Suaramuslim.net – “Rin!” panggil Anjani kepada Aurin. “Barusan, aku baca status WA si Melati. Buset, isinya keburukan suaminya. Pada saat yang sama, ‘kan aku juga berteman dengan suaminya, rupaya si suami juga ngebeberin aib istrinya. Gimana Rin pendapatmu?”
Aurin Asma Hurin In yang pernah mengenyam pendidikan santri pun menjawabnya dengan cukup lugas, “Anji! (panggilan Anjani) Aku sebagai sahabat aku menyarankan kamu jangan ikut menjadi subjek yang menyebar aib orang. Dengan kamu membaca WA dan menceritakannya kepada orang lain, maka aib keduanya bisa menyebar. Ngepoin orang ga selamanya baik, malahan bisa jatuh ke tajassus (mata-matain orang).”
“Lalu,” kata Aurin, “terkait kasus itu, suami-istri berkewajiban menjaga aib. Di zaman sekarang yang begitu banyak tersedia gadget untuk media sosial, banyak sekali suami-istri yang offside. Segala urusan keluarga dijadikan status. Akibatnya apa, banyak suami-istri cekcok, tidak merasa puas dengan pasangannya, tidak bahagia dengan perkawinannya yang akhirnya berujung pada perselingkuhan.”
“Aku pernah baca buku Dra. Hartati Nurwijaya berjudul ‘Mencegah Selingkuh dan Cerai’ (2011: 12) bahwa penelitian terbaru menyatakan di antara penyebab perceraian adalah karena Facebook dan situs jejaring sosial. Sejak situs itu menjadi semakin populer, didapati perceraian semakin meningkat.”
“Tau ga Nji, situs itu bahkan banyak digunakan oleh individu yang tak bahagia untuk mencari teman baru, atau bertemu bekas pacar lama melalui Facebook dan berselingkuh membohongi pasangannya.”
Apa yang dikisahkan oleh Aurin memang benar adanya. Kecanggihan teknologi seperti sekarang ini, ketika tidak mampu dimanfaatkan oleh suami-istri untuk kepentingan yang baik, maka justru berdampak negatif bagi keharmonisan rumah tangga. Setiap suami dan istri sejatinya ingin menggapai kebahagiaan dan kehidupan yang harmonis. Di antara sendi-sendi yang bisa mewujudkan kebahagiaan itu adalah ketika masing-masing bisa mengetahui hak dan kewajibannya.
Dr Nashir bin Sulaiman al-‘Umr dalam buku “Sendi-Sendi Kebahagiaan Suami Istri” (1993: 34, 41) menyebutkan bahwa di antara sendi yang bisa membuat suami-istri bahagia adalah ketika hak dan kewajibannya bisa dipenuhi.
Salah satu hal penting bagi suami-istri yang perlu dijaga dalam masalah kewajibannya adalah menjaga aib pasangan. Di era digital seperti sekarang ini, kewajiban ini acap kali terabaikan di tengah kecanggihan media sosial begitu memfasilitasi orang untuk berbagi masalah pribadi.
Ketika istri berada di rumah, hendaknya bisa menjaga kehormatan diri, harta dan anak-anaknya. Rasulullah bersabda, “Dan seorang istri menjadi pemimpin di rumah suaminya, dan kelak akan diminta pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR Bukhari)
Suatu saat, Umar diberi tahu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai istri salihah:
أَلَا أُخْبِرُكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهُ وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهُ وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهُ
“Maukah aku beritahukan simpanan paling baik yang disimpan oleh seseorang? Yaitu istri yang salihah yang apabila suaminya melihatnya maka ia akan menyenangkannya, dan apabila ia memerintahkannya, maka diapun mentaatinya, dan kalau suaminya pergi maka dia akan menjaga (amanah)nya.” (HR Abu Daud)
Dari beberapa hadits itu, istri wajib menjaga aib suaminya. Berbagai masalah yang ada di rumah tangganya, tidak boleh disebarkan melalui status media sosial seperti: WA, FB, Instagram dan lain sebagainya. Demikian juga suami. Kepala keluarga yang salih adalah yang mampu menjaga rahasia atau aib keluarganya. Sekecewa apapun kepada istri, tidak dibenarkan mengumbarnya di depan umum atau bahkan di media sosial.
Suatu saat Rasulullah mewanti, “Sesunggguhnya di antara orang yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah seseorang yang menyebarluaskan keburukan istrinya, dan sang istri yang juga menyebarluaskan keburukan suaminya, kemudian rahasianya menjadi tersebar.” (HR Muslim)
Untuk mengatasinya, Dr Nashir mempunyai solusi cukup jitu, yaitu tidak membawa masalah rumah tangga keluar rumah. Kata beliau, “Tidak selayaknya suami istri membawa-bawa masalah yang sedang mereka hadapi keluar dari kawasan rumahnya, terutama kepada saudara mereka. Hal ini jelas akan menambah nyala api yang sedang berkobar. Karena bagaimanapun juga orang lain tidak dapat mengetahui secara persis apa yang terjadi. Apalagi bila mereka mendengar dari salah satu pihak saja. Sehingga mereka memberi keputusan yang tidak adil.”
Mulai saat ini, agar keluarga tetap harmonis, mari berhati-hati dalam menulis status di media sosial. Media sosial memang bak pisau bermata dua yang bisa digunakan untuk hal positif dan negatif. Membicarakan aib keluarga di media sosial adalah faktor determinan yang bisa merusak rumah tangga.