Suaramuslim.net – Siapa yang tak hafal dengan butir kedua Pancasila? “Kemanusiaan yang adil dan beradab.” Kata-kata ini sudah terdengar biasa, namun kandungan nilainya sangat relevan juga dipraktikkan guru dalam mengajar. Bahwa mengajar itu perlu mempertimbangkan unsur kemanusiaan yang diiringi keadilan. Dan yang tak kalah penting adalah adab.
Adab ini berasal dari bahasa Arab yang darinya lahir kata ta’dib yang salah satu artinya adalah pendidikan. Dari sini, adab di samping perlu diterapkan kepada murid, juga penting diterapkan oleh guru. Bahwa guru dalam mengajar perlu menjaga adab.
Imam An-Nawawi dalam buku “Ādāb al-‘Ālim wa al-Muta’allim” (34-35) menyebutkan banyak adab yang perlu dijaga oleh guru dalam mengajar. Berikut ini ada 5 adab yang akan dikemukan;
1. Niat
Niat mengajar untuk mendapatkan keridaan Allah. Imam An-Nawawi membahasakan dengan sangat indah. Seorang pengajar hendaknya membentuk kesadaran dalam jiwanya bahwa dalam pengajaran yang dilakukan semata-mata dalam rangka ibadah kepada Allah.
Hal ini akan membantu guru untuk senantiasa bisa meluruskan niat dalam mengajar, bisa menjaganya dari berbagai hal yang bisa mengotori ketulusan niat, dan yang tak kalah penting adalah agar tidak terlewatkan dari kemuliaan seorang guru yang begitu besar dalam agama.
2. Menanamkan Pendidikan Adab
Menanamkan pendidikan adab kepada murid atau pelajar. Misalkan murid dibiasakan sejak dini agar ikhlas, jujur, berniat baik dan merasakan kehadiran Allah di sisinya. Kalau hal ini berhasil, maka paling tidak problem contek-mencontek pada masa ujian dan semacamnya minimal akan terkurangi. Syukur-syukur bisa teratasi semuanya.
3. Memberikan Motivasi
Sebelum mengajar para murid diberikan semacam motivasi atau dorongan mengenai pentingnya menuntut ilmu. Di samping itu, keutamaan-keutamaan ilmu bisa juga disampaikan untuk merangsang minat dan ketertarikan siswa. Bila perlu disampaikan ulama-ulama (ilmuan) dibidangnya agar si murid termotivasi.
Bayangkan jika guru mengajar hanya sekadar mengajar atau mencari uang belaka, maka yang dilakukan hanya mentransfer ilmu. Dirinya tidak peduli anak didiknya mengerti atau tidak, hal itu tidak menjadi persoalan primer baginya. Akibatnya, murid masuk juga asal-asalan. Mereka dari awal sudah tidak termotivasi dan terangsang untuk belajar.
4. Lemah Lembut dan Perhatian kepada Mereka
Kata Imam An-Nawawi seorang pengajar itu dalam mengajar seolah-olah sedang memperhatikan kepentingan diri dan anak sendiri. Para anak didik dianggap dan diperlakukan seolah sebagai anak-anak sendiri.
Bila ini yang dilakukan, maka anak didik akan merasa bahwa yang mendidiknya seakan-akan ayah dan ibunya langsung. Sehingga, nuansa belajar menjadi akrab dan penuh kekeluargaan. Demikian juga si pengajar, ketika siswa berbuat salah, tidak akan dihardik tapi disikapi dengan sabar dan tak jemu untuk mengingatkan dan mengarahkan.
5. Mencintai Para Murid
Mencintai para murid sebagaimana mencintai diri sendiri dalam kebaikan dan membenci keburukan terjadi pada mereka sebagaimana kalau keburukan itu menimpa kepada dirinya. Level guru seperti ini digambarkan dalam hadis sebagai salah satu tolok ukur keimanan seseorang.
“Iman kalian tidak akan sempurna,” sabda Nabi, “hingga mencintai saudaranya seperti yang dia sukai untuk dirinya sendiri.” Artinya, dia akan selalu berusaha yang terbaik bagi muridnya ketika mengajar. Apapun yang bisa berdampak negatif pada murid, sedapat mungkin dihindarkan oleh sang guru sebagaimana dirinya membenci keburukan menimpanya.
Dengan niat ikhlas dan tulus karena Allah, penanaman adab sejak dini, motivasi yang berkesinambungan, kelembutan dan lemah lembut dan cinta dalam mengajar, insyaallah akan lahir murid-murid yang beradab. Sebab, bagaimana mungkin melahirkan murid beradab, jika gurunya jauh dari adab?