Suaramuslim.net – Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat lepas dari kegiatan interaksi dengan orang lain. Dalam interaksi tersebut, baik secara formal maupun informal, baik dalam level individu maupun kelompok, baik dalam skala organisasi maupun negara, seringkali muncul perilaku saling membalas, baik dalam hal kebaikan maupun keburukan.
Salam yang diajarkan dalam agama Islam, pada dasarnya dapat menjadi salah satu dasar pembelajaran dalam bersosialisasi. Salam secara harfiyah berarti selamat, damai, dan sejahtera. Selamat berarti luput dari aib, cacat, kekurangan atau kebinasaan. Dan Nabi Muhammad saw., mengajarkan banyak hal dalam memberikan dan menerima salam, baik yang teridentifikasi dalam Alqur’an maupun hadits yang dapat dipelajari sebagai suatu ilmu.
Di luar hal itu, terdapat Ilmu yang dahsyat dari kaidah memberi salam yang diajarkan oleh Kanjeng Nabi Muhammad saw. di antaranya:
- Salam mengajarkan untuk menghormati orang lain, hal ini tersirat dari beberapa hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim berikut ini.
“Yang muda mendahului memberi salam kepada yang tua, yang lewat kepada yang duduk dan yang berjumlah sedikit kepada yang banyak’.” (HR. Bukhari)
Hadist riwayat dari Abu Hurairah ra., ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda: ‘Seorang pengendara hendaknya mengucapkan salam kepada pejalan kaki dan pejalan kaki mengucapkan salam kepada orang yang duduk dan jama’ah yang beranggota lebih sedikit mengucapkan salam kepada jama’ah yang beranggota lebih banyak’.” (HR. Muslim)
“Hadist riwayat dari Anas bin Malik ra. ia berkata: “Rasulullah saw. pernah melewati anak-anak lalu beliau mengucapkan salam kepada mereka.” (HR. Muslim)
- Salam mengajarkan untuk mendahului berbuat kebaikan, hal ini tersirat dari hadits, Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: “Tidak halal seorang muslim mendiamkan (tidak mau menyapa) saudaranya lebih dari tiga malam di mana keduanya bertemu lalu yang ini berpaling dan yang itu berpaling. Yang terbaik di antara keduanya ialah orang yang memulai mengucapkan salam.” (HR. Muslim)
- Salam mengajarkan adanya kewajiban membalas kebaikan, hal ini tersirat dari hadits,
Hadist riwayat dari Abu Hurairah ra., ia berkata: “Rasulullah saw. bersabda: ‘Ada lima kewajiban bagi seorang muslim terhadap saudaranya yang muslim: menjawab salam, mendoakan orang yang bersin, memenuhi undangan, menjenguk orang sakit, dan mengiring jenazah’.” (HR. Muslim)
Dan membalas kebaikan yang diajarkan tidak terbatas untuk yang beragama sama, seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim berikut ini.
Hadist riwayat dari Anas bin Malik ra.: “Rasulullah saw. bersabda: ‘Apabila Ahli Kitab mengucapkan salam kepadamu, maka jawablah: ‘Wa’alaikum’.” (HR. Muslim)
- Salam menganjurkan untuk menambah balasan atas kebaikan orang lain, hal ini tersirat dari ayat Alqur’an An Nisaa: 86 berikut.
وَإِذَا حُيِّيتُم بِتَحِيَّةٖ فَحَيُّواْ بِأَحۡسَنَ مِنۡهَآ أَوۡ رُدُّوهَآۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٍ حَسِيبًا ٨٦
Artinya: “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala memperhitungankan segala sesuatu.” (QS. An Nisaa: 86)
- Salam mengajarkan untuk membalas kejahatan secara setimpal atau memaafkan, seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim berikut ini.
Hadist riwayat dari Ibnu Umar ra., ia berkata: “Rasulullah saw. bersabda: ‘Sesungguhnya orang Yahudi itu bila mengucapkan salam kepada kalian mereka mengucapkan: ‘Assaamu ‘alaikum’ (kematian atas kalian), maka jawablah dengan: ‘Wa’alaka’ (semoga menimpa kamu). (HR. Muslim)
Hadist riwayat dari Aisyah ra.: “Sekelompok orang Yahudi meminta izin untuk menemui Rasulullah saw. lalu mereka mengucapkan: ‘Assaamu `alaikum’ (kematian atas kalian). Aisyah menyahut: ‘Bal`alaikumus saam’ (sebaliknya semoga kalianlah yang mendapatkan kematian). Rasulullah saw. menegur: ‘Hai Aisyah, Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala menyukai keramahan dalam segala hal’. Aisyah berkata: ‘Tidakkah engkau mendengar apa yang mereka ucapkan?’ Rasulullah saw. bersabda: ‘Aku telah menjawab: ‘Wa`alakum’. (semoga menimpa kalian).” (HR. Muslim)
Kanjeng Nabi Muhammad saw. tidak menanggapi ejekan bangsa Yahudi, namun Aisyah ra. merasa perlu untuk membalas, maka Beliau saw mengajarkan cara membalas kejahatan, yakni dengan setimpal. Namun dalam QS. Asy Syuura ayat 40, dijelaskan pembalasan yang lebih baik.
لَعَلَّنَا نَتَّبِعُ ٱلسَّحَرَةَ إِن كَانُواْ هُمُ ٱلۡغَٰلِبِينَ ٤٠
Artinya: “Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) ALLAH SWT. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS. Asy Syuura: 40)
Dalam sholat, salam menjadi penutup rangkaian ritual, yang mengindikasikan bahwa setelah melaksanakan sholat, para pelakunya diharapkan untuk dapat menyebarkan kesejahteraan ke lingkungan sekitarnya. Tidak hanya memberi manfaat pada individu dan organisasi, namun juga pada lingkungan sekitar dengan tetap mengingat Allah subhanahu wa ta’ala, seperti yang dijelaskan oleh QS. Al Jumu’ah ayat 10 berikut ini.
فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَٱبۡتَغُواْ مِن فَضۡلِ ٱللَّهِ وَٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ كَثِيرٗا لَّعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ ١٠
Artinya: “Apabila telah ditunaikan sholat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah subhanahu wa ta’ala dan ingatlah Allah subhanahu wa ta’ala banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS. Al Jumu’ah: 10)
Sholat ditutup dengan salam, yang mengindikasikan bahwa setiap muslim setelah selesai sholat harus bersiap untuk dapat menyejahterakan pihak lain di sekelilingnya. Menoleh kanan dan kiri, memberikan sinyal bahwa kesejahteraan harus disampaikan dan disebarkan bukan hanya pada golongan kanan (yang senantiasa berbuat kebajikan), namun juga pada golongan kiri (yang cenderung berbuat keburukan). Seorang muslim harus dapat memberikan kesejahteraan, rasa sayang, dan keberkahan bagi semua pihak. Sebuah tantangan menarik.
Penulis: Dr. Gancar C. Premananto*
*Koordinator Program Studi Magister Manajemen FEB Universitas Airlangga Surabaya