suaramuslim.net – Kepolisian bergerak cepat menindak penyebar Meme Setya Novanto, laporan pada 10 Oktober 2017 selang 21 hari kemudian ditindaklanjuti dengan penangkapan dan penetapan tersangka atas nama Dyan Kemala Arrizqi.
Dyan ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan pencemaran nama baik dan dijerat pasal 27 ayat 3 Undang-undang No 19 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman pidana pasal 45 ayat 3 UU ITE maksimal 4 tahun penjara dan atau denda Rp 750 juta.
Selain Dyan, polisi masih memburu para penyebar meme lainnya yang terdiri dari15 akun twitter, 9 akun Instagram, dan 8 akun Facebook.
Koordinator Regional Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Damar Juniarto dilansir dari ANTARA menyayangkan sebelum ditetapkan sebagai tersangka, semestinya lebih dahulu mendapat surat panggilan dan kesempatan untuk memberikan klarifikasi di depan penyidik.
“Penangkapan yang sah mensyaratkan banyak hal yaitu terpenuhinya alat bukti permulaan yang cukup, penangkapan dilakukan karena yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan polisi. Adapun penahanan semestinya dilakukan jika penyidik menilai atau khawatir tersangka atau terdakwa melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana, sementara hal tersbut tidak terjadi dalam kasus ini” kata Damar.
Kadiv Humas Polri Irjen Polisi Setyo Wasisto menanggapi respon publik terhadap penangkapan pegunggah meme Setya Novanto mengatakan semua orang sama di hadapan hukum bergantung laporan yang masuk.
“Semua orang itu kan sama di muka hukum, jadi kebetulan kasus ini ada laporan yang masuk dan diproses,” kata Setyo Wasisto.
Membandingkan Gerak Cepat Kepolisian Dengan Kasus Novel Baswedan
Sementara di sisi lain jika dibandingkan dengan pengusutan kasus lain, seperti kasus penyiraman air keras Novel Baswedan yang lebih dari 6 bulan tak kunjung muncul kejelasan siapa pelakunya, Polisi cenderung bergerak lambat.
Aktivis Indonesian Corruption Watch (ICW) Tobiko Zabar dalam konferensi pers di Kantor LBH Pers pada Ahad (5/11) membandingkan Polisi begitu responsif dalam menangani laporan Setya Novanto, namun berbeda dengan pengungkapan kasus penyerangan Novel yang berjalan begitu lambat dan belum terungkap lebih dari 6 bulan.
“Kriminalisasi masyarakat terkait pembuatan meme Setya Novanto, malah dapat menurunkan citra pihak kepolisian sebagai instansi penegak hukum, sementara untuk kasus lain yang lebih penting polisi bergerak lambat” kata Tobiko.
Kasus-Kasus Lain
Jika dibanding-bandingkan antara satu kasus dengan kasus yang lain, kasus meme setnov dan kasus novel Baswedan bukan yang pertama kalinya Kepolisian bergerak cepat di satu kasus dan cenderung lambat di kasus lain.
Redaksi suaramuslim.net menghimpun beberapa kasus dengan perbandingan kasus serupa namun perlakuannya berbeda.
Pertama, Kasus Ceramah Alfian Tanjung yang diputus tidak bersalah oleh Pengadilan Negeri Surabaya pada 6 September 2017, namun ditangkap kembali beberapa jam setelah dibebaskan dari Rumah Tahanan Kelas 1 Surabaya di Medaeng, Sidoarjo. Dan ditahan kembali di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok atas tuduhan ujaran kebencian.
Sementara kasus ujaran kebencian serupa yakni terkait Pidato Politisi Nasdem Viktor Laiskodat di NTT pada 1 Agustus, hingga 3 bulan setelah dilaporkan sampai hari ini Kepolisian belum memanggil dan memeriksa Viktor.
Kedua, Kasus Jonru Ginting yang ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan pada 30 September 2017, setelah 10 hari sebelumnya dilaporkan oleh Muannas Al Aidid atas tuduhan melakukan ujaran kebencian. Sementara dalam kasus ujaran kebencian lain, Pemuda Muhammadiyah pada 10 Oktober 2017 melaporkan situs seword.com ke Bareskrim Polri, namun hingga tulisan ini dibuat masih belum ada tindakan dari Kepolisian.
Ketiga terkait kasus melanggar aturan jam malam dalam unjuk rasa, dimana para mahasiswa yang tergabung dalam BEM Seluruh Indonesia melakukan Demo Evaluasi 3 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK hingga tengah malam dan dibubarkan. Selain dibubarkan dengan paksa, beberapa mahasiswa terluka parah. Lalu 13 orang ditangkap dan digelandang ke Polda Metro Jaya dan 4 orang mahasiswa ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Ardi Sutrisbi, Ihsan Munawar, Wildan Wahyu, Panji Laksono ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan tidak mengindahkan aturan dan melakukan provokasi dan sampai saat ini masih menjalani pemeriksaan.
Sementara berbanding terbalik dengan demo pendukung mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di depan LP Cipinang pada 9 Mei 2017 yang hingga tengah malam tidak dibubarkan dan tidak ada yang ditetapkan sebagai tersangka.
Dengan perbandingan-perbandingan dari cepat-lambatnya pergerakan Kepolisian terhadap kasus yang hampir serupa namun menimpa pihak yang berbeda, pernyataan dari Kadiv Humas Polri Irjen Polisi Setyo Wasisto tentang semua orang sama di muka hukum perlu dipertanyakan.