SURABAYA (Suaramuslim.net) – Rilis rekomendasi mubalig dari Kementerian Agama (Kemenag) menimbulkan polemik di masyarakat. Menag Lukman Hakim Saifuddin mengatakan pada tahap awal, Kemenag merilis 200 daftar nama mubalig. Tidak sembarang mubalig, tapi hanya yang memenuhi tiga kriteria, yaitu mempunyai kompetensi keilmuan agama mumpuni, reputasi yang baik, dan berkomitmen kebangsaan yang tinggi.
Kontroversi terjadi menyusul adanya prasangka dan pro kontra dari masyarakat tentang 200 nama yang dirilis. Belum lagi ada pihak yang merasa tidak diajak dialog dalam merumuskan nama oleh Kemenag, misalnya MUI dan ormas Islam. Menyusul rilis lain (tidak resmi) yang memuat daftar mubalig kesayangan umat dan mubalig berpaham radikal sebagai buntut dari rilis Kemenag. Sejumlah mubalig pun meminta namanya dikeluarkan dari rilis Kemenag ini.
Tidak Mau Menjadi Bagian Kegaduhan
Satu di antara mubalig yang minta namanya dikeluarkan adalah Ust. Fahmi Salim Ketua Umum MIUMI (Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia) DKI Jakarta. Ketika siaran dalam program talkshow Ranah Publik di Suara Muslim Radio Network pada Senin (21/05/18) ia menyebut agak janggal waktu mendengar namanya dimasukkan daftar. Karena menurutnya bukan tradisi kita mengeluarkan daftar nama, sehingga kesannya dakwah ini dibatasi hanya boleh dilakukan oleh segelintir orang.
“Tanpa mengurangi rasa hormat, pertama saya berterima kasih kepada pihak-pihak yang memasukkan saya dalam daftar tersebut. Padahal tahun lalu nama saya sempat dicoret dalam daftar pengisi tausyiah Ramadhan di lembaga tingkat kementerian dengan alasan yang tidak jelas.” Ujar mubalig yang juga menjabat Wakil Ketua Komisi Dakwah MUI pusat ini.
“Jadi menurut saya ini anomali kalau saya dimasukkan ke dalam daftar”, lanjutnya.
Fahmi menyebut masih banyak dai yang lebih pantas masuk dan tidak diragukan kemampuan ilmu, reputasi dan komitmen kebangsaan mereka. “Saya pikir semua dai mencintai NKRI, cinta perdamaian, persatuan bangsa dan persaudaraan,” jelasnya.
“Akan menimbulkan kegaduhan dan lebih baik saya keluar, saya minta Menteri Agama untuk mencoret nama saya agar saya tidak menjadi bagian dari kegaduhan ini,” pungkasnya.
Kemenag Harusnya Membuka Dialog Bukan Monolog
Dalam talkshow yang sama, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak yang dihubungi via telepon menyebut banyak dai lain yang ilmu dan akhlaknya lebih tinggi darinya malah tidak masuk.
“Saya secara pribadi merasa tidak layak masuk dalam list tersebut dan minta dikeluarkan saja. Saya masih jauh dibanding misalnya ustadz Adi Hidayat, karena kapasitas dan kompetensi”, terang pria yang akrab disapa Anin ini.
Dahnil melihat list ini berpotensi menyebarkan perpecahan, syak wasangka, fitnah dan lainnya antar para mubalig. Bahkan ada ucapan bahwa mubalig yang masuk daftar disebut plat merah dan mendukung pemerintah.
“Saya pikir ini kontra produktif dengan kemarin kita baru saja memperingati hari kebangkitan nasional sebagai simbol persatuan Indonesia”, ucap Dahnil.
“Saran saya, dianulir saja list ini tidak perlu diperpanjang, meskipun ditambah justru akan tetap kurang. Coba hitung dari 200 juta umat Islam di Indonesia, perlu berapa panjang listnya. Toh, masyarakat tahu persis mana mubalig yang pantas mereka dengarkan dan mana yang tidak”, lanjutnya.
Kalau pun tidak berkesesuaian dengan nilai kebangsaan, ada hukum yang menjadi filter. Cara yang paling tepat adalah Kemenag mengajak para mubalig ini dialog.
“Sekarang ini saya melihat kelompok pemerintah seperti anti dialog. Ajak saja dialog, tidak monolog dengan mengeluaran daftar”, tegasnya.
Selain dialog Dahnil meminta sebaiknya pemerintah atau Kemenag membuat kriteria dai yang direkomendasikan, ini lebih baik, ada petunjuk untuk umat di bawah.
Blunder Kemenag
Ketua Umum Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama Yusuf Muhammad Martak yang juga hadir dalam talkshow Ranah Publik mempertanyakan hal ini. Ia menyebut apakah sudah sedemikian “urgent” kondisinya sehingga Kemenag mengeluarkan rilis daftar mubalig yang direkomendasikan.
“Menurut saya 200 ini untuk mengisi acara di Jakarta Selatan saja sudah tidak cukup. Saya pikir ini tidak tepat, karena akan menimbulkan ekses lain,” ujar pria yang juga menjadi Bendahara MUI Pusat ini.
“Tapi kalau dilakukan oleh instansi tertentu atau masjid tertentu, wajar saja, namun juga tidak perlu dirilis,” lanjutnya.
“Saya tidak terkejut, karena Menag ini sudah sering melakukan blunder dan ujung-ujungnya minta maaf,” ujar Yusuf.
Menurutnya tanpa disadari blunder dari Menag ini akan mengkotak-kotakkan ulama. Yusuf juga menjelaskan ada beberapa mubalig lain yang meminta dikeluarkan dari daftar rilis Kemenag selain Fahmi Salim dan Dahnil Anzar. Mereka adalah Ust. Yusuf Mansur, K.H. Anwar Sanusi, Prof. Dr. K.H. Didin Hafiduddin, dan K.H. Abdul Rosyid AS.
Reporter: Admin Suaramuslim.net
Editor: Muhammad Nashir