaian yang serba minim, di samping peraturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan, juga agar para tamu betah untuk berkaraoke.
Hingga pada suatu hari, datanglah dua pengunjung. Kedatangan mereka hanya untuk berkaraoke, tidak lebih, salah satu dari mereka menyuruh Sri duduk saja, mendengarkan mereka bernyanyi.
Setelah sejam lamanya, Sri diberi tip dengan jumlah yang lumayan banyak. Entah apa maksud pengunjung tersebut. Yang jelas, Sri sangat senang telah mendapatkan tip, yang tentunya akan dia pakai untuk mabuk bersama kawan-kawannya di club langganannya.
Kajadian ini berulang-ulang sampai kedua belah pihak mengenal satu sama lain. Belakangan, Sri mengetahui nama kedua pengunjung itu, yang agak tua dan berjanggut bernama Bram, dan yang lebih muda Ega.
Hingga pada sore hari usai karaoke, Bram mangajak Sri ke acara pengajian akbar khusus akhwat (wanita muda) yang diselenggarakan di auditorium masjid. Sontak Sri menolak, dia merasa tidak pantas untuk menghadiri acara itu. Bram tetap bersikukuh untuk mengajaknya, dengan catatan Sri akan diberi upah dua kali lipat. Namun Sri tetap menolaknya, kali ini dengan dalih akan mempermalukannya di pengajian nanti. Tapi Bram berjanji hal itu tidak akan terjadi. Percaya akan perkataan itu, Sri akhirnya luluh dan memutuskan untuk ikut. Sri duduk di jok belakang mobil, tentunya masih dengan perasaan was-was.
Dalam acara tersebut, sudah lumrah jika di halaman masjid akan diisi oleh banyak stan-stan yang menjual beraneka ragam barang dagangan. Mulai dari, gamis, jibab, baju koko, hingga obat herbal.
Sebelum masuk ke area parkir, tiba-tiba Bram berhenti di salah satu stan yang menjual gamis dan jilbab, Bram meminta Sri untuk menunggu sebentar.
“Monggo Ustaz, silakan dipilih..,” ujar penjual itu sembari melempar senyum kepada Bram. Dari percakapan itu, Sri mengetahui bahwa Bram adalah seorang ustaz. Tapi Sri masih tidak percaya begitu saja. Di balik kaca mobil, Sri melihat Bram membeli gamis berwarna hitam, dan jilbab merah muda, lengkap dengan kaos kaki dan ciput.
Usai membeli beberapa item, mobil bergerak menuju parkiran. Sebelum mereka masuk, Bram mempersilakan Sri untuk memakai busana itu.
“Silakan kamu pakai, tidak perlu melepas baju. Langsung dipakai saja, ini supaya kamu tidak malu dengan penampilanmu ketika kita sudah sampai auditorium,” kata Bram. Sri bergegas menerima dan memakainya, sembari dituntun oleh Bram cara memakai ciput dan jilbab.
Setelah pakaian yang diberikan Bram sempurna menutupi tubuh Sri, melalui kaca spion mobil, Bram dapat melihat Sri yang nampak anggun dibanding yang sebelum-sebelumnya. Mata Bram nyaris tak berkedip, layaknya memandang bidadari tanpa sayap itu.
Singkat cerita, Bram mempersilakan Sri untuk duduk di bangku yang masih kosong di depan. Raut muka Sri nampak kikuk dan canggung ketika diajak bicara oleh jemaah perempuan lain.
Pengajian pun dimulai, Bram tidak bicara banyak. Sebab waktu yang diberikan hanya satu setengah jam, termasuk sesi tanya jawab. Dalam pengajian itu, Sri sangat menikmati materi yang diberikan oleh Bram, lebih-lebih kalam Ilahi yang dilantunkannya di tengah-tengah tausiyah. Begitu merdu nian, membuat siapa saja yang mendengarnya merasa tenang dan damai. Membuat mata Sri nampak berkaca-kaca, mungkin hatinya tersentuh dengan ayat-ayat yang dilatunkan oleh Bram. Semenjak itulah Sri mengakui bahwa bram adalah sorang ustaz yang ternama.
