Suaramuslim.net – Sebagaimana lazimnya di negeri–negeri muslim, tanah suci Makkah juga memberikan suguhan suasana yang berbeda saat bulan suci Ramadhan tiba. Mulai dari hiruk pikuk kegiatan sehari–hari hingga menu–menu santapan yang tersedia pun terasa istimewa. Semangat meraih keutamaan bulan Ramadhan semerbak tercium ke gang– gang dan jalan–jalan kecilnya. Masya Allah! Alangkah indahnya agama ini. Bulan Ramadhan menghadirkan suasana keagamaan universal yang sama di seluruh penjuru dunia.
Namun demikian, tentu setiap negara memiliki perbedaan masing–masing dalam menyuguhkan keindahan dan keutamaan bulan Seribu Bulan ini. Begitu pun tanah suci Makkah al Mukarramah. Sebagai kiblat seluruh umat Islam di muka bumi, tanah suci Makkah tentu memiliki ciri khas dan keutamaan tersendiri. Lalu apa sajakah perbedaan bulan Ramadhan di tanah kelahiran Nabi Muhammad SAW ini dengan di Indonesia?
Umrah
Ini adalah ciri khas sekaligus perbedaan pertama yang tidak akan dapat ditemukan di daerah manapun di dunia ini. Umrah di bulan Ramadhan adalah ibadah yang sangat utama dan istimewa. Bahkan pahalanya setara dengan ibadah haji bersama Rasulullah SAW sebagaimana disebutkan dalam hadis yang sahih lagi masyhur.
Dengan pahala dan keutamaan yang begitu besar ini, tidak heran jika beribadah di tanah suci menjadi salah satu opsi pertama dalam menyambut dan menghabiskan hari–hari di bulan Ramadhan bagi banyak umat Islam dari seluruh penjuru dunia. Tercatat jumlah jemaah yang masuk hingga tanggal 4 Ramadhan 1440 H/9 Mei 2019 menurut Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi tidak kurang dari 6 juta jemaah dari seluruh dunia -yang mana sekitar 1 jutanya dari Indonesia- menunaikan ibadah umrah.
Barangkali ada yang berpikir jika umrah di bulan Ramadhan pasti biasanya besar. Tidak juga sebenarnya. Saat ini sudah banyak jemaah yang umrah mandiri atau backpacker, di mana mereka hanya mengusahakan visa umrah dari pihak penyedia travel umrah, sedangkan transport dan akomodasi mereka mencari sendiri. Hingga saat ini (21 Ramadhan 1440) saat tulisan ini ditulis, saya sendiri sudah bertemu dengan setidaknya 6 orang Indonesia yang umrah mandiri.
Salat Tarawih 10 dan 23 Rakaat
Di Indonesia lumrahnya masjid–masjid terbagi menjadi 2 macam saat menjalankan salat tarawih. Ada yang 11 rakaat ada pula yang 23 rakaat. Terlepas dari segala perbedaan yang ada, keduanya bisa diterima keabsahannya. Di Arab Saudi sendiri secara umum masjid–masjid hanya menyelenggarakan 11 rakaat termasuk witir namun bacaannya panjang–panjang.
Tidak demikian halnya dengan Masjidil Haram. Masjid terbesar di dunia ini seakan mengumpullkan dua pendapat berbeda dalam satu waktu untuk mengakomodir seluruh jemaah yang datang dengan latar belakang madzhab dan pemahaman yang berbeda namun menginginkan tujuan dan keutamaan yang sama.
Setiap malam di bulan Ramadhan, akan ada 2 syekh yang akan mengimami salat tarawih dan witirnya. Syekh yang pertama akan akan mengimami salat Isya dan 10 rakaat tarawih pertama, kemudian syekh tersebut akan beranjak dari tempat salatnya lalu digantikan dengan syekh yang kedua hingga selesai witirnya. Begitulah seterusnya hingga malam Ramadhan.
Dengan demikian, jemaah yang mengharapkan mendapat keutamaan salat bersama imam hingga selesai di mana pahalanya seperti salat sepanjang malam sebagai mana sabda Rasul dapat diraih baik oleh yang mengambil pendapat 11 rakaat atau pun yang 23 rakaat. Jika jemaah tersebut ingin tarawih 11 rakaat, maka dia akan beranjak bersama Imam yang pertama, jika dia ingin mengambil 23 rakaat, maka ia tinggal melanjutkan hingga 23 rakaat.
