Cerdas Melawan Terorisme

Cerdas Melawan Terorisme

Cerdas Melawan Terorisme

Suaramuslim.net – Terorisme dan radikalisme adalah pemikiran yang sangat berbahaya. Jika pemikirannya tumbuh subur dan kelompoknya menguat di Indonesia, maka kondisi yang terjadi akan lebih parah dari timur tengah. Sebab, Indonesia adalah negara kepulauan, yang secara geografis dan sosiologis banyak perbedaan. Tanda-tanda kerawanan perpecahan sudah ada. Kantong-kantong yang menyediakan perpecahan itu pun sudah siap. Tetapi, mencegah radikalisme dan terorisme ini bukan perkara yang mudah.

Terlebih era reformasi ini, dengan berlindung kepada HAM, maka embrio-embrio ini bebas tumbuh. Awal dari segalanya adalah manhaj takfiriyah (pemikiran mengkafirkan diluar keyakinannya) sehingga pekerjaannya sangat mudah mengkafirkan orang Islam. Inilah bedanya wali songo dengan wali palsu. Berbeda dengan ulama yang memikirkan bagaimana mengislamkan orang kafir, yang salah satunya dengan didakwahi secara pelan-pelan. Hasilnya 2/3 dunia berada di tangan Islam. Sekitar 90% orang Indonesia masuk Islam. Sedangkan pihak yang pekerjaannya mengkafirkan orang yang sudah Islam hanya akan menghasilkan perpecahan. Sehingga surga menjadi komoditas yang dimonopoli oleh diri dan kelompoknya.

Dari takfiriyah ideologis dia akan bergeser kepada takfiriyah hukmiyah (takfiriyah secara hukum formal). Disebabkan hukum menjadi hitam putih. Maka tidak ada keseimbangan antara hukum dan dakwah. Tidak ada keseimbangan antara punishment dan Al Irsyad. Jadi tempat pembinaan itu menjadi tidak ada, melainkan punishment. Maka pasti akan terjadi konflik sosial disitu. Dan konflik ini semakin membesar karena ada konflik antara pemikiran tadi dengan keselamatan negara. Sehingga posisi negara dengan agama menjadi rancu. Seharusnya posisinya bagaimana nilai agama itu masuk ke negara, dan bagaimana negara melindungi agama itu.

Namun, yang terjadi sekarang adalah agama dihadapkan dengan negara. Sehingga negara menjadi penindas agama dan agama menjadi pemberontak negara. Dalam jangka panjang, kondisi seperti ini akan membahayakan Indonesia. Seharusnya NU & Muhammadiyah yang dimodali oleh negara untuk mengatasi ini. Sebab mereka yang radikal itu dimodali oleh asing.

Ulama dan kaum intelektuallah yang harus diberdayakan, karena mereka dapat mengurai kebekuan teologi menjadi teologi yang seimbang (antara keyakinan dan toleransi). Toleransi itu bukan justifikasi, misal saya toleran dengan orang beragama Kristen yang beribadah ke gereja, tapi bukan berarti saya harus ikut kesana.

Para kyai terdahulu telah memberikan contoh kepada kita dalam menghadapi segala persoalan di negeri ini, salah satunya adalah KH. Hasyim Asy’ari. Dalam menghadapi persoalan radikalisme, kita harus menyatukan diri dengan perjuangan Indonesia. Salah seorang wartawan arab bernama Ahmad Shihab, yang mengikuti zaman revolusi di Indonesia pernah menulis sebuah buku yang sangat monumental. Buku tersebut berjudul “Allamah Muhammad Hasyim Asya’ari Wadhiu Libinati Istiqlali Indonesi” (Maha Guru Muhammad Hasyim Asy’ari Peletak Batu Pertama Kemerdekaan Indonesia).

Melalui buku ini kita mengetahui bahwa kyai-kyai kita mempunyai konsentrasi terhadap bangsa Indonesia dan rakyat Indonesia. Kedua, kita harus menjaga Indonesia ini agar tetap kondusif, damai, toleran, dan tetap bisa bergaul dengan macam-macam etnis dan agama. Selanjutnya, kita tidak perlu membesar-besarkan ancaman radikalisme, tetapi tetap harus waspada. Keempat, NU dan Muhammadiyah mempunyai pemahaman yang sama dalam menyikapi kehidupan masyarakat ini yang penuh toleransi.

Oleh karena itu, kita harus bersama-sama menyaringkan suara lebih banyak lagi dalam menyebarkan Islam yang rahmatan lil alamin. Islam yang seperti diajarkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam. Dengan dalil-dalil yang meluruskan. Hal ini karena mereka (kelompok radikal) juga menggunakan dalil-dalil.

Contohnya, ISIS sendiri juga menggunakan Al Quran. Tapi seberapa jauh mereka menerangkan Al Quran ini. Al Quran ini dikemukakan untuk membenarkan perilaku mereka atau perilaku mereka yang mengikuti Al Quran. Kalau mau mengikuti Al Quran, seharusnya mengikuti bagaimana praktiknya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam. Karena beliaulah orang pertama yang mempraktikkan Al Quran. Semua orang, khususnya muslim harus lebih banyak mengkaji ulang pribadi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam untuk melengkapi keislaman mereka. Hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam juga sangat perlu dipelajari agar memberikan petunjuk bagaimana seharusnya kehidupan seorang muslim.

Dalam penanganan melawan terorisme, kita masih fokus terhadap permasalahan dihilirnya, belum sampai pada hulu dari terorisme. Dalam menangani hulu dari terorisme tidak bisa dilakukan oleh polisi, karena polisi hanya mempunyai tugas “mengeksekusi” teroris saja. Oleh karenanya, ulama dan kaum intelektual sangat perlu diberdayakan. Dalam pemberdayaan, ulama dan kaum intelektual perlu diberikan informasi terkait apa bahayanya, bagaimana bentuk radikalisme yang dimaksud dalam segala lingkungan (kampus,  dsb.)  dan akibatnya yang akan terjadi. Sebab, selama ini mereka hanya mengetahui keributannya saja.

Bahkan mereka hanya diberi informasi tentang kampus mana saja yang dilabeli kampus radikal. Lalu apa yang seharusnya dilakukan? Pemerintah harus duduk bersama dengan para ulama, kaum intelektual, Polisi, TNI, BIN, dan perangkat lain yang berhubungan untuk menggalakkan aksi nasional anti terorisme dan radikalisme. Dan ini harus sampai ke masyarakat (tidak berhenti hanya di pemerintah saja).*

Kontributor: Aiman Bahalwan*
Editor: Oki Aryono

*Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Airlangga dan Founder Penulis Muda Sidoarjo
*Opini yang terkandung di dalam artikel ini adalah milik penulis pribadi, dan tidak merefleksikan kebijakan editorial Suaramuslim.net

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment