Suaramuslim.net – “Tahun 2018 bisa kita bilang tahun aksi untuk perekonomian syariah”, ujar Dr. Raditya Sukmana yang saat ini menjabat Ketua Departemen Ekonomi Syariah FEB Universitas Airlangga dalam talkshow Ranah Publik di Suara Muslim Radio Network tadi pagi (5/1/2018). Raditya menyebut di tahun 2017 sudah banyak diskusi dan kini saatnya menunjukkan aksi. “Saya yakin 2018 aksi akan lebih banyak, baik untuk zakat maupun wakaf”, katanya dengan nada optimis.
Raditya menyebut pada tahun 2017 Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Pusat membuat indeks zakat nasional yang akan menilai kinerja BAZNAS di daerah. Berapa pengumpulannya, berapa mustahik yang dibantu, berapa peningkatan mustahik yang tidak lagi menerima zakat bahkan menjadi muzakki. Adakah perda tentang zakat di daerah tersebut, dan sebagainya. Setiap tahun akan dinilai BAZNAS. Otomatis kalau ada yang tidak perform atau kinerja kurang baik, akan terlihat rendah nilainya dibanding daerah lain dan akan ada rangking terbaik dan terendah. “Yang terendah pasti akan malu dan ini memicu BAZNAS di daerah untuk berbenah agar tidak menjadi yang terendah”, ujar dosen yang juga peneliti di Center of Islamic Social Finance Intelligence Universitas Airlangga ini.
Sedangkan untuk wakaf, Raditya menilai pengukuhan Ketua Umum Badan Wakaf Indonesia di 2017 merupakan langkah tepat untuk menunjukkan aksi di 2018. Prof. Muhammad Nuh yang saat ini menahkodai Badan Wakaf Indonesia menyebut akan melakukan sinergi dengan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dan Bank Indonesia. BPKH itu uangnya banyak sekali sedangkan aset tanah wakaf banyak yang menganggur. “Nah kalau bersinergi ini kan bisa jadi perpaduan luar biasa, yaitu ada dana cash tidak terpakai dan lahan nganggur, difungsikan keduanya”, papar Raditya.
Raditya mengutip Islamic Development Bank yang telah mengeluarkan term khusus untuk zakat dan wakaf yaitu Islamic Social Finance. Selama ini kalau kita mendengar Islamic Finance orientasinya selalu profit, dan ini tidak salah. Karena penerima terakhir yang menerima manfaat dari Islamic Finance adalah kita sendiri, kita menabung di bank syariah, kita dapat bagi hasil, manfaatnya untuk kita. Tapi kalau Islamic Social Finance penerima terakhirnya adalah orang lain. Ultimate end dari manfaat ini bukan kita tapi orang lain. Tren pengarus utamaan Islamic Social Finance ini menurut Raditya sangat berkembang di 2017 dari tataran wacana, studi dan seminar, sampai pembahasan literatur, jadi sangat wajar ditunggu aksi nyata di 2018.
Kenapa, karena sudah ada prakteknya jaman Turki Usmani. Raditya menyebut, dulu di era keemasan Turki Usmani itu ada semacam slogan begini. “Bayi lahir di rumah sakit wakaf, setelah lahir nutrisinya diberi dari profit wakaf produktif. Bayi itu bergerak dewasa dan mulai sekolah, bersekolah pun di sekolah wakaf dari tingkatan paling awal sampai universitas pun wakaf. Kemudian dia bekerja di perusahaan wakaf. Dia menikah, maharnya pun dari laba wakaf produktif, saat sakit dirawat di rumah sakit wakaf lagi. Nah ketika meninggal dikuburkan di lahan tanah kuburan wakaf. Dengan contoh seperti ini, wakaf bisa menjadi solusi problematika ekonomi”, pungkas Raditya Sukmana.
Reporter: Ahmad Jilul Qur’ani Farid
Editor: Muhammad Nashir