Buya Yahya: Ini Hukum Jenazah Tidak Dimandikan dan Tidak Disalati karena Corona

Buya Yahya: Ini Hukum Jenazah Tidak Dimandikan dan Tidak Disalati karena Corona

Ilustrasi Buya Yahya (Ilustrator: Novitasari)
Ilustrasi Buya Yahya (Ilustrator: Novitasari)

CIREBON (Suaramuslim.net) – KH Yahya Zainul Ma’arif pengasuh Lembaga Pengembangan Da’wah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah yang berpusat di Cirebon menjawab pertanyaan salah seorang santrinya yang bertanya tentang jenazah yang tidak dimandikan ataupun disalatkan. Jawaban tersebut disiarkan oleh Al-Bahjah TV, Rabu (24/3).

Dai kharismatik yang akrab disapa Buya Yahya ini mengatakan, bagi keluarga atau siapa pun yang tertimpa ujian meninggal dalam keadaan terkena wabah Covid-19, jika ia adalah ahli “la ilaha illallah” (seorang mukmin) maka ketahuilah tidak ada thaun (wabah) yang Allah timpakan kepada seorang muslim kecuali ia mati syahid.

“Sampaikanlah kabar gembira ini kepada ahli keluarganya bahwa Allah mengganjarnya mati syahid (aman dari siksa Allah),” lanjutnya.

Jika jenazah tak bisa dimandikan karena sebab kebakaran (kulitnya terbakar) atau perempuan yang meninggal tidak ada perempuan yang memandikannya atau saudara mahramnya, maka tidak perlu dimandikan karena takut membuka aurat atau aibnya.

Lalu, perlukah tayammum atau tidak? Menurut Mazhab Syafii (Imam Romli) tidak perlu. Selagi tidak tayammum maka tidak perlu disalatkan. Namun menurut Ibnu Hajar (masih di Mazhab Syafii), harus ditayammumi kemudian disalatkan.

“Jika menurut ahli medis wabah corona itu bakal menular maka jenazahnya tidak perlu dimandikan. Apabila tidak bisa dimandikan maka tak perlu ditayammumi. Jika semuanya tidak bisa dikerjakan, maka umat Islam yang hidup tidak akan dijatuhi dosa. Karena menjaga hidup itu lebih penting, sedangkan yang wafat itu sudah diampuni Allah (mati syahid). Jadi pihak keluarga tidak perlu dirundung sedih.” Ujar Buya Yahya.

Secara kaidah fikih perlu dijelaskan, bahwa ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Ada yang mengatakan harus disalatkan, dan ada mengatakan tidak perlu disalatkan.

“Menurut jumhur ulama (kebanyakan ulama) Mazhab Hanafi, jumhur Syafii, jumhur Maliki, mengatakan selagi tidak dimandikan dan tayammum tidak perlu disalatkan karena syarat sahnya salat harus dimandikan. Ini pendapat ulama jumhur,” jelasnya lagi.

Pendapat kedua, tambahnya, walaupun tidak dimandikan dan tidak ditayammumi maka boleh untuk disalatkan. Artinya sah untuk disalati agar terhibur mereka yang hidup. Agar ahli keluarga merasa terhibur. Ini pendapat ulama dari Mazhab Syafii.

“Meskipun ini pendapat lemah dari ulama Mazhab Syafii (bukan pendapat jumhur ulama), kami mengarahkannya seperti ini,” terang Buya Yahya.

Buya mengatakan, ini adalah dua pendapat ulama besar. Yang penting umat Islam jangan sampai ribut.

Lalu, bagaimana cara memandikan dan mensalatkannya?

“Tidak usah dibawa pulang ke rumahnya, dikubur dimana saja boleh yang penting wabahnya jangan sampai menyebar. Dikubur secepatnya. Cara mensalatinya juga diusahakan secepatnya. Apabila khawatir disalatkan di masjid atau musalla, maka disalati di atas kuburnya. Karena dulu Rasulullah SAW pernah mensalatkan seorang perempuan di atas kuburannya. Jika tidak sanggup demikian, ya laksanakan salat ghaib,” terangnya.

“Jangan sampai sudah mendapat musibah, tidak ada yang mensalati. Yang jelas jika Anda memilih tidak perlu disalatkan ya tidak apa-apa, begitu juga dengan yang memilih untuk disalatkan ya silakan. Jangan sampai ribut soal ini. Semoga muslim yang wafat diganjar syahid dan kita semua jangan mudah bermusuhan dan jangan suka memperolok-olok. Semoga Allah mengampuni kita semua,” papar dai lulusan Tarim, Hadramaut Yaman ini.

Reporter: Teguh Imami
Editor: Muhammad Nashir

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment