Diakui atau tidak, selama ini dunia digital Indonesia banyak diwarnai dengan kejahatan. Ada penipu ngaku jadi “mama minta pulsa”, ada SMS minta transfer uang, atau menagih kontrakkan, Ada tipuan undian berhadiah, Ada gendam lewat telepon. Bahkan belakangan ada juga sindikat bayaran untuk penyebaran hoax, dan ujaran kebencian. Sepertinya sekarang kejahatan cybercrime sudah menjadi profesi bagi sebagian masyarakat tertentu.
Sedikit banyak semua itu mudah terjadi dan para pelaku merasa sulit dilacak, karena nomor telepon seluler yang mereka gunakan sebagai alat kejahatan adalah nomor tanpa identitas yang benar. Berbekal SIM Card yg bisa dibeli dengan murah dan gampang, serta bisa dipakai kejahatan kemudian langsung dibuang, dan besoknya beli lagi. Kejahatan cyberpun menjadi marak. Hoax dan penyebaran kebencian pun diproduksi oleh orang orang jahat dengan sembunyi dalam Anonimitas.
Adanya program pemerintah mewajibkan daftar ulang dengan identitas yang tunggal berdasar data eKTP tentu membuat resah dan mengkhawatirkan mereka. Dengan program daftar ulang ini, berarti siapa yang menipu dan menyebarkan hate speech akan lebih mudah terdeteksi. Program ini juga membuat orang tidak bebas lagi ganti-ganti nomor telepon seluler karena ada pembatasan. Berarti identitas dituntut jadi makin jelas dan peluang melakukan kejahatan semakin menyempit.
Maka tak heran kalau program untuk keamanan pengguna telpon seluler ini mereka tentang habis habisan dengan berbagai cara. Karena Program daftar ulang dengan validasi identitas ini pasti akan merugikan secara politik dan ekonomi bagi para pelaku kejahatan tersebut. Itulah kemudian menjadi tak aneh kalau mereka lalu membuat hoax macam-macam untuk menggagalkannya.
Ada hoax yang menakut-nakuti masyarakat seakan dengan registrasi ini akan dikriminalisasi dengan UU ITE, ada pula hoax yg mengatakan program ini untuk mencuri data pribadi, padahal yang diminta cuma nomor NIK dan Nomer KK. Hingga ada hoax yang berisi tuduhan politik dikaitkan dengan Pilpres 2019. Yang ujung-ujungnya mengajak masyarakat untuk menolak daftar ulang.
Lewat penyebaran hoax yang massif, mereka berharap masyarakat bisa percaya, dan program daftar ulang nomer telepon seluler akan gagal. Kalau gagal berarti mereka akan tetap bisa menipu dan bisa pula terus menyebarkan hoax dan ujaran kebencian. Apakah keadaan penuh tipu daya dan fitnah ini akan kita biarkan?.
Padahal sistem identitas tunggal yang terintegrasi dengan layanan publik dan keamanan, merupakan cita-cita lama yg sudah diprogramkan sejak pemerintahan sebelumnya. Hanya karena ada hambatan e-KTP program ini tertunda, dan baru sekarang bisa diwujudkan.
Akankah kita masyarakat akan tunduk dan mengikuti kemauan para produsen hoax dan pelaku cybercrime? Tentu tidak dan mereka harus kita lawan. Dengan cara, tetap ikut mendaftarkan nomor kartu telepon seluler kita. Supaya nomor kita tetap bisa kita pakai, masyarakat menjadi makin tertib dan aman, Indonesia makin bersih dari kejahatan siber.
Yuk kita dukung keamanan negara dengan mengikuti daftar ulang serta tidak mempercayai Hoax. Indonesia tidak akan maju dan sejahtera jika masyarakatnya hanya disibukkan dengan hoax, hasutan dan penipuan. Saatnya kita wujudkan sistem data kependudukan yang lengkap, terintegrasi sehingga memudahkan peningkatan pelayanan dan keamanan.