Diskusikan Arsitektur Masjid, IAI Jatim dan YMI ITS Gagas Masjid untuk Wakaf

Diskusikan Arsitektur Masjid, IAI Jatim dan YMI ITS Gagas Masjid untuk Wakaf

Satu dari hibah desain masjid IAI. Foto: Suaramuslim.net

SURABAYA (Suaramuslim.net ) – Ratusan arsitek mendiskusikan desain masjid yang ada di Indonesia melalui webinar “Mendefinisikan Arsitektur Masjid Yang Nirdefinisi.” Acara ini digelar oleh Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Jawa Timur, Jumat (17/7).

Arsitek sekaligus Dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) Dr. Eng. Bambang Setia Budi dalam materi webinarnya menyampaikan konsep masjid pada zaman dahulu digunakan sebagai aktivitas yang kompleks. Mulai dari ibadah, pendidikan hingga pertemuan serta menampung orang yang tidak punya rumah.

“Seperti Masjid Al Akbar di Surabaya yang dijadikan tempat berkumpulnya manusia yang kompleks, dipakai ibadah, pendidikan, pernikahan hingga diskusi kajian Islam,” ujarnya.

Menurutnya aktivitas kompleks ini yang membedakan aktivitas masjid dengan musala. Karena musala hanya digunakan untuk ibadah.

Ketua Yayasan Manarul Ilmi Institut Teknologi 10 Nopember (YMI ITS) Tryanto mengatakan webinar ini digelar untuk menyamakan persepsi terkait dasar bangunan masjid sebagai tindak lanjut nota kesepahaman (MoU) sejumlah arsitek untuk memberikan hibah desain masjid.

Selain itu tema desain masjid diambil karena banyaknya masjid di Indonesia hingga 80.000 lebih. Hal ini menunjukkan keinginan masyarakat dalam membangun masjid cukup besar.

“Untuk itu, menyikapi hal ini YMI berinisiatif dan berkolaborasi dalam mendesain masjid dan segala hal terkait desain masjid,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua I YMI ITS Adi Dharma mengatakan, arsitek masjid memiliki konsep tipologi yang perlu disamakan antarpara arsitek. Meskipun arsitek memang diberi kewenangan mendesain.

“Dengan webinar ini, untuk menyamakan konsep dasar dalam tata letak sebuah masjid, tipologi kubah, menara, kiblatnya dan lainnya,” katanya.

Penyamaan konsep ini khususnya diperlukan bagi arsitek yang akan memberikan hibah desain masjidnya.

“Penataan tempat wudu yang harus terpisah antara perempuan dan laki-laki, bentuk kubah yang harus lancip ada juga yang tidak harus berbentuk lancip. Penyamaan seperti itu yang perlu didiskusikan,” pungkasnya.

Reporter: Chamdika Alifa
Editor: Muhammad Nashir

Like this article?

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on WhatsApp
Share on Telegram

Leave a comment