Suaramuslim.net – Siapa yang tidak kenal dengan Imam Nawawi? Nama ulama ini, sudah sangat masyhur. Berikut kisah lengkapnya.
Jika sebagian orang merasa tersanjung dengan julukan yang berupa pujian yang menandakan bahwa kita memiliki posisi yang tinggi, namun tidak pada Imam Nawawi, ia justru tidak menyukai berbagai julukan yang dilekatkan pada dirinya.
Imam Nawawi, memiliki nama lengkap yaitu Yahya bin Syarafuddin bin Murriy bin Hasan Al-Hizami Al-Haurani An-Nawai Asy-Safi’I. Beliau dikenal sebagai Al-Imam, Al-Hafiz, Al-Faqih dan Al-Muhaddits. Selain itu, Abu Zakaria juga dijuluki Muhyiddin (yang menghidupkan agama).
Meski memiliki berbagai julukan yang baik, beliau sendiri tidak suka dijuluki dengan julukan tersebut karena ketawadhu’annya kepada Allah. Selain rasa tawadhu yang tinggi dalam dirinya, ia juga merasa bahwa agama itu selalu hidup, tidak butuh orang yang menghidupkannya, agar menjadi hujjah bagi mereka yang menyia-nyiakannya dan mencampakkannya.
Al-Lakhmy berkata, “Adalah benar bahwa Imam Nawawi berkata, ‘Aku tidak rela orang yang memberikan aku julukan Muhyiddin’.” Demikian bantahan Imam Nawawi pada julukan yang diberikan atas dirinya.
Lalui Masa Kecil dengan Belajar pada Ulama
Imam Nawawi dilahirkan di negeri Nawa (salah satu tempat di Suriah), pada sepuluh hari pertengahan bulan Muharram tahun 631H dan tumbuh berkembang di sana. Masa kecilnya dilalui dengan mendatangi para ulama untuk berkonsultasi kepada mereka dalam berbagai urusan. Dia tidak suka bermain dan bercanda (sebagaimana layaknya anak-anak). Karenanya dia telah hafal Al-Qur-an menjelang usia baligh.
Pada usia sembilan belas tahun, ayahnya membawa Imam Nawawi ke Damaskus untuk menuntut ilmu. Lalu dia tinggal di Madrasah Ar-Rowahiyah, dekat Jaami’ (Masjid Agung) Umawi di Damaskus.
Kala itu tahun 649H, Kitab “At-Tanbih” dihafalnya dalam waktu empat bulan setengah saja. Setahun sesudahnya dia mengaji kitab “Al-Muhazzab”, karangan Asy-Syirazi, kepada syekhnya; Ishaq bin Ahmad bin Utsman Al-Maghribi Al-Maqdisi yang merupakan guru pertamanya dalam bidang fiqh.
Setiap hari dia membaca dua belas kajian kepada gurunya masing-masing, lengkap dengan bacaan dan penjelasannya. Sempat terlintas keinginannya untuk mendalami masalah kedokteran, namun Allah ta’ala mengalihkannya dari hal tersebut.
Pada tahun 665H beliau telah mulai mengajar di Asyraqiyah, Damaskus dan tinggal di sana. Hanya saja, disana dia tidak dapat mengkaji ilmu yang banyak hingga wafatnya.
Karya Imam Nawawi
Imam Nawawi meninggalkan banyak sekali karya ilmiah yang terkenal. Jumlahnya sekitar empat puluh kitab.
Dalam bidang hadits: Arba’in, Riyadhush Shalihin, Al-Minhaj (Syarah Shahih Muslim), At-Taqrib wat Taysir fi Ma’rifat Sunan Al-Basyirin Nadzir. Dalam bidang fiqh: Minhajuth Thalibin, Raudhatuth Thalibin, Al-Majmu’. Dalam bidang bahasa: Tahdzibul Asma’ wal Lughat. Dalam bidang akhlak: At-Tibyan fi Adab Hamalatil Qur’an, Bustanul Arifin, Al-Adzkar.
Kitab-kitab ini dikenal secara luas termasuk oleh orang awam dan memberikan manfaat yang besar sekali untuk umat. Ini semua tidak lain karena taufik dari Allah Ta’ala, kemudian keikhlasan dan kesungguhan beliau dalam berjuang.
Secara umum beliau termasuk yang berpegang teguh pada manhaj ahlul hadits, tidak terjerumus dalam filsafat dan berusaha meneladani generasi awal umat dan menulis bantahan untuk ahlul bid’ah yang menyelisihi mereka.
Kontributor: Mufatihatul Islam
Editor: Muhammad Nashir