Suaramuslim.net – Seorang hamba yang salih itu yang berjalan bersama Nabi Musa adalah Khidir. Nama ini tidak disebutkan dalam Al Quran. Hal ini diistilahkan mubhamat (hal-hal yang tidak dijelaskan). Namun demikian, ia dijelaskan dalam hadis shahih yang Rasulullah Muhammad SAW menyebutkannya sebagaimana dalam riwayat dari Imam Bukhari, Imam Muslim dan lainnya. Kisah Nabi Khidir dalam perjalanan bersama Nabi Musa disebutkan hanya di satu surat, yaitu Al Kahfi. Apakah Khidir itu seorang nabi? Kita ulas sedikit di artikel ini buktinya sosok nabi bernama Khidir.
Adapun sebab dinamakan Khidir, Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya ia dinamakan Khidir karena ia duduk di atas buku yang berwarna putih sehingga bekasnya berubah menjadi hijau” (HR. Bukhari, dari Abu Hurairah). Inilah sebagian keterangan tentang kisah Nabi Khidir dalam perjalanan bersama Nabi Musa.
Kita tidak banyak mengetahui tentang siapakah sosok Khidir. Darimana asal usulnya, urutan nasabnya dan bagimana akhir kisahnya bersama Nabi Musa. Al Quran tidak pernah menceritakan tentang Khidir kecuali kisah perjalanannya bersama Nabi Musa dalam Surat Al Kahfi.
Sedangkan hadis yang shahih tidak menambahkan penjelasan Al Quran itu kecuali sedikit saja tentang perjalanannya bersama Nabi Musa. Di artikel ini hanya mengulas sedikit tentang Nabi Khidir dalam perjalanan bersama Nabi Musa.
Adapun perincian-perincian tentang kehidupannya, keturunannya, pekerjaanya sebelum dan sesudah perjalanannya, satu pun tidak disebutkan dalam sumber-sumber yang shahih. Kita pun tidak mengetahui sedikit pun tentang asal dan keturunannya, masa kecil dan masa remajanya. Kita juga tidak mengetahui kaum di mana Nabi Khidir hidup, juga apakah ia berasal dari Bani Israil atau selainnya. Begitu pula kita tidak mengetahui tempat ia menetap.
Apa yang terjadi pada Khidir setelah ia berjalan bersama Nabi Musa? Kita tidak mengetahui sedikitpun tentang itu, hanya Allah saja yang mengetahui kemana ia pergi sesudah berpisah dengan Nabi Musa, di mana ia menetap, berapa lama ia hidup sesudahnya, di mana ia wafat, bagaimana wafatnya dan di mana ia dikebumikan.
Semua pertanyaan ini tidak ada jawabannya untuk kita, karena tidak disebutkan dalam sumber-sumber yang benar dan terpercaya. Tukang-tukang cerita banyak membicarakan hal-hal ini dan berusaha untuk menjelaskannya. Sehingga mereka berbeda pendapat dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.
Banyak orang mengambil tambahan kisah dari sumber-sumber tidak jelas, juga dari riwayat israiliyat, dan cerita bohong yang diambil dari Bani Israil. Sikap yang terbaik terhadap berbagai tambahan cerita tentang Khidir yang beredar di masyarakat adalah sikap tawaquf (tidak membenarkan dan juga tidak menyangkal).
Para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan apakah Khidir itu seorang nabi atau wali. Sebagian ulama berpendapat ia seorang nabi, bukan wali. Sebagian yang lain mengatakan ia wali, bukan sufi. Adapun mayoritas ulama dari kalangan ahli tafsir Al Quran, ahli ushul, ahli hadis, dan ahli sejarah berpendapat bahwa Khidir adalah nabi.
Apakah Khidir itu seorang nabi? Mayoritas ulama mengatakan memang tidak ada hadis shahih yang menunjukkan dan menerangkan kenabian Khidir. Tetapi kisahnya bersama Nabi Musa yang diceritakan Al Quran menyiratkan bahwa ia seorang nabi. Berikut beberapa bukti kenabian Khidir (dalam Kisah-kisah dalam Al Quran, Shalah Al Khalidy, Gema Insani Press, 2000, jilid II, 162-164):
- Kata rahmat dalam ayat 65 Surat Al Kahfi
“Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami…” (QS. Al Kahfi 65).
Rahmat ini adalah rahmat kenabian Allah berikan kepadanya. Khidir juga menegaskan rahmat kenabian ini ketika ia mengatakan kepada Nabi Musa dalam menjelaskan peristiwa-peristiwa yang dilihatnya, “Sebagai rahmat dari Tuhanmu.” Artinya, “Perbuatan yang aku lakukan adalah sebagai rahmat dari Tuhanmu” (QS. Al Kahfi 82).
- Kata ilmu dari sisi Kami (QS. Al Kahfi 65).
Potongan ayat ini mengandung makna bahwa Allah telah memberikan kepada Khidir ilmu tentang sebagian hal dan memberitahukannya rahasia sebagian peristiwa.
Ilmu Ladunni (ilmu dari sisi Allah) dalam ayat ini adalah kenabian dan bukan sebagaimana yang dipahami sebagian sufi, dianggap ilmu kebatinan melalui jalan ilham.
- Nabi Musa minta izin untuk ikut dalam perjalanan dan berguru
Kalau Khidir bukan nabi, mengapa Nabi Musa memohon untuk belajar bersamanya, bicara seperti itu mengatakan harapannya kepadanya, dan Khidir mengabulkan permohonannya.
“Musa berkata kepada Khidhr, ‘Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?’” (QS. Al Kahfi 66).
- Khidir punya sifat ma’shum (terhindar dari kesalahan)
Kalau bukan nabi, berarti ia tidak ma’shum. Artinya ia melakukan kesalahan dalam sebagian perbuatannya. Bagaimana mungkin seorang nabi yang ma’shum (Musa) akan mengikutinya dan belajar kepadanya? Apabila ia melakukan kesalahan pada pekerjaan tertentu, bagaimana mungkin nabi yang ma’shum akan mengikutinya.
Dengan demikian, karena Musa belajar kepadanya, mengikuti dan menaatinya, ini merupakan bukti atas terhindarnya Khidir dalam perbuatan-perbuatannya. Karena sifat ma’shum hanya dimiliki oleh para nabi.
- Keberanian Khidir membunuh membuktikan
Karena membunuh itu dilarang kecuali berdasar hukum/syariat (al haq). Kalau ia bukan nabi, bagaimana ia bisa mengetahui bahwa pemuda itu kafir? Bahkan Nabi Musa yang jelas-jelas nabi saja tidak mengetahui hal itu. Kemudian Khidir pun menjelaskan. Ini semua menunjukkan bahwa Allah telah memberitahukan kepadanya.
- Ungkapan Khidir “Dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri.”
Seolah Khidir berkata bahwa ia tidak melakukan perbuatan-perbuatan ini atas kemauan pribadinya (QS. Al Kahfi 82). Ini perintah Allah. Perintah ketuhanan ini disampaikan melalui wahyu.