Misteri di Balik Titipan

Misteri di Balik Titipan

Keluarga Sekolah Utama
Misbahul Huda bersama isteri, anak-anak, dan cucu-cucunya. (Dok. pribadi)

Suaramuslim.net – Anak merupakan anugerah terindah dalam kehidupan ini. Ia sebuah amanah yang harus dijaga. Tugas kita sebagai orang tua, mendampingi mereka tumbuh secara alami, lalu Tuhanlah yang akan menyempurnakan kebaikan di balik perkembangan anak-anak kita.

Anak-anakmu terlahir bukan pilihanmu, mereka menjadi anakmu juga bukan karena keinginan mereka, tetapi karena takdir kekuasaan Allah.

“Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki, dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki. Atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang dikehendaki-Nya), dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui dan Maha Kuasa” (QS Asy Syura: 49-50).

Karena apa yang Allah takdirkan untukmu, maka itulah amanah yang harus ditunaikan. “Janganlah kamu mengkhianati Allah dan rasul- Nya dan janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. Ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS Al Anfaal: 27-28).

Seseorang yang menikah lalu berdoa ingin memiliki anak, maka di balik doa dan keinginan itu terselip komitmen untuk mengikat janji dengan Allah. Janji bersedia menerima amanah berupa anak, maka tepatilah janjimu karena Allah akan minta pertanggung-jawabannya. Tidak perlu risau dengan besarnya amanah itu, karena Allah tidak membebani seseorang melebihi kemampuannya.

Anak terlahir dalam keadaan fitrah baik (suci), karena itu didiklah anak-anakmu sesuai dengan fitrahnya. Dan jangan berharap terlalu banyak pada anak-anakmu, bila kamu tidak mendidik dan membesarkan mereka sebagaimana fitrahnya. Dengan demikian, tidak diperlukan banyak perintah dan larangan, yang dibutuhkan hanyalah contoh keteladanan.

Tegasnya, janganlah menginginkan anak-anakmu sebagai anak-anak yang saleh sebelum engkau menjadi saleh terlebih dahulu. Jangan berharap hadirnya kebaikan, kebanggaan dan qurrota a’yun dari anak-anakmu, bila kamu tidak mendidik mereka menjadi anak-anak yang saleh dengan metode pendampingan atau penularan.

Kehadiran kita tidak dirancang untuk gagal mendidik anak. Kita sendirilah yang ‘merancang’ kegagalan itu. Sesungguhnya, anak tidak butuh orang tua yang sempurna, melainkan sekadar teman yang bersedia tumbuh dan belajar bersamanya.

Anak terlahir dalam konstruksi ciptaan terbaik (fi-ahsani taqwiem), lengkap dengan potensinya. Tidak ada produk gagal dalam ciptaan Allah, karena itu anak adalah pribadi yang harus dihargai potensinya, dihormati oleh siapa pun terlebih orangtuanya sendiri.

Allah tidak mewajibkanmu membentuk anak-anakmu mahir dan hebat dalam segala hal, tetapi Allah ‘hanya’ mewajibkan orang tua membentuk anak-anak yang saleh, yang mampu menemukan hal sederhana dalam dirinya lalu piawai mensyukurinya.

Bersyukur dalam arti menemukan kelebihan yang telah Allah karuniakan padanya, lalu bersungguh-sungguh mengaktualisasikan potensi dirinya, agar kehadirannya di muka bumi ini banyak berkontribusi dan memberi arti. Karena gelas ukur manusia terbaik di hadapan Allah adalah mereka yang paling banyak kontribusinya sesama manusia. Bukan diukur dari keelokan wajahnya, hartanya ataupun pangkat kedudukannya.

Ada misteri besar di balik kehadiran anak di sebuah keluarga, terkait wataknya, potensi dan kekurangannya, jenis kelaminnya maupun rejeki yang tak terduga, yang sering mengiringi kehadiran ananda. Banyak disiplin ilmu (genetika, jiwa dan kedokteran anak) yang gagal menguak misteri tersebut, semakin mencoba menemukan ilmu baru, semakin banyak yang tidak diketahui korelasinya oleh manusia. Ketika penulis dikaruniai enam orang anak, ternyata banyak misteri dan keunikan yang kami temukan pada masing-masing anak.

Dengan misteri itu, seolah Tuhan hendak berpesan jangan jadikan anakmu sebagai objek yang membebani kehidupanmu, tetapi jadikan anak sebagai subyek yang menarik minatmu untuk belajar kearifan. Dengan lebih banyak mensyukuri dan memaknai kehidupan di balik titipan dan kuasa Tuhan.

Berbuat baiklah pada anak-anakmu, bahkan sebelum mereka dilahirkan (diciptakan). Janganlah menuntut hakmu dari anak-anakmu, sebelum engkau memberikan hak anak-anakmu, demikian juga sampai engkau memenuhi hak-hak Allah atasmu.

Dalam mengemban amanat titipan anak ini, janganlah engkau berpikir tentang hasil akhir dari usahamu mendidik, serahkanlah hasilnya pada Allah Yang Maha Pendidik. Tetapi tetap bersabar dan bersungguh-sungguhlah dalam mendidik. Janganlah berhenti dan bosan mendidik anak sampai kematian memisahkanmu. Akan selalu ada tersimpan misteri di balik titipan Tuhan.

 Mengemban amanat titipan anak, janganlah engkau berpikir

tentang hasil akhir dari usahamu mendidik serahkanlah hasilnya

pada Allah Yang Maha Pendidik.

*Diambil dari buku “Bukan Sekadar Ayah Biasa” karya Misbahul Huda. Buku yang bercerita bagaimana pengalaman ayah hadir dalam pengasuhan anak.

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment