JAKARTA (Suaramuslim.net) – Jelang pengujung Oktober lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam regulasi baru itu, warga miskin dan tidak mampu tetap dijamin oleh negara.
Perpres tertanggal 24 Oktober 2019 itu mengatur sejumlah hal, di antaranya, yang kemudian menjadi isu adalah penyesuaian iuran bagai masyarakat tidak mampu. Dalam Pasal 29 Ayat 1 kebijakan disebutkan, kenaikan iuran bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan kelas III, yang semula Rp25.000 menjadi Rp42.000.
Terkait itu, Direktur Perluasan dan Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan Andayani Budi Lestari dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat 9 dengan tema “BPJS Kesehatan: Mengejar Pelayanan Prima” Rabu (13/11), mengatakan iuran Peserta PBI yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah mendapat bantuan pendanaan dari Pemerintah Pusat sebesar Rp19.000,- per orang per bulan.
Dalam konteks itulah, Andayani menegaskan, kebijakan penyesuaian iuran yang sesuai rencana diberlakukan mulai 1 Agustus 2019, tetap berpijak pada semangat memberikan jaminan bagi warga miskin dan tidak mampu.
“Iuran PBI akan dibayarkan pemerintah. Karena pemerintah pusat membantu lewat program PBI Pusat. Sedangkan pemerintah daerah membantu lewat program penduduk yang didaftarkan,” katanya.
Lantaran itulah, Andayani pun mengingatkan, pemahaman yang salah jika penyesuaian iuran disebut berpengaruh negatif bagi masyarakat miskin dan tidak mampu (hampir miskin) yang selama ini iurannya dibayar pemerintah.
Lebih jauh diungkapkan Andayani, jika kemudian terkait penyesuaian itu ada warga yang tidak memiliki kemampuan, maka bisa saja mereka mengurus surat keterangan miskin. Ini artinya, sambung dia, mereka bisa mengajukan diri sebagai PBI (Peserta Bantuan Iuran) ke Dinas Sosial.
Lantas bagaimana halnya dengan penyesuaian iuran bagi buruh dan pekerja?
Andayani menandaskan bahwa pekerja yang terdampak atas penyesuaian iuran adalah mereka yang mempunyai upah Rp8 juta per bulan sampai Rp12 juta per bulan.
Dengan demikian, maka angka buruh yang terdampak jumlahnya lebih kurang 3% dari total pekerja.
Andayani menjelaskan, seturut regulasi penyesuaian iuran, maka buruh yang terdampak perlu menambah iuran sebesar rata-rata Rp27.078 per bulan per buruh. Angka itupun sudah termasuk lima orang, yaitu pekerja, 1 orang pasangan(suami/istri) dan 3 orang anak.
“Artinya, beban buruh terkait penambahan itu hanya sebesar Rp5.400 per jiwa per bulan,” tuturnya.
Reporter: Ali Hasibuan
Editor: Muhammad Nashir