Suaramuslim.net – Belakangan ini, jual-beli tidak harus pergi ke pasar atau supermarket. Tinggal pencet gadget, selesai. Penjual dan dan pembeli tidak harus bertemu. Kegiatan jual-beli seperti ini disebut jual beli online. Hukum jual beli online halal jika memenuhi syarat kehalalan. Berikut ulasannya.
Kemajuan teknologi informasi telah memanjakan umat manusia. Berbagai hal yang dahulu seakan mustahil dilakukan, kini dengan mudah terlaksana. Dahulu, praktik perdagangan banyak dibatasi waktu, tempat, ruang, dan lainnya. Namun kini batasan-batasan itu dapat dilampaui.
Keterbatasan ruang tidak lagi menjadi soal, sebagaimana perbedaan waktu tidak lagi menghambat Anda untuk menjalankan berbagai perniagaan. Dengan demikian, secara logis kapasitas perniagaan Anda dan juga hasilnya semakin berlipat ganda.
Di antara kemajuan teknologi informatika yang banyak membantu perdagangan ialah internet. Dengan memanfaatkan jaringan online, Anda dapat memasarkan barang sebanyak mungkin, dan mendapatkan konsumen tak terbatas.
Meski demikian, bukan berarti Anda bebas menjalankan perniagaan sesuka hati. Berbagai batasan yang berlaku dalam syariat tetap harus Anda indahkan, agar perniagaan online yang terjadi sejalan dengan syariat Allah ‘azza wa jalla.
Diperbolehkannya Transaksi Jual Beli Melalui Online
Rukun jual beli menurut Islam adalah adanya penjual, pembeli, barang yang dijual dan ucapan ijab qabul. Dalam Islam berbisnis melalui online diperbolehkan selagi tidak terdapat kezaliman, monopoli, serta unsur-unsur riba, dan juga penipuan.
Apabila sebelum transaksi kedua belah pihak sudah melihat barang yang diperjualbelikan atau telah dijelaskan baik sifat maupun jenisnya, maka sudah memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun jual beli lainnya.
Di dalam kitab Syarh al-Yaqut an-Nafis karya Muhammad bin Ahmad al-Syatiri menjelaskan, “Yang diperhitungkan dalam akad-akad adalah subtansinya, bukan bentuk lafalnya. Dan jual beli via telpon, sms, WhatsApp, Telegram dan semisalnya telah menjadi alternatif utama dan dipraktikkan.
Kemudian dalam Nihayah al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj karya Syihabuddin Ar-Ramli juga menjelaskan, “(Dan menurut qaul al-Azhhar, sungguh tidak sah) selain dalam masalah fuqa’—sari anggur yang dijual dalam kemasan rapat/tidak terlihat—jual beli barang ghaib, yakni barang yang tidak terlihat oleh dua orang yang bertransaksi, atau salah satunya. Baik barang tersebut berstatus sebagai alat pembayar maupun sebagai barang yang dibayari.”
“Meskipun barang tersebut ada dalam majelis akad dan telah disebutkan kriterianya secara detail atau sudah terkenal secara luas (mutawatir), seperti keterangan yang akan datang. Atau terlihat di bawah cahaya, jika cahaya tersebut menutupi warna aslinya, seperti kertas putih. Demikian menurut kajian yang kuat.”
Dalam pandangan mazhab Syafi’i (sebagaimana referensi kedua), barang yang diperjual-belikan disyaratkan dapat dilihat secara langsung oleh kedua belah pihak. Hal ini merupakan bentuk kehati-hatian agar tidak terjadi penipuan (ghoror) dalam jual beli.
Sebab, Rasulullah melarang praktik yang demikian, sebagaimana dalam sebuah hadis dinyatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli yang di dalamnya terdapat penipuan.” (HR Muslim).
Jawaban ini kiranya dapat dijadikan acuan dalam tindakan yang Anda lakukan. Karena pada dasarnya Islam sangat menekankan kepuasan (taradhin) di antara pihak penjual dan pembeli di samping juga mengantisipasi terjadinya penipuan dalam transksi jual beli.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan jual beli secara online seperti berikut ini:
Pertama, produk merupakan produk halal. Kewajiban menjaga hukum halal-haram dalam objek perniagaan tetap berlaku, termasuk dalam perniagaan secara online, mengingat Islam mengharamkan hasil perniagaan barang atau layanan jasa yang haram, sebagaimana ditegaskan dalam hadis, “Sesungguhnya bila Allah telah mengharamkan atas suatu kaum untuk memakan sesuatu, pasti Ia mengharamkan pula hasil penjualannya.” (HR Ahmad, dan lainnya).
Kedua, kejelasan status. Di antara poin penting yang harus diperhatikan dalam setiap perniagaan adalah kejelasan status Anda. Apakah sebagai pemilik, atau paling kurang sebagai perwakilan dari pemilik barang, sehingga berwenang menjual barang. Ataukah Anda hanya menawaran jasa pengadaan barang, dan atas jasa ini Anda mensyaratkan imbalan tertentu. Ataukah sekadar seorang pedagang yang tidak memiliki barang namun bisa mendatangkan barang yang Anda tawarkan.
Ketiga, Kejujuran. Berniaga secara online, walaupun memiliki banyak keunggulan dan kemudahan, namun bukan berarti tanpa masalah. Berbagai masalah dapat saja muncul pada perniagaan secara online. Terutama masalah yang berkaitan dengan tingkat amanah kedua belah pihak. Kejujuran antara penjual dan pembeli tetap harus dijaga untuk lancarnya transaksi jual beli.
Kontributor: Mufatihatul Islam
Editor: Muhammad Nashir