Ifthar Shaimin
Beberapa masjid di berbagai kota di Indonesia sudah tampak memiliki program menyediakan buka puasa bagi jemaahnya meskipun masih jarang. Hal ini tentu disebabkan karena tidak semua masjid dan daerah di Indonesia yang memiliki anggaran atau kebijakan untuk mengadakan program ini. Sehingga, program yang pahala dan keutamaannya sangat besar ini masih belum terlalu menyebar ke pelosok negeri.
Berbeda dengan Saudi Arabia. Pada umumnya masjid–masjid di negeri kerajaan ini akan menyediakan santapan berbuka yang beraneka ragam jumlah dan macamnya. Terlebih lagi di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Selain dari pihak pengelola mesjid dan sponsor–sponsornya, para jemaah yang ada pun seakan tidak mau ketinggalan untuk berlomba–lomba memberi buka orang–orang yang berpuasa. Mereka memanfaatkan jalan–jalan, taman–taman, hingga sudut–sudut dan gang–gang yang ada untuk berbagi kebaikan.
Tahajjud di 10 Malam Terakhir
Pada 10 malam terakhir bulan Ramadhan biasanya selalu diadakan salat tahajjud di Masjidil Haram di sepertiga malam terakhir. Yang dimulai jam 01.00 AM hingga jam 02.30 AM, dari malam tanggal 21 hingga malam terakhir bulan Ramadhan. Hal ini demi mengikuti sunah yang Rasulullah SAW contohkan saat masuk pada sepuluh malam terakhir Ramadhan yang digambarkan oleh Ibunda Aisyah RA dengan “menguatkan ikat pinggang”.
Selain itu, tentu sepuluh malam terakhir Ramadhan menurut pendapat yang kuat dari para ulama merupakan malam-malam yang diduga kuat, satu di antaranya adalah malam turunnya Lailatul Qadar, terlebih di malam–malam ganjilnya. Sehingga kesempatan mendapatkan malam itu lebih besar jika diisi dengan tahajjud.
Salat Bersama Para Syekh dan Imam Masjidil Haram
Setidaknya ada 20 imam pilihan yang tercatat dalam daftar para imam Masjidil Haram saat ini. Selain merupakan para hafiz, mereka semua memiliki ciri khas tersendiri dalam melantunkan ayat–ayat suci Al Quran dan tentu dengan seleksi dan kriteria yang tinggi.
Di antara para imam pilihan yang biasa terdengar suaranya di Masjidil Haram dalam setiap salat lima waktu dan tarawih adalah; syekh Abdurrahman As Sudais, syekh Saud As Shuraim, syekh Yaser Ad Dosary, syekh Khaled Al Ghamidi, syekh Bandar Balilah dan Syekh Maher Al Mu’aigly. Para imam inilah yang biasa kita dengan suaranya di kaset–kaset atau CD di Indonesia.
Jemaah Salat yang Semakin ke Akhir Semakin Banyak dan Semangat
Sudah menjadi rahasia umum yang terus berulang setiap tahun di masyarakat kita bahwa semakin mendekati hari raya Iedul Fitri, jemaah di masjid–masjid semakin mengalami “kemajuan” shaf salatnya.
Anekdot “baik” ini disebabkan jumlah jemaah salat yang semakin hari semakin sedikit sehingga jika Anda biasa berada di shaf terakhir, shaf salat Anda dalam jemaah akan semakin maju jika Anda istiqamah datang hingga akhir Ramadhan. Itulah kenapa sebagian dai menggunakan anekdot ini untuk menyindir jemaah yang hanya semangat di awal namun semakin sedikit dan kurang semangat ketika mendekati finish akhir rangkaian ibadah di bulan Ramadhan.
Tidak demikian dengan jemaah di masjid–masjid tanah suci Makkah Al Mukarramah, khususnya di Masjidil Haram. Jumlah jemaah yang datang semakin ke belakang justru semakin membludak memenuhi masjid hingga ke jalan–jalan di sekitarnya khususnya di malam–malam ganjil 10 malam terakhir Ramadhan.
Selain karena pahala ibadah yang berlipat ganda, dengan pelayanan dan program–program yang disediakan Masjidil Haram seperti Ifthar Shaim, salat tahajjud hingga iktikaf yang difasilitasi, tentu akan membuat jemaah semakin betah dan bersemangat dalam mengejar dan meraih keutamaan dari ibadah–ibadah terbaik di bulan mulia. Sehingga usaha dan biaya yang sudah dikorbankan untuk datang jauh–jauh dari negeri masing–masing tidak terbuang sia–sia.