Di akhir acara, pembawa acara meminta Sri untuk maju ke depan untuk dimintai doa penutup.
“Kepada yang terhormat, Ustazah Sri kami persilahkan untuk doa penutup pangajian, kepadanya dipersilakan”.
Sri tak kuasa dengan permohonan itu, dia bingung harus doa apa, tapi Sri ingat dengan salah satu doa yang telah diajarkan oleh mendiang bapak/ibunya. Walau agak gemetaran, Sri mantap melangkahkan kaki menuju podium.
Ini memang rencana Bram di awal sebelum pengajian dimulai, meminta pembawa acara bahwa yang menutup pengajian ini adalah Sri. Dan kini, Sri telah berada di depan ribuan jemaah, sebelum doa dilantunkan, Sri mengatur ritme nafas yang sedari tadi tidak karuan itu.
“Bismillahirrahmanirrahim.. Alfaatihah…”
“Robbana aatina fiddunya hasanah, wafil aakhiroti hasanah waqina ‘adzabannar…” Doa itu cukup singkat, hanya Al Fatihah dan doa sapu jagat, karena hanya itulah yang masih dia ingat dan hafal.
Setelah doa itu diucapkan dengan lancarnya, mata Sri nampak berkaca-kaca, dan akhirnya menangis di atas podium sembari menutup mukanya dengan jilbabnya, mengetahui hal itu panitia menuntunnya ke belakang auditorium untuk menenangkan diri sejenak.
Entah apa yang terjadi padanya saat itu. Seolah-olah, iman, dan pintu hidayah itu terbuka selebar-lebarnya. Bahkan, Bram tidak menyangka doa yang dilantunkan Sri itu dapat menyentuh bagian lubuk hatinya. Dan di purnama yang ke-sekian itu, Bram memiliki rencana yang teramat istimewa.
Setelah acara usai, Bram dan Sri menuju mobil, sembari diantar oleh panitia. Di langkah yang ke sekian, tiba-tiba dari arah belakang, ibu-ibu paruh baya memanggil mereka berdua lantas memberikan bingkisan kepada Sri. Bilang, “Assalamualaikum Ustaz, ustazah, ini ada sedikit bingkisan dari kami, mohon maaf hanya sedikit,” ujar ibu itu.
“Oh iya, tadi doa ustazah sungguh luar biasa, Subhanallah, walau singkat tapi merasuk ke hati, sungguh adem rasanya. Sekali lagi terima kasih…” Ibu itu lantas pamit sembari membungkukkan badan.
Sri nampak bingung dengan apa yang dikatakan oleh ibu itu, memanggilnya dengan sebutan “ustazah.” Tapi Sri hanya manggut-manggut, sembari melempar senyum terbaiknya. Kepada Sri, Bram bilang akan ke rumah, dalam waktu dekat.
Seminggu setelahnya, Bram datang ke rumah Sri, lantas meminta restu kakaknya yang lebih dulu menikah, untuk memperistri Sri seminggu kemudian. Kakak Sri mengamini, dan Sri pun mengganguk tanda menerima pinangan itu. Inilah rencana teristimewa Bram, menjemput sosok yang akan menyempurnakan setengah agamanya itu. Islam yang damai, Islam yang rahmatan lil alamin. Dan akan membangun bahtera rumah tangga mulai dari nol.
Dalam kisah fiktif ini dapat kita petik ibrahnya bahwa, Allah SWT akan selalu memberikan ampunan kepada hamba-hambanya yang ingin kembali ke jalan yang lurus, yang ingin menumbuhkan iman dalam hati, dan selalu merindukan kasih sayangNya.
“(yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Luas ampunanNya. dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (QS An-Najm: 32)
Oleh karenanya, dengan keteguhan hati yang mantap, disertai ikhtiar akan perubahan diri yang lebih baik, dengan izin Allah SWT, siapa pun yang merindukan akan rahman dan rahim-Nya, dia akan dibukakakan jalan menuju akhirat dan merasakan indahnya iman dan Islam, merasuki hati, pikiran, dan jiwa. Hal ini tercermin dalam sikap dan laku hidup yang sesuai dengan tuntunan Islam yang kaffah.
Kontributor: Rusydan Fauzi
Editor: Oki Aryono