JAKARTA (Suaramuslim.net) – Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menanggapi rencana Presiden Joko Widodo yang ingin memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Menurut Din, pembahasan pemindahan ibu kota sangat tidak elok dikemukakan di tengah-tengah permasalahan kerusuhan Papua.
“Udah lah urus soal Papua dulu jangan ibu kota ya, apalagi gak punya uang juga” kata Din saat ditanyai pendapatnya mengenai pemindahan ibu kota di kantor MUI Pusat, Rabu (28/8).
Menurut Din, seharusnya presiden memusatkan perhatian pada kerusuhan yang terjadi di Papua.
“Seharusnya presiden dan pemerintah mengerahkan daya upaya dan pikiran untuk menyelesaikan masalah Papua. Masalah ini serius, serius sekali bagi kehidupan kebangsaan kita, persatuan kesatuan bangsa,” katanya.
“Maka selesaikan lah secara dialogis persuasif namun berkeadilan. Jangan terhadap pihak ini begini terhadap pihak lain kemudian caranya lain. Kalau ada ketidakadilan dalam menegakkan hukum, ini juga potensial menganggu kerukunan kehidupan bangsa maka jangan menganggap remeh,” tambahnya lagi.
Sementara itu menurut Din pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur bisa ditunda. Salah satu alasannya menurut Din adalah karena defisitnya keuangan negara.
“Perasaan saya, mengemukakan soal pemindahan ibu kota ini terkesan meremehkan masalah Papua yang di depan mata. Ini tidak baik, tidak arif bijaksana,” ungkapnya.
Din Syamsudin juga meminta agar pihak-pihak yang menghina mahasiswa Papua di Surabaya untuk segera diadili.
“Jangan sampai terlambat, saya tidak tahu sudah ditangkap apa belum. Itu ada fakta di video yang menghina memanggil saudara-saudara kita Papua dengan melecehkan seperti itu. Itu harus cepat ditangkap,” katanya.
“Aparat yang terlibat waktu kejadian di depan asrama Papua Surabaya itu pemicunya. Kenapa gak ditangkap? Kita berpikir kenapa gak ditangkap atau kenapa lama ditangkap? Itu harus dihukum sekeras-kerasnya karena dia adalah biang kerok dari kerusuhan-kerusuhan yang harganya mahal sekali,” pungkasnya.
Reporter: Ali Hasibuan
Editor: Muhammad Nashir