Suaramuslimnet – Baru-baru ini Polres Metro Jakarta Utara melakukan penggerebekan pesta seks kaum gay yang dilakukan di salah satu ruko di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Bagaimana Islam memandang LGBT?
“Kasus ini seperti gunung es, yang terjaring hanya sebagian kecil namun masih banyak yang belum terjaring,” jelas peneliti INSISTS, Jakarta DR. Henri Shalahuddin.
Menurut pakar gender INSITS ini, sudah selayaknya aparat tegas terhadap kaum gay karena perbuatan mereka termasuk menyimpang.
Ia menegaskan bahwa LGBT (Lesbian, gay, biseksual, dan transgender) termasuk masalah yang jelas-jelas menyimpang, baik ditinjau dari akal sehat maupun ajaran agama.
“Dalam surat. Al’Araf ayat ke 80-84 secara gamblang dijelaskan perbuatan laknat ini tidak mungkin ditafsirkan selain perilaku homoseksual,” tegas alumni Universitas Islam Antar Bangsa Malaysia ini.
Ia kemudian menerangkan bahwa dalam tafsir Al Kasysyaf, makna “al-Fahisyah” dalam QS. Al-A’raf: 80 tersebut sebagai tindak kejahatan yang melampaui batas akhir keburukan. Sedangkan ayat ata’tuna I-fahisyata (mengapa kalian mengerjakan perbuatan faahisyah itu) adalah bentuk pertanyaan yang bersifat pengingkaran dan membawa konsekuensi yang sangat buruk. Sebab, perbuatan faahisyah itu tidak pernah dilakukan siapapun sebelum kaum Nabi Luth.
Kemudian alumni Pondok Modern Gontor, Ponorogo ini membawa hadits Rasulullah yang berbunyi, “Barangsiapa mendapati orang yang melakukan perbuatan seperti kaum Nabi Luth, maka bunuhlah kedua-duanya, baik subjek maupun objeknya.” (HR. Tirmidzi).
“Maka hukuman bagi perilaku seksual yang menyimpang sangat jelas dan tidak perlu diperdebatkan lagi. Itulah kejahilan yang hakiki, yaitu memandang baik sesuatu yang mestinya buruk dan memandang buruk hal yang semestinya baik. Namun tentu saja yang punya otoritas untuk menghukum adalah pemerintah,” ujar Henri.
Dalam hal ini, menurutnya, negara harus hadir ikut mengatasinya. Karena itu ia mengusulkan adanya tuntutan terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemidanan pelaku LGBT.
“Kalo misalnya yang LGBT nya tidak dikabulkan, ya kita mau apa lagi. Ini adalah satu-satunya cara yang konstitusional,” ungkapnya. Henri menyatakan jika tuntutan tersebut ditolak, maka akan ada langkah berikutnya, yaitu melalui jalur parlemen.
“Cuma sekarang orang-orang politisi yang peduli dengan itu siapa, nggak banyak, karena pasal ini bukan masalah benar atau salah, tapi menguntungkan atau tidak bagi mereka,” ujarnya.
LGBT Bisa Dicegah Lewat Didikan Orangtua
Berbalik pada tahun 1950, tidak ada satu pun negara yang melegalkan dosa warisan kaum Nabi Luth ini. Bahkan dunia berubah begitu cepat, Amerika telah mengesahkan pernikahan ini sejak tahun 2015 lalu. Kemudian tahun ini diikuti oleh belasan atau bahkan puluhan negara lainnya. Brazil lebih “hebat” lagi. Mereka menjadi salah satu yang terdepan, pernikahan gay telah disahkan sejak tahun 2011 di negeri samba itu.
Seolah dunia tidak belajar banyak dari sejarah. Semakin hari semakin banyak kasus serupa yang terkuak oleh media dan di publikasikan. Melihat kasus LGBT yang tak kunjung usai, Ustadz Miftahul Jinan, Direktur Griya Parenting Indonesia berkomentar, “LGBT itu bisa dicegah!” tandasnya.
Ayah dari lima anak itu mengungkapkan beberapa upaya pencegahan LGBT bisa dimulai dengan pola asuh orangtua yang tentu akan mempengaruhi perilaku seks anak tersebut ketika dewasa. “Kalau laki-laki didiklah seperti anak laki-laki, begitupun sebaliknya,” ujarnya.
Elly Risman, seorang psikolog dari Jakarta senada dengan Jinan, ia mengatakan “Anak laki-laki maupun perempuan harus dididik sesuai fitrah mereka sesuai dengan nilai-nilai agama,” lanjutnya.
Menurut Elly, pengenalan peran gender ini sebaiknya dimulai dari orangtua sebelum anak mendapatkannya di sekolah. Sebab orangtua adalah tokoh utama dan terdekat anak yang akan selalu menjadi contoh model, dan sosok pribadi yang akan selalu ditiru oleh anak.
Pengenalan Gender Lewat Pakaian
Di antaranya yang bisa dilakukan orangtua yaitu mengenalkan pada anak tentang pakaian. Jika anak laki-laki pakaiannya adalah celana, baju seperti kemeja, bersepatu sport, berpeci, maka untuk anak perempuan pakainnya adalah rok, jilbab, baju berwarna-warni dengan bergambar bunga dan sebagainya.
Pentingnya mengenalkan peran gender sejak dini sangat erat dengan perkembangan dan pembentukan pola perilaku dan kepribadian anak di masa dewasa. Oleh karena itu segala jenis informasi yang benar dan berkaitan erat dengan peran gender harus ditanamkan secara tepat dan benar agar dapat tersimpan di memori anak dalam jangka panjang dan dapat menerapkannya.
Alumnus Universitan Indonesia ini mengatakan bahwa pendidikan tersebut adalah bentuk dari pendidikan seksualitas, yang harus diajarkan sejak dini. “Seksualitas harus diajarkan sejak umur 2,5 tahun, baik untuk anak laki-laki maupun perempuan,” katanya. (muf/smn)