Suaramuslim.net – Untuk suatu investasi duniawi, baik pribadi atau perusahaan kita sering amat serius melakukan analisis kelayakannya. Tidak hanya mengkaji bagaimana skema bagi hasil ketika investasi menguntungkan, tetapi juga bagaimana skema bagi rugi ketika ternyata gagal. Bahkan tak jarang kita melakukan analisis persoalan potensial lengkap dengan rencana solusinya yang berjenjang dan berlapis-lapis.
Ada plan A, plan B dan juga kontingensi plan atau exit plan. Namun, bagaimana halnya dengan investasi ukhrawi, yang salah satunya berupa keluarga dan anak yang salih? Apakah untuk investasi ukhrawi itu, kita juga sudah menguras pikiran dan melakukan upaya dengan perencanaan investasi seserius urusan dunia itu?
Dalam investasi duniawi kita mengenal pasive income, sebuah target investasi tertinggi ketika uang sudah mampu “bekerja” untuk kita, bukan lagi kita bekerja untuk mencari uang. Dalam konteks investasi ukhrawi tidak jauh berbeda realitanya. Kehadiran anak salih menjadi ‘pasive income’ atau lebih tepatnya pasif pahala saat kita meninggalkan dunia menuju alam baqa. Karenanya kita harus serius menginvestasikan waktu, pikiran, tenaga dan dana kita untuk kebaikan ananda.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila anak Adam meninggal, terputuslah semua laku perbuatannya, kecuali tiga perkara: Sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakan kedua orangtuanya.” (HR Muslim).
Dalam hidup dan kehidupan ini tidak ada sesuatu yang paling membahagiakan para orang tua, selain melihat putra–putri mereka hidup dalam naungan hidayah Allah, berjalan di jalan lurus (benar), mentradisikan laku kebaikan di semua dimensi kehidupannya, rajin beramal salih untuk kontribusi dan investasi kehidupan akhirat.
Kesempatan bagi anak-anak untuk belajar antre, berbagi, bertoleransi dan memberi apresiasi.
Apakah arti belajar/sekolah bagi orang Jepang? Mereka akan menjawab: “Belajar adalah investasi bagi masa depan anak-anak Jepang, untuk membangun karakter anak.”
Diambil dari buku “Bukan Sekadar Ayah Biasa” karya Misbahul Huda. Buku yang bercerita bagaimana pengalaman ayah hadir dalam pengasuhan anak.