Refleksi dari Bulan Ramadhan untuk Bijak Berbelanja

Refleksi dari Bulan Ramadhan untuk Bijak Berbelanja

Refleksi dari Bulan Ramadhan untuk Bijak Berbelanja
Ilustrasi Berbelanja. (Ils: Novitasari/Siswi SMK Muhammadiyah 2 Surabaya)

Suaramuslim.net – “Kelompok bawah yang hanya bisa makan dua kali sehari dan berpakaian seadanya juga harus menghadapi inflasi yang tinggi karena perilaku belanja berlebihan dari kelompok the have (kaya) pada saat Ramadhan”, Direktur Eksekutif CORE, Hendri Saparini.

Bulan Ramadhan telah berlalu. Manusia kembali melakukan aktivitas rutinnya. Dari segi ibadah ada yang memilih untuk beristirahat sejenak, sebagian masih istiqomah dengan amalan selama Ramadhan, bahkan beberapa menambah dan meningkatkan ikhtiar ibadahnya. Tentu hal itu merupakan pilihan masing-masing individu.

Selain dalam hal ibadah, perubahan kebiasaan manusia selama bulan Ramadhan juga terkait bidang muamalah khususnya bidang ekonomi. Tidak dapat disangsikan jika menjelang bulan suci datang, pasar-pasar baik itu, tradisional maupun modern telah ramai diserbu pembeli. Secara tidak langsung hal ini berarti Ramadhan menjadi pemicu aktivitas perekonomian, terutama negara dengan penduduk muslim mayoritas, yakni Indonesia. Namun yang patut disayangkan, besarnya volume transaksi ini justru membuat harga-harga barang kebutuhan pokok menjadi naik. Bagaimana bisa demikian?

Dalam ilmu ekonomi, jumlah permintaan yang besar jika tidak diikuti dengan ketersediaan penawaran yang cukup akan menghasilkan inflasi. Inflasi akan menyebabkan harga-harga barang secara umum naik dalam prosentase tertentu. Inflasi karena tarikan permintaan atau demand pull inflation ini terus terjadi ketika Ramadhan tiba. Sesuatu yang perlu disayangkan sebab harga barang yang naik tentu akan menyulitkan kelompok menengah ke bawah untuk berbelanja.

Sebelumnya perlu kita pahami motif seseorang berbelanja di bulan Ramadhan. Setidaknya ada tiga alasan yang mendasari, yakni

  • Belanja untuk Kebutuhan

Kebutuhan dalam hal ini berarti kebutuhan bahan pokok yang benar-benar dibutuhkan, misal nasi bungkus untuk sahur dan buka, dll.

  • Belanja untuk Keinginan

Di Bulan Ramadhan mendadak banyak bermunculan pedagang musiman yang menjual berbagai pernik Ramadhan, misal takjil, baju lebaran, dll. Belanja untuk sesuatu yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan dan dapat ditunda pemenuhannya disebut belanja untuk keinginan.

  • Belanja untuk Sesama

Parcel, bingkisan untuk anak yatim, dll merupakan contoh belanja untuk sesama. Sebab seperti kita tahu, di bulan baik ini, segala amal ibadah kita dilipatgandakan. Maka tak heran bila orang beramai-ramai untuk bersedekah.

Tentu kita tidak boleh menghakimi sepihak perilaku berbelanja seseorang. Barangkali dalam presepektif kita sebagai suatu keinginan bisa jadi merupakan kebutuhan bagi orang lain. Namun sekali lagi, apapun motif berbelanja seseorang tentu saja tidak boleh keluar dari koridor cukup, apalagi jika sampai israf atau berlebihan. Sebab perilaku israf dibenci Allah sebagaimana firmannya dalam QS. Al A’raf 31

يَا بَنِي آدَمَ خُذُواْ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ وكُلُواْ وَاشْرَبُواْ وَلاَ تُسْرِفُواْ إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah disetiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”. (QS. Al A`raaf : 31)

Selain itu dalam sisi psikologis, perilaku berlebihan dalam berbelanja di Bulan Ramadhan juga menyakiti kaum dhuafa, sebab tidak banyak yang mampu membelanjakan uang sebanyak kita. Maka jika pun harus berbelanja, sisihkanlah untuk mereka, bukan semata untuk kepentingan syahwat masing-masing.

Sebagaimana telah dijelaskan diatas, kaum dhuafa juga terdampak ekonominya sebab perilaku berbelanja orang kaya. “Kelompok bawah yang hanya bisa makan dua kali sehari dan berpakaian seadanya juga harus menghadapi inflasi yang tinggi karena perilaku belanja berlebihan dari kelompok the have (kaya) pada saat Ramadhan”, Direktur Eksekutif CORE, Hendri Saparini.

Melihat dari dampak negatif yang ditimbulkan akibat berbelanja berlebihan, maka sudah sepatutnya kita menjadi lebih bijak untuk berbelanja. Sebab sebaik-baik manusia hidup adalah mereka yang bermanfaat bagi sekitarnya. Jadi, masih belum terlambat untuk bersikap tidak berlebihan dalam segala hal. Semoga ulasan singkat ini dapat menjadi pelajaran. Semoga kita lebih bijak berbelanja di Ramadhan depan. Semoga Allah SWT masih memberi kesempatan.

Oleh: Arum Sekarini

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment