Peringati Hari Santri, Alumni Tebu Ireng Bedah Pemikiran Gus Sholah

Peringati Hari Santri, Alumni Tebu Ireng Bedah Pemikiran Gus Sholah

Prof Fasichul Lisan, Prof M. Nuh dan Prof Nurcholis Setiawan membedah Buku dan pemikiran Gus Sholah (Dok Suara Muslim)

SURABAYA (suaramuslim.net) – Ikatan Keluarga Alumni Pesantren Tebuireng (IKAPETE) pada Ahad (22/10) di hotel Alana Surabaya bertepatan dengan Hari Santri, menyelenggarakan Bedah Pemikiran dan Launching Buku Karya KH Sholahuddin Wahid atau Gus Sholah yang berjudul Memadukan Keislaman dan Keindonesiaan.

Selain dihadiri oleh para alumni Pesantren Tebu Ireng, acara tersebut juga dihadiri para tokoh diantaranya Prof Ridwan Nasir, Prof Fasichul Lisan, Prof M. Nuh, Dahlan Iskan, Prof Nurcholis Setiawan, Ismail Nachu, Emil Dardak, Nurwiyatno dan sederet tokoh lainnya.

Dr. Agus Moefad selaku Sekjen IKAPETE mengatakan, selain agar semakin banyak yang terinspirasi dengan pemikiran Gus Sholah, acara tersebut juga merupakan kado ulang tahun ke 75 untuk Gus Sholah.

“Gagasan untuk menyelenggarakan acara ini muncul saat Gus Sholah menunaikan ibadah haji, dan menjadi kejutan bagi Gus Sholah sepulang haji persiapan panitia sudah 80%. Selain itu banyak orang perlu memahami percikan pemikiran Gus Sholah yang mewarisi perjuangan KH Hasyim Asyari dan KH Wahid Hasyim yang berjuang untuk rakyat, bangsa dan agama” ujar Moefad.

Acara dibuka dengan sambutan panitia dan pembuka dari Gus Sholah dilanjutkan dengan Keynote Speech dari Dahlan Iskan dan Bedah Pemikiran oleh Prof M. Nuh, Prof Fasich dan Prof Nurcholish Setiawan.

Dahlan Iskan dalam Keynote Speech-nya menyampaikan bahwa keislaman bangsa Indonesia mendapatkan tantangan dari bangsa-bangsa tidak bertuhan.

“Kita harus mampu membuktikan kepada dunia terutama kepada bangsa yang tidak bertuhan kalau bangsa yang punya Tuhan Satu ini punya daya saing” kata Dahlan.

Sementara Prof M. Nuh ketika membedah pemikiran Gus Sholah mengatakan penting untuk membedah dan meneladani kepemimpinan Gus Sholah.

“Dalam kaitannya dengan kepemimpinan, seorang pemimpin harus bisa memadukan logika, etika dan estetika. Meskipun jaman sudah berubah, dengan pola pikir seperti Gus Sholah, kita bisa hidup dengan baik” jelas M. Nuh.

Selain itu Prof Nurcholis Setiawan, Irjen Kemenag yang juga alumi Pesantren Tebu Ireng menambahkan bahwa Gus Sholah adalah figur yang risau dengan kondisi kebangsaan.

“Gus Sholah adalah figur yang sudah selesai dengan dirinya sendiri, sehingga tidak memikirkan diri sendiri tapi memikirkan kondisi bangsa. Terkait kondisi kebangsaan, seperti dalam tulisan beliau religion tanpa religiusitas dimana ada spiritual tapi tanpa spiritualitas. Kenapa tidak ada korelasi antara ibadah ritual dan sosial. Nah, hal ini yang kemudian menjadi konsentrasi Gus Sholah dalam setiap tulisan dan pikiran-pikiran beliau” pungkas Nurcholis.

Reporter: Ahmad Jilul Qur’ani Farid

Editor: Muhammad Nashir

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment