Suaramuslim.net – Bulan ramadhan adalah salah satu bulan suci yang digunakan oleh umat Islam untuk beribadah demi mendapatkan pahala. Bulan ini memang dikenal sebagai bulan yang penuh dengan berkah. Oleh sebab itu, seluruh umat muslim akan berlomba-lomba untuk mendapatkan pahala yang banyak.
Ketika puasa ramadhan tiba, banyak orang berpikir pengeluaran keuangan akan semakin berkurang, karena tidak perlu sarapan dan makan siang. Padahal, pengeluaran di bulan ramadhan bisa jadi lebih besar atau semakin boros, karena harga-harga mulai mengalami kenaikan, ada biaya untuk buka bersama (makan luar lebih sering dibanding hari biasa) dan ada biaya untuk mudik.
Mengapa hal tersebut terjadi? Pakar keuangan Ligwina Hananto mengatakan, ada lima kategori pengeluaran dalam bulan Ramadhan. Tiga di antaranya mengalami perubahan yaitu pengeluaran rutin, lifestyle, dan sosial.
Pertama, pengeluran rutin merupakan pengeluaran yang dilakukan untuk sehari-hari. Misalnya untuk makan dan transportasi. “Makan siang memang jadi tidak ada. Namun pengeluaran keuangan semakin boros karena menyiapkan makanan buka puasa dan sahur yang spesial,” ujar Wina sapaan Ligwina.
Sedangkan pengeluaran gaya hidup yaitu seperti fenomena buka puasa bersama, entah bersama keluarga besar, teman sekolah, hingga teman nongkrong. “Di bulan biasa budget ini tidak ada, namun saat bulan puasa budget ini harus kita keluarkan seperti minimal 1-2 kali seminggu kita pasti makan di luar,” tambahnya. Dan yang terakhir ialah pengeluaran sosial, seperti banyak umat muslim yang berlomba-lomba berbuat kebaikan dengan beramal lebih banyak di bulan ramadhan.
Managing Director dari situs pembanding produk keuangan paling populer di Indonesia HaloMoney.co.id. Jay Broekman, menyatakan bahwa pemborosan yang tidak diantisipasi di bulan ramadhan dapat berakibat buruk dalam jangka panjang.
Berikut 5 hal yang harus kita lakukan dalam mengatur keuangan di bulan ramadhan, yang disingkat menjadi kata SHAUM.
1. Saldo keuangan Ramadhan positif
Hal paling mendasar dari setiap momen penting dalam kehidupan kita adalah berapa saldo keuangan hari ini? Hal ini akan berpengaruh terhadap tujuan yang akan kita laksanakan. Dengan melihat saldo kita, maka kita bisa menentukan cara seperti apa akan menjalani momen penting tersebut.
Bila ramadhan sudah di depan mata, sementara saldo kita kira-kira tidak akan mencukupi untuk menjalaninya, maka dengan waktu yang tersisa ini, tugas kita untuk membuatnya surplus. Paling tidak dalam dua bulan mendatang, bulan Ramadhan dan bulan Syawal (lebaran), kita harus kondisikan keuangan kita harus surplus.
Banyak hal yang kita bisa lakukan, menjual barang dan jasa misalnya, dengan momentum bulan ramadhan, maka siklus musiman seperti baju lebaran atau persiapan ramadhan bisa kita jual dengan konsep reseller.
2. Hindari sifat boros
Tujuan kita melakukan shaum atau puasa adalah untuk menuju takwa dengan cara menahan, baik sifat ‘rakus’ atau boros kita. Ini juga momentum untuk perubahan sifat kita, dengan disiplin selama 29 atau 30 hari shaum (teorinya menjalankan konsisten 21 hari saja, hari ke 22 kita akan berubah), maka perubahan akan sifat boros tersebut akan terlaksana.
Niatkan selama shaum di bulan Ramadhan, untuk benar-benar menahan dari godaan baik fisik, makanan, pakaian ataupun psikis, sifat-sifat boros kita dan lainnya. Lakukan rencana wuquf (stop and think), setiap mau melakukan sifat boros, misal membeli suatu barang secara berlebihan, selalu diam sejenak dan membatin dalam hati, “Apakah barang/benda ini, memang benar-benar saya butuhkan, atau hanya menuruti hawa nafsu saya saja.”
3. Amankan dengan dana darurat
Jika kita terbiasa makan 3 kali sehari, otomatis selama bulan Ramadhan porsi kita menjadi berkurang menjadi 2 kali sehari, sahur dan buka. Tidak ada salahnya untuk porsi 1 kali tadi selama 1 bulan tersebut, kita anggarkan untuk penghematan menjadi dana darurat. Artinya saat kita bershaum, maka pembelajaran keuangan yang kita terima adalah menahan untuk sebuah tujuan keuangan jangka panjang. Dana darurat adalah sebuah dana yang sewaktu-waktu kita gunakan ketika diperlukan, baik untuk hari ini atau untuk masa depan.
Idealnya dana darurat tersebut benar-benar diperuntukkan dalam keadaan darurat, sementara bulan Ramadhan bukanlah bulan darurat, karena sudah pasti terjadi tiap tahun. Pola pikir kita harus benar-benar didisiplinkan, terhadap bulan-bulan pengeluaran uang, sehingga setiap memasuki bulan tersebut, selalu tersedia dana yang sudah dianggarkan.
4. Utamakan kebutuhan, bukan keinginan
Selama bulan Ramadhan biasanya antara keinginan dan kebutuhan menjadi tidak jelas, yang kita sebut kebutuhan ternyata hanyalah keinginan. Misalnya ketika jalan-jalan waktu menjelang buka, kita melihat sedapnya makanan yang tersaji di warung-warung atau toko-toko bazaar, ingin membeli semua yang tersaji, begitu bedug maghrib bertalu-talu. Kita lupa bahwasanya kebutuhan kita cukup segelas air teh dan kurma. Padahal waktu menjelang buka tadi, ingin rasanya makan dan minum semua apa yang tersedia di toko-toko makanan/minuman tadi. Manajemen kebutuhan dan keinginan ini benar-benar kita kelola sesuai porsinya, ibarat kita makan itu adalah sebuah kebutuhan, begitu kita tambahkan satu kata lagi menjadi makan-makan, maka itu sudah menjadi sebuah keinginan.
5. Menikmati Ramadhan sebagai ibadah menuju takwa
Selain investasi dari leher ke bawah, saat Ramadhan mulai kita lakukan investasi dari leher ke atas. Investasi intelektual terkait keterampilan baru, wawasan agama dengan ikut kajian-kajian keagamaan menjadi hal mutlak agar ada peningkatan dan kebermaknaan hidup tiap Ramadhan. Boleh jadi kegiatan yang kita ikuti hanya 4 kegiatan dalam 1 bulan, artinya 1 kali per pekan, tetapi dampaknya bisa dirasakan selama 11 bulan ke depan.
Jadikan setiap momentum Ramadhan sebagai sebuah pembelajaran keuangan dan pembelajaran kehidupan dari sebuah universitas kehidupan.