Suaramuslim.net – Mengoreksi kesalahan ternyata harus dimulai dari diri sendiri. Mengabaikan faktor luar diri dan berkaca ke dalam diri. Dengan mulai mengoreksi kesalahan dari diri sendiri, potensi diri pun dapat makin berkembang. Dan kita dapat menjadi pribadi yang lebih baik.
Bulan suci Ramadan seringkali terngiang imbauan-imbauan untuk memperbanyak kebaikan. Karena di bulan ini, segala kebaikan yang dilakukan akan dilipatgandakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Terlebih lagi ketika malam Lailatulqadar tiba.
Namun ternyata ada hal penting yang acapkali dilupakan untuk dilatih agar menjadi kebiasaan baik seumur hidup. Salah satunya menurut Prof. Dr. Ir. Abdullah Sahab, M.Sc, ustaz sekaligus guru besar teknik mesin Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, adalah membiasakan diri mengoreksi tiap perbuatan kita baik benar atau pun salah.
“Biarkan hal-hal di luar diri kita sedemikian adanya, jika ada sesuatu yang buruk terjadi pada kita, maka ada baiknya hal tersebut dikoreksi dalam diri sendiri agar kita menjadi lebih baik. Karena, kita nggak punya kuasa untuk mengubah apa yang ada di luar diri kita,” jelasnya dikutip dari salah satu ceramahnya.
Menurutnya, dalam psikologi manusia, mereka seringkali menganggap segala hal negatif dan berdampak buruk merupakan faktor dari luar dirinya. Sedangkan, jika hal tersebut positif dan berdampak baik maka ia akan beranggapan bahwa itu adalah faktor dari dalam dirinya.
“Manusia ketika melakukan hal negatif cenderung mencari rasionalisasi atau justifikasi untuk mengatakan bahwa perbuatan tersebut dikarenakan faktor di luar dirinya,” paparnya.
Terkait dengan hal ini, ia mengistilahkannya dengan psikologi pesepakbola. Ia mengibaratkan ketika tim penyerang dari regu A menyerang ke gawang lawan di regu B dan gol. Ketika hal itu terjadi, maka sang penyerang itu pun akan melakukan selebrasi kegirangan dengan berjingkrak dan berteriak, dan menjadi orang yang paling bahagia di antara tim dan para pendukungnya.
“Tetapi, yang paling bahagia adalah sang penyerang itu. Dia yang paling bahagia,” tuturnya.
Dalam kasus tersebut, ia menganalisa bahwa penyerang sepakbola di saat itu, dia telah melakukan hal yang positif baginya karena berhasil membobol gawang lawan.
“Dia akan yakin. Seyakin-yakinnya bahwa yang memasukkan bola ke gawang lawan adalah dirinya, seratus persen,” tegasnya dengan nada serius.
Namun, jika dianalisa lebih lanjut, ada beberapa proses, umpan balik bola, rentetan kejadian sebelum gol itu terjadi.
Kemudian, jika seseorang melakukan hal negatif dan berdampak buruk, maka ia cenderung tidak akan mengakui hal tersebut dan menuding faktor lain di luar dirinya.
“Kalau ada yang positif akan ia akui, kalau ada yang negatif mereka cenderung lari dari tanggung jawab. Dan kokoh berpendapat bahwa hal negatif tersebut bukan karena dirinya,” ungkap Prof. Abdullah Sahab.
“Jangan menyalahkan hal lain jika sesuatu yang buruk terjadi pada kita. Tidak ada gunanya. Liriklah diri kita sendiri, kalau ini kita lakukan maka Insya Allah akan terjadi perubahan di dalam diri kita,” tutur Guru Besar Teknik Mesin ITS itu.
Bulan Ramadan selain menjadi bulan amal ternyata dapat menjadi momen untuk menggali potensi diri. Mengembangkan diri dengan kembali introspeksi terhadap kesalahan tanpa menuding faktor lain. Dengan begitu, di bulan ini semoga kita semua dapat meraih rida Allah dan membuat diri kita menjadi lebih baik. Aamiin.