Suaramuslim.net – Manusia dengan fitrahnya sebagai makhluk sosial, membutuhkan orang lain untuk berbagi. Baik dalam bentuk pikiran, hubungan maupun materi sekalipun. Bukan maksudnya dalam materi dengan membayar orang untuk menemani dia. Sebagaimana yang terjadi di Jakarta dan Surabaya.
Banyak yang merasa hidupnya hampa. Padahal kemewahan melimpah ada pada diri. Ketika tidak ada kawan yang bisa diajak berbagi. Tetapi media sosial yang berkembang sekarang ini bisa memberikan solusi bagi penyakit sosial ini. Banyak yang merasa menemukan curahan hati. Meski tidak saling kenal. Satu nasib sama-sama kesepian.
Rasa untuk saling berbagi bisa tersalurkan dengan baik. Mungkin dengan memberikan waktu selama dua jam berbagi dan bertegur sapa bisa menjadi jalan dari kebuntuan hidupnya selama ini.
Seorang kawan dari Surabaya berinisial “OS” pernah berkata kepada saya. Dia menemukan tempat untuk melampiaskan kegelisahan ketika menemukan teman di dunia maya. Katanya temannya juga mengalami hal serupa. Sama-sama tidak menemukan kecocokan dalam bergaul di lingkungannya. Baik di tempat kerja, tetangga dan tempat ibadah.
Beberapa kasus orang yang bunuh diri salah satu penyebabnya adalah depresi. Semakin parah ketika dia tidak menemukan teman untuk mencurahkan segala isi hatinya. Penyakit ini muncul ketika gaya pembangunan manusia cenderung hedonis. Hubungan antar manusia diukur dengan kepentingan dan materi. Tidak di negara maju atau berkembang. Negara seperti Amerika, Jepang, Hongkong adalah negara yang mapan dalam perekonomiaan tapi kasus bunuh diri besar. Indonesia, Pakistan, India adalah negara yang berkembang dan bunuh dirinya juga besar. Meski pemicunya berbeda tapi intinya sama. Kesepian.
Dia merasa kesepian meski banyak orang di sekitarnya. Dan dia tidak menemukan kedekatan yang tulus terhadap orang yang ada di sekitanya tersebut. Dia merasa bahwa mereka itu dekat dengan dirinya karena ada yang mengingingkan untuk mendapatkan harta atau suatu materi sehingga kurang tulus. Dia pun menghindar dari sekitarnya dan menjadi penyendiri.
Mungkin penemu-penemu media sosial ini, pada awalnya tidak bermaksud untuk menolong orang kesepian. Insting manusianya yang mengarahkan jika manusia butuh untuk komunikasi dengan manusia yang lain. Tanpa perlu adanya sekat lagi. Dampaknya luar biasa, banyak orang yang tertolong dengan media ini. Dengan bukti berkembang dengan cepat dari awal kemunculannya.
Kenyataan manusia yang haus dengan perhatian dan komunikasi dengan sesamanya ini membuat media sosial menjadi subur. Ketika dalam kehidupan nyata dia merasa tidak mendapat tempat untuk bersosialisasi, maka dalam media sosial banyak yang bisa mencurahkan perhatian. Seperti ada pelampiasan “syahwat” sosial.
Efek dari ini muncul grup-grup pertemanan dalam media sosial. Mulai dari kuliner sampai buku. Ini muncul karena dalam dunia nyata mereka tidak menemukan kesamaan hobi atau minat. Atau bisa saja di dunia nyata sekarang ini semakin dihadapkan pada persaingan tidak sehat.
Ini bagus dan bisa menjadikan sehat dalam diri dan jiwanya. Dia bisa menutupi kekosongan dari dunia nyata tentang apa yang diingininya. Ketika telah genap apa yang menjadi kebutuhan dasar dalam bersosial ini, maka manusia akan muncul sikap dan sifat tolerannya. Dia bisa menghargai orang lain dan manusia baginya tidak ada yang asing. Ini merupakan anugerah tersendiri.
Manusia yang telah genap jiwa sosialnya, akan tumbuh rasa peduli dan menghargai orang lain yang berbeda. Dan ini diawali dengan komunikasi tanpa tendensi diawal. Media sosial seperti Facebook dan Twitter telah menjawab.