Suaramuslim.net – Kenikmatan dunia awalnya menarik hati manusia, tetapi pada akhirnya berpotensi menjerumuskan manusia dalam kehancuran. Allah menjelaskan kenikmatan dunia itu bersifat sementara, dan akan melalaikan siapa pun yang ikut arus sehingga terjerumus di dalamnya.
Allah juga menunjukkan bahwa kenikmatan dunia sangat melezatkan dan hal itu membuat orang kafir tertipu dan larut di dalamnya. Bahkan kenikmatan itu sengaja dipertunjukkan kepada kaum muslimin agar ikut larut dan tertegun hingga melalaikannya meniti jalan yang benar.
Kenikmatan dunia dan mengerasnya hati
Kemilau duniawi yang melekat pada orang kafir telah menyilaukan hati dan mendorong kaum muslimin lalai terhadap tujuan hidup yang hakiki. Kenikmatan duniawi yang demikian ini bukan hanya membuat hati lalai tetapi mengeras hingga lupa terhadap aturan-aturan Allah yang berisi perintah dan larangan.
Allah menggambarkan situasi kerasnya hati ini sebagai berikut:
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يُعۡجِبُكَ قَوۡلُهُۥ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَيُشۡهِدُ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا فِي قَلۡبِهِۦ وَهُوَ أَلَدُّ ٱلۡخِصَامِ
“Dan di antara manusia ada yang pembicaraannya tentang kehidupan dunia mengagumkan engkau (Muhammad), dan dia bersaksi kepada Allah mengenai isi hatinya, padahal dia adalah penentang yang paling keras.” (Al-Baqarah: 204).
Bukti kerasnya hati itu, bisa dilihat ketika manusia diperintahkan untuk berbuat baik, namun responsnya kurang menggembirakan. Mereka bukan hanya enggan, tetapi justru berupaya menentang perintah. Hal ini disebabkan kepemilikan harta yang demikian melimpah. Allah menggambarkan kerasnya hati itu, sehingga mudah berbuat dosa saat diperintahkan untuk berbuat kebaikan atau menjauhi larangan.
وَإِذَا قِيلَ لَهُ ٱتَّقِ ٱللَّهَ أَخَذَتۡهُ ٱلۡعِزَّةُ بِٱلۡإِثۡمِۚ فَحَسۡبُهُۥ جَهَنَّمُۖ وَلَبِئۡسَ ٱلۡمِهَادُ
“Dan apabila dikatakan kepadanya, “Bertakwalah kepada Allah,” bangkitlah kesombongannya untuk berbuat dosa. Maka pantaslah baginya neraka Jahanam, dan sungguh (Jahanam itu) tempat tinggal yang terburuk.” (Al-Baqarah: 206).
Betapa banyak manusia yang memiliki kekayaan dan kelapangan harta, namun enggan berbuat baik. Bahkan mereka menghabiskan hartanya untuk berbuat jahat seperti menindas, menciptakan kekacauan dan lain-lain. Betapa banyak orang kaya yang menahan hak kayawannya dan nggak segera dibagi kepada mereka.
Allah membandingkan orang yang memiliki ruh keingkaran, dengan orang yang memiliki ruh ketaatan. Ruh keingkaran orang kafir mendorong dirinya semakin membanggakan dunia. Bahkan kepemilikan harta yang melimpah mendorong dirinya menghina orang-orang beriman. Allah menggambarkan perilaku buruk itu sebagai berikut:
زُيِّنَ لِلَّذِينَ كَفَرُواْ ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَا وَيَسۡخَرُونَ مِنَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْۘ وَٱلَّذِينَ ٱتَّقَوۡاْ فَوۡقَهُمۡ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِۗ وَٱللَّهُ يَرۡزُقُ مَن يَشَآءُ بِغَيۡرِ حِسَابٖ
“Kehidupan dunia dijadikan terasa indah dalam pandangan orang-orang yang kafir, dan mereka menghina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu berada di atas mereka pada hari Kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang yang Dia kehendaki tanpa perhitungan.” (Al-Baqarah: 212).
Di balik sederhananya orang beriman saat di dunia, Allah memuliakannya saat hari kiamat kelak. Bahkan Allah menempatkannya pada kedudukan tinggi di sisi-Nya. Hal ini sebagai bentuk penghargaan Allah terhadap hati yang tak lalai oleh gemerlapnya kehidupan dunia. Hati yang tunduk dan patuh ini mendorong hamba untuk mengorbankan dirinya melakukan amalan kebaikan.
Mereka menghabiskan waktunya untuk bertaqarrub kepada Allah dengan membaca Al-Qur’an. Bahkan tidak pernah terlambat dalam salat berjamaah, puasa sunnah, dan ibadah-ibadah lainnya. Bahkan ikhlas bangun di tengah malam untuk bermunajat kepada Allah. Mereka demikian ringan menyisihkan hartanya kepada yang membutuhkan ketika memperoleh kelapangan harta. Hidupnya betul-betul dikorbankan untuk mengabdi kepada Allah, sebagaimana firman-Nya:
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَشۡرِي نَفۡسَهُ ٱبۡتِغَآءَ مَرۡضَاتِ ٱللَّهِۚ وَٱللَّهُ رَءُوفُۢ بِٱلۡعِبَادِ
“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya untuk mencari keridaan Allah. Dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” (Al-Baqarah: 207).
Betapa banyak kaum muslimin yang menyibukkan diri dengan ritual individu, seperti salat maupun puasa, namun tidak lupa menyempatkan diri untuk beribadah sosial, seperti berbagi harta kepada orang yang membutuhkan. Terlebih dalam situasi sulit seperti saat ini, ketika wabah corona memperberat situasi ekonomi masyarakat kurang mampu.
Di tengah kesulitan seperti saat ini, khususnya bulan Ramadan perlu ada gerakan filantropi (berbagi), misalnya berbagi masker, takjil untuk berbuka, atau pemberian sembako kepada orang-orang yang dalam keadaan susah, dan butuh bantuan.
Surabaya, 25 April 2020
Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net