Suaramuslim.net – Khadijah masih satu keturunan dengan Nabi Muhammad saw yaitu bertemu pada Qushai. Jika diuraikan silsilah keturunan Nabi Muhammad dan Khadijah adalah seperti ini; Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qushai. Khadijah binti Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai.
Jadi di antara isteri-isteri Nabi Muhammad, Khadijah inilah yang paling dekat nasabnya dengan beliau.
Khadijah adalah seorang janda keturunan bangsawan Quraisy. Ia telah dua kali kawin, yang pertama dengan Atieq bin Abd Al-Makhzumy seorang laki-laki masih tergolong keluarga bangsawan Quraisy.
Perkawinan Khadijah dengan suaminya yang pertama ini tidak berlangsung lama, hanya menurunkan seorang puteri bernama Hindun, karena Atieq meninggal dunia.
Kemudian Khadijah kawin lagi dengan Nabbasy bin Zurarah Attaimy juga seorang keturunan keluarga bangsawan Quraisy. Perkawinan Khadijah dengan Nabbasy ini menurunkan seorang putera bernama Halal dan seorang puteri juga bernama Hindun. Perkawinan dengan suaminya yang kedua ini pun tidak lama berlangsung, karena Nabbasy meninggal dunia pula. Sehingga kedua kalinya Khadijah menjadi janda.
Khadijah mempunyai pribadi luhur dan akhlak yang mulia. Dalam kehidupannya sehari-hari senantiasa memelihara kesucian dan martabat dirinya; ia jauhi adat istiadat yang tidak senonoh wanita-wanita Arab jahiliyah pada waktu itu, sehingga oleh penduduk Mekah ia diberi gelar “At-Thahirah” (perempuan suci).
Ia mempunyai pikiran yang tajam, lapang dada, kuat semangat, dan tinggi cita-citanya. Ia suka menolong orang-orang yang hidup dalam kekurangan dan sangat penyantun kepada orang-orang yang lemah.
Di samping itu ia adalah seorang wanita yang pandai berdagang. Perdagangannya tidak dikerjakan sendiri, melainkan dibawa oleh beberapa orang kepercayaannya atau orang-orang yang sengaja mengambil upah untuk membawakan dagangannya ke negeri Syam dan lain-lain. Perdagangannya sangat maju, sehingga ia terhitung seorang wanita yang kaya raya dan sangat dermawan dalam masyarakat Quraisy kota Mekkah.
Meskipun Khadijah telah dua kali kawin, telah menjadi janda dan mempunyai anak, tetapi banyak laki-laki yang meminangnya untuk menjadikan isteri. Tetapi semua pinangan yang dimajukan itu ditolaknya dengan cara yang bijaksana dan sangat halus, sehingga laki-laki yang telah ditolak pinangannya tidak merasa tersinggung atau merasa dihina.
Demikianlah kebesaran pribadi dan ketinggian budi wanita pilihan ini, yang telah ditetapkan oleh Allah, bahwa ia akan menjadi isteri seorang utusan Allah, yang akan memperbaiki akhlak kaumnya dan mengangkat derajat kaumnya yang berlimang dalam lumpur kesesatan dan kehinaan, ke derajat kemuliaan dan kebahagiaan yang kekal abadi.
Adapun peranan Khadijah, isteri Nabi Muhammad saw yang patuh dan setia ini, di saat-saat Nabi menerima wahyu secara ringkas dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Khadijah kenal benar akan jiwa, pribadi serta akhlak suaminya (Muhammad) sejak kecil, hingga dewasa dan kemudian menjadi suaminya, yang tidak puas bahkan sangat tidak suka kepada adat-istiadat kaumnya menyembah dan mendewakan patung dan berhala. Demikian pula ia sangat benci kepada kegemaran kaumnya berjudi dan meminum khamar serta melakukan perbuatan-perbuatan di luar peri kemanusiaan seperti membunuh bayi perempuan mereka hidup-hidup, karena malu dan takut miskin.
- Khadijah memberi suaminya kesempatan dan keleluasaan yang sebesar-besarnya untuk memasuki kehidupan berpikir dan alam nafsani, untuk mencari hakikat yang benar dan mutlak. Suaminya diberi dorongan semangat, agar terus mencari hakikat yang benar dan mutlak itu, dengan tidak dibebani persoalan-persoalan rumah tangga dan untuk membantu melancarkan roda perdagangannya, karena semua itu telah diurus Khadijah sendiri. Dan ketika suaminya bertafakkur atau bertahannuts di gua Hira disediakannya perbekalan untuk tinggal selama beberapa hari dalam melakukan tahannuts mencari hakikat yang benar itu.
- Ketika Muhammad saw dalam keraguan dan kebimbangan menghadapi kejadian-kejadian yang dilihatnya dalam tidurnya (mimpi yang benar), Khadijah sebagai isteri yang setia meyakinkan suaminya, bahwa dengan akhlaknya yang mulia dan tidak pernah berdusta atau menyakiti hati orang lain, mustahil ia akan diganggu atau digoda oleh jin dan setan.
- Ketika Nabi Muhammad saw dalam kegelisahan dan kebingungan setelah menerima wahyu yang pertama, Khadijah menghibur dan meyakinkan hati suaminya, bahwa suaminya akan menjadi Nabi, dan akan mengangkat derajat kaumnya dari lembah kehinaan dan kesesatan ke derajat kemuliaan dan kebahagiaan abadi. Kemudian setelah hilang keraguan dan kecemasan suaminya, pergilah ia ke Waraqah bin Naufal menceritakan perihal yang dialami suaminya. Waraqah menegaskan berdasarkan pengetahuannya dalam kitab Injil yang dipelajarinya, bahwa Muhammad akan menjadi Nabi.
- Ketika suaminya menerima wahyu yang kedua berisi perintah menyuruh mulai bekerja dan berjuang menyiarkan agama Allah dan mengajak kaumnya kepada agama tauhid, Khadijah adalah wanita pertama yang percaya bahwa suaminya adalah Rasulullah (utusan Allah) dan kemudian ia menyatakan keislamannya tanpa ragu-ragu dan bimbang sedikit pun.
Peranan Khadijah sebagai istri dan wanita pilihan yang memang telah ditetapkan oleh Allah dalam qadar-Nya, adalah sangat besar sekali dalam usaha suaminya untuk menyeru dan mengajak kaumnya kepada agama tauhid, dan meninggalkan agama berhala dan adat-istiadat jahiliyah.
Artikel ini disadur dari Al Quran dan Terjemah Departemen Agama RI tahun 1992 cetakan Semarang.