Suaramuslim.net – Al Quran merupakan kalam Allah subhanahu wa ta’ala, sumber tertinggi yang difungsikan sebagai aturan dasar umat Islam. Memperlakukan Al Quran harus dengan adab-adab khusus. Bagaimana adab terhadap Al Quran? Bagaimana pula adab wanita terhadap Al Quran?
Diambil dari rumaysho.com, beberapa adab penting yang perlu diperhatikan dalam membaca Al-Quran, antara lain.
- Hendaklah yang membaca Al Quran berniat ikhlas, mengharapkan ridha Allah, bukan berniat ingin cari dunia atau cari pujian.
- Disunnahkan membaca Al Quran dalam keadaan mulut yang bersih. Bau mulut tersebut bisa dibersihkan dengan siwak atau bahan semisalnya.
- Disunnahkan membaca Al Quran dalam keadaan suci. Namun jika membacanya dalam keadaan berhadats dibolehkan berdasarkan kesepatakan para ulama. Dari Abu Bakr bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm dari ayahnya dari kakeknya, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menulis surat untuk penduduk Yaman yang isinya, “Tidak boleh menyentuh Al Quran melainkan orang yang suci”. (HR. Daruquthni no. 449. Hadits ini dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa’ no. 122).
- Mengambil tempat yang bersih untuk membaca Al Quran. Oleh karena itu, para ulama sangat anjurkan membaca Al Quran di masjid. Di samping masjid adalah tempat yang bersih dan dimuliakan, juga ketika itu dapat meraih fadhilah i’tikaf.
- Menghadap kiblat ketika membaca Al Quran. Duduk ketika itu dalam keadaan sakinah dan penuh ketenangan.
- Memulai membaca Al Quran dengan membaca ta’awudz. Bacaan ta’awudz menurut jumhur (mayoritas ulama) adalah “a’udzu billahi minasy syaithonir rajiim”. Membaca ta’awudz ini dihukumi sunnah, bukan wajib. Perintah untuk membaca ta’awudz di sini disebutkan dalam ayat, “Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl: 98)
- Membaca bismillahir rahmanir rahim di setiap awal surat selain surat Bara’ah (surat At-Taubah).
- Hendaknya ketika membaca Al Quran dalam keadaan khusyu’ dan berusaha untuk mentadabbur (merenungkan) setiap ayat yang dibaca. Perintah untuk mentadabburi Al Quran disebutkan dalam ayat, “Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24) “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (QS. Shaad: 29). Adab membaca Al Quran diringkas dari penjelasan Imam Nawawi dalam At-Tibyan, hlm. 80-87.
Sementara itu, terkait dengan hukum wanita membaca Al Quran tanpa menutup aurat layaknya laki-laki, seorang konsultan syariah, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin, menjawab pertanyaan netizen, “Untuk membaca Al-Quran, tidak ada persyaratan bagi wanita untuk menutup kepalanya. Karena tidak disyaratkan untuk menutup aurat ketika membaca Al Quran.
“Berbeda dengan shalat, seseorang bisa tidak sah kecuali dengan menutup aurat.” kata Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin, dikutip muslimahcorner.
Pertanyaan semisal juga pernah diajukan di Syabakah Al-Fatwa Asy-Syar’iyah. Syaikh Prof Dr. Ahmad Hajji Al-Kurdi memberi jawaban, “Jika tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa tindakan itu termasuk melecehkan atau tidak menghormati Al Quran, maka perbuatan semacam ini tidak haram. Hanya saja tidak sesuai dengan adab yang diajarkan ketika membaca Al Quran,” katanya.
Hukum Menyentuh Al Quran Bagi yang Berhadats
Bagaimanakah hukum menyentuh mushaf Al Quran bagi orang yang berhadats seperti dalam keadaan tidak suci, dalam keadaan junub, dalam keadaan haidh dan nifas. Apakah orang-orang seperti ini diperkenankan untuk menyentuh mushaf? Tentu saja kita harus kembali pada dalil untuk membicarakan hal ini.
Pendapat Ulama Madzhab dalam Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah –kitab Ensiklopedia Fiqih- disebutkan, orang yang berhadats (hadats besar atau hadats kecil) tidak boleh menyentuh mushaf seluruh atau sebagiannya. Inilah pendapat para ulama empat madzhab. Dalil dari hal ini adalah firman Allah ta’ala, “Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.” (QS. Al Waqi’ah: 79)
Begitu pula sabda Nabi ‘alaihish sholaatu was salaam, “Tidak boleh menyentuh Al Quran kecuali engkau dalam keadaan suci.”
Larangan menyentuh mushaf di sini berlaku bagi orang yang berhadats besar seperti wanita yang sedang haidh, nifas dan orang yang junub.
Ibnu Qudamah mengatakan, “Kami tidak mengetahui ada yang menyelisihi pendapat ini kecuali Daud (salah satu ulama Zhohiriyah).”
Al Qolyubi, salah seorang ulama Syafi’iyah mengatakan, “Ibnu Sholah menceritakan ada pendapat yang aneh dalam masalah ini yang menyebutkan tidak terlarang menyentuh mushaf sama sekali (meskipun keadaan hadats kecil maupun hadats besar).”
Orang yang berhadats di sini diperbolehkan menyentuh Al Quran setelah mereka bersuci, untuk hadats besar dengan mandi wajib sedangkan hadats kecil dengan berwudhu.
Menyentuh mushaf Al Quran dengan pembatas ketika berhadats, dibolehkan menyentuh mushaf dalam keadaan berhadats dengan menggunakan pembatas selama pembatas tersebut bukan bagian dari mushaf, artinya: tidak dibeli beserta mushaf seperti sampul. Seperti yang digunakan sebagai pembatas di sini adalah sarung tangan.
Karena larangan yang dimaksud adalah larangan menyentuh mushaf secara langsung. Sedangkan jika menggunakan pembatas, maka yang disentuh adalah pembatasnya dan bukan mushafnya. Demikian pendapat yang dipilih oleh ulama Hambali.
Membawa mushaf Al Quran ketika berhadats tanpa menyentuh misalnya saja seorang yang dalam keadaan berhadats membawa mushaf Al Quran di tasnya, tanpa menyentuhnya secara langsung. Apakah seperti ini dibolehkan?
Pendapat yang tepat dalam masalah ini adalah dibolehkan. Yaitu dibolehkan bagi yang berhadats (seperti orang yang junub) untuk membawa mushaf tanpa menyentuhnya secara langsung, dengan menggunakan pembatas yang bukan bagian dari Al Quran. Karena seperti ini bukanlah disebut menyentuh. Sedangkan larangan yang disebutkan dalam hadits adalah menyentuh mushaf dalam keadaan tidak suci. Sedangkan di sini sama sekali tidak menyentuh. Inilah pendapat ulama Hanafiyah, ulama Hanabilah dan menjadi pendapat Al Hasan Al Bashri, ‘Atho’, Asy Sya’bi, Al Qosim, Al Hakam dan Hammad. (yet/smn)