Lanjutan dari berita Bagaimana Islam Bisa Mengatasi Kapitalisme yang Jahat Tapi Cerdik (1)
Lanjutan dari berita Bagaimana Islam Bisa Mengatasi Kapitalisme yang Jahat Tapi Cerdik (2)
Suaramuslim.net – Berislam secara egois berarti berislam hanya memikirkan kepentingan diri sendiri, di dunia kaya dan matinya akan masuk surga. Padahal misi berislam yang benar tidak seperti itu, tapi untuk menyelamatkan masyarakat banyak dan lingkungan yang rusak. Itulah makna bahwa Nabi diutus untuk mendatangkan rahmat bagi semesta alam.
Berislam tidak bermotif kepentingan personal seperti itu sudah tergambar oleh motif Nabi ke gua Hira, menyepi padahal saat itu sebagai pribadi beliau sudah sangat berhasil; muda, sehat, kaya, keluarga hebat, populer, bangsawan lagi. Beliau secara personal hebat seperti itu justru berkontemplasi ke gua Hira untuk mencari solusi bagaimana mengatasi masyarakat Mekah yang rusak. Mari renungkan, bagaimana bisa mendatangkan rahmat pada masyarakat dan lingkungan jika misi hidupnya egois agar bisa jaya diri sendiri di dunia dan mati nanti diri sendiri masuk surga. Bagaimana pula dia bisa menyelamatkan orang banyak jika dia berada di lingkungan yang dikendalikan oleh figur perusak masyarakat dan lingkungan?
Berislam subyektif emosional berarti berislamnya tidak diukur oleh obyektifitas tapi oleh khayalan-khayalan bisa sukses hidup di dunia dan mati masuk surga tanpa rasionalitas yang terukur secara obyektif. Bagaimana bisa sukses di dunia, katakanlah hidup cukup jika tidak punya keterampilan kerja atau keahlian, apakah menganggap asal bisa makan walau dari minta-minta, yang penting dekat Allah? Apa ukurannya bahwa dia dekat Allah? Apa perasaan sendiri yang subyektif? Atau yang penting mati nanti masuk surga. Apa jaminan bahwa matinya masuk surga? Apa karena ritual (ibadah mahdhah) nya teratur, termasuk ritual sunah yang banyak? Apa karena merasa dosanya minim atau habis? Bagaimana dia tahu? Apa karena tiap hari sudah minta ampun? Bagaimana dia tahu mohon ampunnya dikabulkan padahal dia terus saja melakukan pelanggaran terhadap tuntunan hidup yang diajarkan Allah SWT dalam bentuk al Qur’an? Sudahkah dia tahu tuntunan hidup dari Allah dalam al Qur’an itu ataukah dia sekadar membunyikannya tanpa tahu makna?
Jika umat Islam pada umumnya sudah berislam dengan benar dan utuh, jauh dari sikap egoisme, jauh dari subyektifitas-spekulatif-emosional, maka mereka akan mudah mencetak kader calon pemimpin unggul negara sesuai syarat syariat Islam. Umat juga akan menjadi lebih mudah dalam upaya memenangkan calon pemimpin yang syar’i itu dalam bersaing dengan kelompok kafirin-munafiqin di dunia plural.
Pemimpin negeri yang berkualitas mukmin pejuang Islam, kuat dalam sains-teknologi, serta terampil dalam Islam politik akan menerapkan kebijakan ekonomi nasional yang sesuai syariat. Kebijakan tersebut berorientasi menghapus riba yang dimulai dari Bank Sentralnya, melarang bisnis maya dan komoditas haram, melindungi BUMN untuk kesejahteraan rakyat, memberi prioritas anggaran belanja negara guna pemberdayaan penduduk miskin, membangun sistem moneter berbasis emas sebagai acuan dalam perdagangan internasional, dan mengembangkan sistem ekonomi waris untuk ketahanan ekonomi keluarga di negerinya.
Dengan kebijakan ekonomi nasional seperti itu, maka akan bisa teratasilah infiltrasi Kapitalisme internasional di dalam negeri muslim. Nasionalisasi perusahaan asing yang curang akan membersihkan anasir busuk yang merusak negara dan bangsa. Kapitalisme akan terisolir kembali ke negeri asalnya dan ujungnya akan terkubur kehilangan SDA dalam skala global. Akhirnya mereka para kapitalis akan punah oleh kejahatan dan keburukan-keburukan yang mereka kerjakan. Semoga umat tersadarkan. Amin.
Oleh : Fuad Amsyari, Ph.D
(Dewan Kehormatan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Pusat)
*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net