SURABAYA (Suaramuslim.net) – Siapa yang tidak punya masa lalu, bahkan tidak mengenal dosa? Tak ada kan. Karena pada hakikatnya manusia paling pintar menzalimi dirinya sendiri dan tidak akan pernah pisah dari nafsu sampai ia dalam kematian.
Mungkin hijrahku berbeda dengan teman-teman pada umumnya, karena aku dilahirkan dari keluarga agamis. Orang tuaku adalah lulusan dari pondok pesantren yang notabene paham betul soal agama, bahwa salat, ngaji, sedekah, zakat dan haji yang harus dikerjakan oleh setiap muslim di bumi ini. Mereka selalu menanamkan kebaikan dari kecil sampai saat ini.
Aku tumbuh layaknya remaja pada umumnya. Saat itu, Alhamdulillah orang tua membeli rumah baru dan mengharuskan kami untuk pindah rumah. Aku adalah sosok orang yang bisa digambarkan introvert, pendiam dan suka belajar.
Singkat cerita aku mulai kenal dengan beberapa tetangga yang seumuran denganku waktu itu. Kami bermain layaknya umur belasan tahun; main bola, nongkrong, gitaran, dan melakukan hal yang tidak penting waktu itu.
Menurutku zaman remaja adalah hal yang menyenangkan, karena tidak memikirkan beban hidup. Iya, memang waktu itu tugasku sebagai anak hanya sekolah dan bermain tapi orang tua selalu menasehati untuk jangan pernah meninggalkan salat dan ngaji.
Saat itu pun aku mulai mengenal beberapa dosa besar di usia yang masih terbilang remaja. Ya, aku mulai mengenal khamar (minuman beralkohol), zina, dan narkoba karena faktor lingkungan yang terkenal sebagai sarangnya narkoba. Bahkan teman-teman yang seusia denganku banyak masuk penjara karena narkoba jenis sabu.
Sebenarnya aku malu untuk cerita hal ini, karena ini adalah aib, namun entah kenapa Allah sampai detik ini masih memberikan pertolongan dan kebaikannya, dengan aku lahir dari keluarga yang baik dan disekolahkan dari SD sampai ke perguruan tinggi negeri favorit di Surabaya.
Tapi, perjalanan dan cobaan hidupku sangat membuatku menyesal kala itu karena mulai meremehkan kebaikan Allah.
Saat masuk kuliah, aku bertekad dan berjanji untuk menamatkannya meski kondisiku yang nakal. Janjiku pada waktu itu adalah “meski nakal, aku harus punya rasa tanggung jawab.” Awal-awal semester masih serius-seriusnya kuliah. Aku pun meraih indeks prestasi yang baik dan dikenal sebagai mahasiswa lumayan pintar dari 1 angkatan.
Lambat laun, aku memulai kembali pada kebiasaan berkawan dengan teman-teman kampungku waktu itu. Setan dan nafsu pun lebih kuat menjerumuskanku ke hal yang buruk.
Aku pun tidak pernah menyalahkan teman-temanku, namun benar kata orang dulu, “kumpullah dengan penjual minyak wangi kamu akan wangi, jika kamu kumpul dengan tukang sampah kamu akan berbau busuk.”
Entah kenapa, peribahasa ini menurutku ada benarnya, karena saat itu aku mengenal kembali maksiat, bahkan ada slogan dari teman sebaya kami “hidup itu sekali bro, jadi dinikmatin.”
Mulai Terjerumus Kenakalan Remaja
Saat kami senang-senangnya bermain, tiba-tiba terbesit keinginku untuk punya motor cowok (read: Satria Fu). Di saat itu kebetulan ada teman mau gadaikan motornya dengan murah, namun orang tua tidak mengijinkan untuk mengambilnya. Sontak aku mulai berani melawan umi yang melahirkan dan merawat dari kecil sampai dewasa ini.
Aku ingat betul kejadian itu bagaimana melawan dan membentak umi demi motor kesukaaanku, tapi Allah bayar kontan dan cash tanpa ditunda pembalasannya.
Entah kenapa hari itu, tidurku lebih cepat dari biasanya. Saat itu sempat aku terbangun jam 3 dini hari karena batuk darah banyak sekali. Padahal aku tidak punya gejala sakit sebelumnya. Aku merenungi hal ini dengan baik dan umi tidak menegur sapa padaku selama 3 hari. Aku sangat menyesali perbuatan itu sampai sekarang.
Tidak berhenti di sini, jaman jahilliyahku kala itu sangat panjang. Aku yang dikenal sebagai pecandu narkoba jenis sabu dan suka bermain di dunia malam alias dugem.
Singkat cerita, setelah UAS selesai menurutku adalah hal yang menyenangkan untuk membebaskan diri dengan bermain. Ya, tak lama aku berpikir langsung kutemui teman-temanku dan langsung pakai sabu saat itu.
Tapi lagi-lagi Allah Maha Baik. Allah sudah memberikan petunjuk untuk bertemu dengan mobil patroli saat akan ke kontrakan teman, namun kuhiraukan. Aku tetap saja bermain ke kontrakan teman. Aku tidak memakai barang haram tersebut. Aku hanya menunggu di ruang tamu. Sedangkan beberapa temanku memakai barang haram tersebut di belakang.
Tak lama kemudian kontrakan tersebut digrebek polisi yang katanya sudah diintai dari sore hari. Akhirnya, 10 teman dan termasuk aku yang berada dalam kontrakan dibawa ke kantor polisi untuk tes urine. Meski pada waktu kejadian tidak ada barang bukti namun tes urine ku dinyatakan positif memakai narkoba jenis sabu.
Aku mulai menangis dan menyesali perbuatanku, terpintas di pikiranku akan mendekam di penjara selama 4 tahun dan kuliahku hancur. Namun Allah berkehendak lain, hati orang tua lah yang paling terpukul saat itu, aku berusaha menghubungi Abah. Ia adalah orang paling keras yang aku kenal, ia tidak menyangka anak pendiamnya ini adalah pecandu kelas teri.
Abah menemuiku di kantor polisi, ia pun tak banyak bicara tapi langsung menampar dan menendangku. Mungkin dia malu atau merasa gagal mendidik anaknya sedangkan saat itu umi pingsan, pucat dan berhari-hari tidak makan, aku merasa bukan di titik nol pada waktu itu bahkan sudah minus.
Alhamdulillah aku mempunyai keluarga dari kalangan polisi yang mempunyai jabatan tinggi sehingga mampu ditebus dengan senilai uang oleh orang tuaku dan dibebaskan.
Aku ingat betul kejadian itu dan berjanji tidak mengenal barang haram itu lagi. Tapi nyatanya? Susah! Iya aku masih mengenal barang haram itu lagi!
Semakin mengenal barang haram itu. Nilai kuliahku turun drastis, aku mulai disepelekan oleh teman-teman kuliah karena sering meninggalkan tugas kelompok. Di penghujung akhir kuliah aku bertekad ingin berubah, harus meninggalkan semuanya demi masa depanku. Mulai menatanya kembali.
Hal baru pun telah dimulai, aku mencoba mengenal agama yang lama kutinggalkan. Allah mengenalkanku dengan Ustaz Yusuf Mansyur melalui kajian Subuhnya di televisi swasta. Di kajiannya itu juga bercerita pernah dipenjara karena terlilit utang, namun rahmat Allah sangatlah luas.
Aku pun beranggapan masih ada harapan untuk berubah meski dosa itu menutupi awan di bumi ini, namun Allah lebih sayang pada hambanya. Hingga siapa pun yang bertaubat, Allah bukakan pintu taubat seluas-luasnya. Seperti caption yang kubuat di instagram pribadiku, “Jangan meremehkan pendosa karena masa lalunya karena ia berhak atas masa depannya, ustaz sekalipun ia mempunyai masa lalu.”
Menariknya, hari demi hari aku pantengin televisi seusai salat Subuh itu dan sering streaming youtubenya UYM. Nasehat-nasehat beliau aku kantongi tiap hari disambi ngerjain skripsi, sedikit demi sedikit ku amalkan. Mulai dari kekuatan qiyamul lail, dhuha, ngaji, sedekah dan banyak yang lainnya.
Tahu apa perubahan yang aku alami? Penasaran kan? Hehe… Percayalah Allah itu sangatlah penyayang kepada hamba-Nya, meski hamba-Nya banyak zalim dan menuntut.
Saat Perubahan Dimulai
Iya, dengan perubahanku itu, aku mulai dimudahkan dan dilancarkan segala urusan dunia dan hati begitu tenang. Sedikit demi sediki Allah mulai mengangkat derajatku, yakni sebagai:
- Ketua event mewarnai TK se-Surabaya dan event surplus
- Asisten dosen untuk salah satu mata kuliah
- PIC 2 event sekaligus dan bisa jalan-jalan gratis
- Ditawari oleh penguji skirpsi untuk sidang terbuka atau tertutup dan aku memilih sidang terbuka. Alhamdulillah hampir 1 angkatan datang untuk nonton dan kasih support dan nilai yang kudapatkan AB. Sehingga hal itu membuatku dipercaya kembali oleh teman-teman 1 angkatan
- Setelah lulus langsung kerja, meski agak lama nganggur. Namun nikmatnya adalah setelah resign dari perusahaan pertama sekarang bisa menjadi leader.
Masih banyak nikmat Allah yang masih tidak disebutkan, karena manusia tidak akan pernah mampu menghitung nikmat tersebut. Sehingga hal itu yang membuatku mantap berhijrah. Hijrah itu tak perlu tergesa-gesa, tak usah karbitan, dan nikmati setiap prosesnya.
Reporter: Teguh Imami
Editor: Muhammad Nashir